6 Tips agar Berwawasan Luas

6 Tips agar Berwawasan Luas

أحمد بن عبد الرحمن الصويان

من نعمة الله تعالى على العبد أن يرزقه سعة في الأفق، وعمقاً في النظر، فيتسع فكره، وينطلق في آفاق رحبة واسعة، ويؤتيه الله بصيرة نافذة تجعله ينفذ إلى أعماق الحقائق وأبعادها، فيقدرها بقدرها، ويضعها في مواضعها.

Di antara kenikmatan dari Allah Ta’ala yang dikaruniakan kepada seorang hamba adalah keluasan wawasan dan kematangan pandangan; sehingga pikirannya luas dan dapat mengarungi ufuk yang luas. Allah memberinya pemikiran cerdas yang membuatnya dapat menyelam ke dalam berbagai realita dan dimensi; sehingga dia dapat mempertimbangkannya dengan pertimbangan yang tepat dan mendudukkannya di tempat yang seharusnya.

ومما يعين الإنسان على سعة الأفق:

أولا: حرصه على طلب العلم والجدّ فيه، وأخذه من أهله الأثبات الراسخين، والصبر على تتبع مسائله في مظانها المختلفة، وحرصه في بدء الطلب على أن يأخذ من كل فن أصوله وقواعده لكي تتكامل معارفه وتتآلف علومه، والعلم هو الركيزة الأساس التي تبني عقل الإنسان وتجعله يستقيم على الجادة؛ ألم ترَ أن الجاهل يعيش في ظلمة فلا يبصر طريقه، فإذا عرض له عارض صار يتخبط ويضطرب؟ بينما ترى صاحب العلم والفهم حاذقاً فطناً يفتح الله عليه من أبواب العلوم ما يجعله قادراً على رؤية أبعاد واسعة لا يراها من هو دونه.

Beberapa hal yang dapat menjadikan seseorang memiliki wawasan yang luas

Pertama: Bersungguh-sungguh dalam belajar, menuntut ilmu dari para ulama yang terpercaya dan kuat ilmunya, bersabar dalam meneliti berbagai permasalahan dari sumber-sumber yang beraneka ragam; dan hendaknya pada awal belajar dia mempelajari asas-asas dan kaidah-kaidah pokok dalam setiap bidang ilmu, agar pengetahuannya dapat diraih secara utuh dan ilmu-ilmunya saling melengkapi. 

Ilmu adalah pilar utama yang dapat membangun akal seseorang dan menjadikannya dapat konsisten di atas jalan yang benar. Tidakkah kamu melihat orang yang bodoh itu hidup dalam kegelapan, sehingga dia tidak dapat melihat jalannya, dan jika ada sesuatu yang menghalangi jalannya, dia menjadi sempoyongan dan terhuyung-huyung?! Sedangkan di sisi lain, kamu dapat melihat orang yang berilmu dan memiliki pemahaman itu menjadi orang yang cerdas dan cermat; Allah Ta’ala membukakan pintu-pintu ilmu baginya, sehingga menjadikannya mampu melihat dimensi-dimensi yang luas, yang tidak dapat dilihat oleh orang lain yang ilmunya lebih rendah darinya.

ثانيا: تنوع ثقافاته، وتعدد قراءاته في مختلف أنواع المعرفة العلمية، فالمتخصص في الدراسات الشرعية مثلاً لا ينحصر في هذا التخصص، بل تمتد عنايته واطلاعه إلى الدراسات الأدبية والفكرية والإنسانية الأخرى؛ فهو يتنقل في حقول العلم والفكر، ويمتص رحيق الأزهار بألوانها وأشكالها المتنوعة، وهكذا بقية المتخصصين في فروع أخرى من العلم.

Kedua: Menganekaragamkan berbagai pengetahuan dan memperbanyak bahan bacaan di berbagai bidang ilmu pengetahuan. Sebagai contoh, seorang spesialis dalam bidang ilmu-ilmu syariat hendaknya tidak hanya membatasi diri dalam spesialisasi itu. Namun, hendaknya dia memperluas perhatian dan bacaannya dalam ilmu-ilmu sastra, filsafat, dan ilmu-ilmu humaniora lainnya; sehingga dia dapat berpindah-pindah di berbagai taman-taman ilmu dan pemikiran, dan menghirup berbagai sari bunga dengan warna dan bentuk yang berbeda-beda. Demikian juga dengan para spesialis lainnya bersikap terhadap cabang-cabang ilmu lainnya.

ثالثا: كثرة محاورته ومجالسته لأهل العلم والرأي؛ فبالحوار العلمي الجاد تتسع مدارك الإنسان، ويقف على أشياء قد لا تخطر بباله على الإطلاق، وقديماً قال عمر بن عبد العزيز – رحمه الله -: “إني وجدتُ لقاء الرجال تلقيحاً لألبابهم”. وقال الزهري: “العلم خزائن ومفاتيحها السؤال”. وقال أيوب السختياني: “إنّك لا تعرف خطأ معلمك حتى تجالس غيره”.

ولهذا كان السلف يحثّون طالب العلم على الرحلة والسفر لملاقاة العلماء واكتساب مختلف أنواع العلوم والمعارف، وفي هذا يقول ابن خلدون: “على كثرة الشيوخ يكون حصول الملكات ورسوخها”.

Ketiga: Banyak berdiskusi dan berinteraksi dengan para ilmuwan dan pemikir. Dengan diskusi ilmiah yang serius, pengetahuan seseorang akan semakin luas; dan dia akan mendapatkan hal-hal yang sebelumnya tidak terpikir olehnya sama sekali. Umar bin Abdul Aziz rahimahullah pernah berkata, “Sungguh aku mendapati pertemuan dengan tokoh-tokoh besar sebagai penyerapan akal-akal mereka.” Sedangkan az-Zuhri berkata, “Ilmu adalah harta-harta yang tersimpan, sedangkan kunci-kuncinya adalah pertanyaan.” Adapun Ayyub as-Sikhtiyani berkata, “Sungguh kamu tidak akan mengetahui kesalahan gurumu, hingga kamu belajar dari guru yang lain.” 

Oleh sebab itu, para ulama salaf dulu sangat mengajurkan para penuntut ilmu untuk melakukan perjalanan dan safar demi bertemu para ulama dan mencari berbagai bidang ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, Ibnu Khaldun berkata, “Sesuai dengan banyaknya guru, sekadar itulah ilmu yang didapatkan dan dikuasai.”

رابعا: حرصه على التأمل والنظر والتفكر، وشحذ الذهن وتنشيطه في دراسة المباحث والمسائل، والفكر الحي المعطاء هو الفكر المتّقد الذي ينبض بحيوية ونشاط، فلا يكسل ولا يعجز ولا تصيبه السآمة والملل، وكثرة التفكر تنمي المَلَكة، فـ(كثرة المزاولات تعطي الملكات، فتبقى للنفس هيئة راسخة وملكة ثابتة) كما ذكر ابن القيم رحمه الله تعالى، كما أنّ الفكر المنظم المدروس هو الذي يبني العقل ويجعله يستقيم على الطريق، وأما العشوائية والارتجالية في التفكير فإنها تشتت الذهن وتفرّق الهم.

من الأدواء الفكرية المنتشرة عند كثير من الناس: ضيق الأفق، والنظر إلى المسائل المختلفة بسطحية مفرطة.

أما الإنسان الذي لا يفكر، أو يفكر بطريقة راتبة أو عشوائية، فإنه بالضرورة إنسان عاجز لا يقوى على إعطاء التصور الصحيح للمسائل، بل قد يقوده تفكيره أحياناً إلى التخبط والاضطراب.

Keempat: Memberi perhatian besar pada pengamatan, penelitian, dan olah pikir, serta melatih dan merangsang otak dalam mempelajari berbagai pembahasan dan permasalahan. Pikiran yang hidup dan dapat berkontribusi adalah pikiran yang berdetak dengan penuh energi dan semangat; tidak malas, lemah, atau merasa bosan dan jemu. 

Banyak berpikir akan meningkatkan kemampuan; karena banyaknya latihan akan menghasilkan kemampuan, sehingga diri seseorang akan berada pada bentuk yang kokoh dan kemampuan yang teguh. Sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu al-Qayyim rahimahullahu Ta’ala, “Pikiran yang terstruktur dan terprogram akan membentuk akal dan menjadikannya dapat konsisten di atas jalan yang benar. Adapun acak-acakan dan spontan dalam berpikir hanya akan mencerai-berai akal dan membuat pikiran berserakan.

Sedangkan orang yang tidak berpikir, atau berpikir dengan cara yang telah terbawa rutinitas atau acak-acakan, maka pasti dia adalah orang yang lemah dan tidak mampu memberi gambaran yang benar terhadap berbagai permasalahan. Bahkan, terkadang pikirannya menjerumuskannya ke dalam kekacauan dan ketidakberaturan.

خامسا: اطّلاعه على التجارب والخبرات البشرية في القديم والحديث محاولاً قدر الطاقة اختزانها في عقله لكي يستطيع توظيفها التوظيف الأمثل إذا دعت الحاجة إلى ذلك، والحكمة ضالة المؤمن أنى وجدها فهو أحق بها.

سادسا: تحرره من التقليد الأعمى بكل صوره وأشكاله، فهو يستفيد من أشياخه وأقرانه وأصحابه وغيرهم، ثم ينطلق بفكره الحرّ يتلمّس مختلف السبل بعقلية ناضجة مستقلة؛ وليس كل الناس يقوى على ذلك؛ فأصحاب الفكر هم المعادن الكريمة النادرة، وهم القادرون على توجيه الأمة، وأما عامة الناس فأتباع مقلدون، وبين هؤلاء وأولئك فئام من الناس أخذوا من كل فريق بطرف.

Kelima: Menelaah riset-riset dan percobaan-percobaan manusia di masa lalu dan masa kini, disertai dengan usaha sekuat tenaga untuk mengingatnya di dalam akalnya, agar dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Hikmah kebijaksanaan adalah barang yang hilang dari seorang Mukmin, di manapun dia menemukannya, maka dialah yang paling berhak untuk mengambilnya.

Keenam: Membebaskan diri dari taklid buta dengan segala bentuk dan macamnya. Seseorang harus menimba manfaat dari para guru, teman, sahabat, dan orang lainnya; lalu beranjak dengan pikirannya yang merdeka untuk mencari titik temu dari berbagai pendapat yang berbeda dengan akal yang matang dan merdeka. Namun, tidak semua orang mampu melakukan itu, karena orang-orang yang cerdas bagaikan logam-logam mulia yang langka; dan merekalah orang-orang yang mampu mengarahkan umat ini. Adapun orang awam, maka mereka cukup menjadi pengikut. Lalu di antara dua golongan ini terdapat segolongan manusia yang memiliki sebagian sifat dari tiap-tiap golongan tersebut.

ضيق الأفق:

من الأدواء الفكرية المنتشرة عند كثير من الناس: ضيق الأفق، والنظر إلى المسائل المختلفة بسطحية مفرطة؛ فكم ينقبض صدر المرء حينما يرى من بعض الناس أن القضايا المصيرية العظيمة في مسيرة الأمة تؤخذ بعين الغفلة والسذاجة وقلة الفهم والبصيرة!.

ومن أبرز أسباب ضيق الأفق:

أولا: الجهل وقلَّة البضاعة

فكم جرَّ الجهل على أصحابه من المهالك والمفاسد! والجهل دركات بعضها أسوأ من بعض، وكلما ازداد المرء جهلاً ازداد تهالكاً وانحرافاً، وهل رأيت جاهلاً يقوى على إدراك حقائق الأشياء ومقاصدها، أو يقدر على قراءة الواقع واستشراف المستقبل؟!

Wawasan yang Sempit

Di antara penyakit-penyakit pikiran yang tersebar pada banyak orang adalah sempitnya wawasan, dan memandang berbagai permasalahan dengan cara pandang yang dangkal sekali. Betapa banyak orang yang sempit dadanya ketika melihat sebagian orang memandang masalah-masalah krusial dan besar dalam menentukan nasib umat ini dengan pandangan yang lalai dan polos, serta dengan pemahaman yang dangkal.

Di antara hal-hal paling penting yang menyebabkan sempitnya wawasan adalah:

Pertama: Kebodohan dan sedikitnya bekal ilmu. Betapa sering kebodohan itu menyeret pelakunya kepada kebinasaan dan kerusakan! Kebodohan memiliki tingkatan-tingkatan, sebagian tingkatan lebih buruk daripada sebagian lainnya. Semakin bodoh seseorang, maka semakin bertambah pula kedekatannya dengan kebinasaan dan penyimpangan. Apakah kamu pernah melihat orang jahil yang mampu memahami hakikat dan maksud dari banyak hal, atau mampu membaca realita dan memproyeksikan masa depan?!

ثانيا: قلة الفهم والوعي؛ وهما أمران زائدان على مجرَّد الجهل، فرُبَّ صاحب علْم لا يفيده علمه كبيرَ فائدةٍ بسبب ضعف فهمه وعسر إدراكه؛ لأنّه وقف عند حروف الألفاظ، ولم ينفذ إلى معانيها ومراميها، والفهم بضاعة نادرة لا يؤتاها إلا أصحاب العقل الراسخ والبصر النافذ، وصاحب الفهم يفتح الله عليه من إدراك النصوص والوقائع ما لا يخطر على بال غيره، قال ابن القيم رحمه الله: “ربّ شخص يفهم من النص حكماً أو حكمَيْن، ويفهم منه الآخر مائة أو مائتين”.

Kedua: Rendahnya pemahaman dan kesadaran. Dua hal ini adalah tambahan daripada sekedar bodoh. Bisa jadi orang yang berilmu tidak mendapatkan manfaat yang besar dari ilmunya, akibat kelemahannya dalam memahami dan kesulitannya dalam menyadari; karena dia hanya terhenti pada kalimat-kalimat secara tekstual, dan tidak masuk ke dalam makna-makna dan tujuan-tujuannya. Pemahaman adalah barang langka, yang tidak diberikan kecuali kepada orang-orang yang memiliki akal yang kokoh dan pandangan yang tajam. Orang yang memiliki pemahaman akan dibukakan Allah baginya pemahaman terhadap teks-teks dan kejadian-kejadian yang tidak pernah terlintas di pikiran orang lain. Ibnu al-Qayyim rahimahullah berkata, “Bisa jadi seseorang memahami satu atau dua hukum dari satu nash, tapi orang lain memahami darinya seratus atau dua ratus hukum.”

ثالثا: الرتابة في التفكير ورؤية المسائل، والاعتماد على المألوف المعتاد فقط، وهذا بالتأكيد يجعل الإنسان أسيراً في بيت مغلق، كما يجعله في عزلة فكرية يحبس فيها عقله، فلا يقوى على النظر والإبداع والتجديد.

رابعا: التربية التقليدية الهزيلة التي تنتشر في كثير من المحاضن التربوية، وتشكل عقول الناس تشكيلاً يقتل معظم ملكات الإبداع والتفكير.

Ketiga: Monoton dalam berpikir dan memandang berbagai permasalahan, serta hanya bersandar dengan kebiasaan saja. Hal ini tentu saja menjadikan seseorang tertawan di dalam ruangan tertutup, seakan-akan dia menjadikan dirinya berada dalam ruang isolasi pemikiran, dia mengurung akalnya di dalam ruangan tersebut, sehingga tidak mampu melakukan pencermatan, kreatifitas, dan pembaharuan.

Keempat: Metode pendidikan konvensional yang lemah yang tersebar di banyak pusat Pendidikan. Ia membentuk akal manusia ke dalam bentuk yang membunuh mayoritas kemampuan berkreasi dan berpikir.

خامسا: التقليد الأعمى الذي يسد منافذ التفكير، ويجعل المرء مجرد تابع لغيره، فلا يستطيع أن يبني رأيه وفكره بناءً صحياً متجرداً؛ ولهذا تجد أنّ المقلد لشيخ أو لمذهب أو لطائفة من أكثر الناس ضيقاً في الأفق؛ وذلك لأنه لم ينظر إلا من نافذة واحدة، ولم يفكر إلا من زاوية محدودة، وتراه يتنقل بين سراديب ضيقة تنتهي به أخيراً إلى بلادة ذهنية تعصف بتفكيره وتجعله أحياناً يقتنع بالشيء ونقيضه في آن واحد!

Kelima: Taklid buta yang menutup jendela berpikir. Ia membuat seseorang hanya sekedar menjadi pengikut bagi orang lain, sehingga dia tidak mampu untuk membangun logika dan pikirannya dengan cara yang benar dan objektif. Oleh sebab itu, kamu akan mendapati orang yang taklid buta kepada Syaikh, mazhab, atau golongan tertentu adalah orang yang paling sempit wawasannya. Hal ini karena dia tidak memandang kecuali dari satu jendela saja, dan tidak berpikir kecuali dari satu sudut pandang saja. Kamu akan melihatnya berpindah-pindah di antara lubang sempit yang pada akhirnya mengantarkannya kepada ketumpulan akal yang menerjang pola pikirnya; dan terkadang keadaan itu menjadikannya puas dengan suatu hal dan kebalikannya sekaligus dalam waktu yang sama! 

سادسا: الاكتفاء بالنظر إلى ظواهر الأمور المجردة، والتعلق بقشورها القريبة، دون النفاذ إلى أعماقها، أو النظر إلى أبعادها ومقاصدها، ويؤدي ذلك إلى الاغترار بالشكل والبهرج على حساب الحقائق والمضامين؛ مما يحجب الرؤية بغمامة معتمة تطغى على البصيرة، وكم من الأشياء من حولنا نراها في مظهرها الخارجي رؤية معينة، ولكننا إذا تجاوزنا ذلك إلى دواخلها، وأزلنا القشرة الرقيقة التي تحيط بها تبينت لنا صورة أخرى مختلفة وبعيدة كل البعد عن الصورة الأولى. وانظر إلى صفة المنافقين في القرآن: {وَإِذَا رَأَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ أَجْسَامُهُمْ وَإِنْ يَقُولُوا تَسْمَعْ لِقَوْلِهِمْ} [المنافقون من الآية:4]، فهل تكفي هذه الصفة الظاهرية لأجسامهم وأقوالهم في إعطاء تصور صحيح متكامل عن هؤلاء القوم؟! بالتأكيد لا تكفي؛ فالقرآن يوضح حقيقة هذا المظهر: {هُمُ الْعَدُوُّ فَاحْذَرْهُمْ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ} [المنافقون من الآية:4].

ونظير ذلك أيضاً: الاغترار بالكم على حساب الكيف، وانظر مثلاً إلى قول الله تعالى :{وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئاً} [التوبة: من الآية25] ، ثم قارن ذلك بقوله تعالى: {إِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ} [الأنفال: من الآية65]، ويتضح من ذلك أن معاني الأمور ومقاصدها الصحيحة تتجلى في حقائقها ومعادنها الأصيلة.

وليس المقصود هنا أن الشكل الظاهري أو الكم مرفوضان كلية؛ ولكن المقصود التحذير من الاكتفاء بهما، أو الوقوف عند حدودهما فحسب.

Keenam: Mencukupkan diri dengan memandang kepada penampakan luar saja, terpaut dengan kulit dangkalnya saja, tanpa menyelam ke dalam kandungannya atau mencermati dimensi-dimensi dan maksud-maksud lainnya. Hal ini menyebabkan seseorang terlena dengan bentuk dan penampilan luar saja, dan mengesampingkan hakikat dan kandungannya, yang menyebabkan pandangan menjadi tertutup oleh awan gelap yang menyelimuti pikiran. Betapa banyak hal di sekitar kita yang kita lihat penampilan luarnya dengan perspektif tertentu; tapi seandainya kita melihatnya lebih dalam lagi dan kita singkap kulit luar tipis yang menyelimutinya, niscaya akan tampak bagi kita bentuk lain yang jauh berbeda daripada dengan perspektif kita sebelumnya. Perhatikanlah sifat orang-orang munafik yang ada dalam al-Quran:

وَإِذَا رَأَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ أَجْسَامُهُمْ وَإِنْ يَقُولُوا تَسْمَعْ لِقَوْلِهِمْ

“Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata, kamu mendengarkan perkataan mereka …” (QS. Al-Munafiqun: 4)

Namun, apakah cukup sifat yang tampak dari tubuh dan ucapan mereka dalam memberi prespektif yang benar yang menyeluruh tentang mereka? Tentu tidak cukup, karena al-Quran menjelaskan hakikat dari penampilan ini:

هُمُ الْعَدُوُّ فَاحْذَرْهُمْ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ

“… Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?” (QS. Al-Munafiqun: 4)

Semisal dengan hal ini adalah tertipu dengan jumlah (kuantitas) dan mengesampingkan kualitas. Sebagai contoh, firman Allah Ta’ala:

وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئاً

“… dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu pada waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah(mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun …” (QS. At-Taubah: 25). Lalu bandingkanlah dengan firman Allah Ta’ala:

إِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ

“Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh …” (QS. Al-Anfal: 65)

Hal ini menjelaskan bahwa makna-makna dan tujuan-tujuan yang benar dapat tampak di dalam hakikat dan intisarinya. Namun, yang dimaksud di sini bukanlah penampilan luar dan jumlah harus ditolak sepenuhnya, tapi yang dimaksud adalah peringatan dari mencukupkan diri dengan dua hal itu atau hanya berhenti pada batas dua hal itu saja.

سابعا: النظرة الجزئية الضيقة التي تختزل المسائل الكبيرة إلى إطار محدود صغير؛ مما يؤدي بالتأكيد إلى تكوُّن تصور هزيل مبتور لا يمثل إلا جزءاً يسيراً من الحقيقة، بل قد يؤدي هذا التصور إلى تشويه الحقيقة بسبب نقصها وافتقارها للنظرة الشمولية المتكاملة.

ثامنا: الخلط في تقدير المصالح والمفاسد، والجهل في ترتيب الأولويات؛ مما قد يؤدي إلى التعلق بالمصلحة القريبة العاجلة، وإن ترتب عليها مفاسد كبيرة في العاجل والآجل، أو يؤدي إلى تقديم المصالح المفضولة على حساب المصالح الفاضلة.

(نسأل الله الكريم أن ينور بصائرنا ويلهمنا الرشد والسداد في القول والعمل، وصلى الله وسلم وبارك على عبده ورسوله محمد وآله وصحبه أجمعين).

Ketujuh: Pandangan parsial dan sempit yang dapat mengasingkan masalah-masalah besar ke dalam lingkup yang kecil dan terbatas. Hal ini tentu menyebabkan terbentuknya perspektif yang lemah dan cacat, yang hanya mewakili bagian kecil dari hakikat. Bahkan, terkadang perspektif ini menyebabkan penyelewengan hakikat, akibat kurang dan lemahnya pandangan yang menyeluruh dan kompleks.

Kedelapan: Kerancuan dalam mengukur kebaikan dan keburukan, dan ketidaktahuan dalam menyusun prioritas. Hal ini terkadang menyebabkan ketergantungan kepada kemaslahatan yang instan, meskipun itu mengakibatkan kerusakan besar pada waktu dekat atau nanti suatu saat, atau mengakibatkan pengutamaan maslahat yang tidak utama sehingga mengesampingkan maslahat yang utama.

Kita mohon kepada Allah Yang Maha Pemurah agar menyinari hati kita dan mengilhamkan kepada kita petunjuk dan kebenaran dalam ucapan dan perbuatan. Selawat, salam, dan keberkahan semoga tercurah kepada hamba dan rasul-Nya, Muhammad; dan kepada keluarga dan para sahabat beliau seluruhnya.

Tidak ada komentar