Gratifikasi Terlarang Dalam Islam

Gratifikasi Terlarang Dalam Islam 

Dalam Islam, karakter utama seorang pegawai yang baik adalah kejujuran dan integritas, Allah berfirman,

{قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَاأَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ (26)} [القصص: 26]

“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, ‘Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.’” (QS. Al-Qashash (28): 26)

Minim atau nihilnya nilai integritas pada pegawai bisa merusak kinerja instansi dan Perusahaan tempat pegawai itu bekerja dan menyebabkan pengabaian hak dan kewajiban masyarakat atau konsumen. Karenanya, aturan kepegawaian, terutama pegawai negara yang ditunjuk oleh pemerintah, diatur ketat dalam Islam. Di antara yang menyalahi prinsip kejujuran dan integritas dalam pekerjaan adalah praktik gratifikasi.

Apa yang dimaksud dengan gratifikasi? Apa dasar hukum Islam dalam pelarangan gratifikasi?

Gratifikasi dalam KBBI didefinisikan sebagai pemberian yang diberikan karena layanan atau manfaat yang diperoleh. Adapun dalam Islam, gratifikasi lebih dekat dengan istilah رشوة (risywah) yaitu harta suap atau sogokan kepada pegawai, mencakup semua manfaat berupa harta ataupun jasa. Ini selaras dengan definisi gratifikasi yang dijelaskan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI. Dilansir dari situs resmi KPK, pengertian gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B ayat (1) UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor): “Gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.”

Dasar hukum Islam mengenai larangan tindak gratifikasi dijelaskan dalam Al-Quran dan Hadis. Dalam Al-Quran, Allah berfirman,

{وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (188)} [البقرة: 188]

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah (2): 188)

Adapun dalam Hadis, maka Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam melarang tindakan gratifikasi (risywah) dalam sejumlah hadisnya. Diantaranya hadis Abu Hurairah, beliau mengatakan,

لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم الراشي والمرتشي

“Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam melaknat penyuap dan yang menerima suap dalam hukum.” (HR. Tirmidzi, no. 1336, ia mengatakan ini adalah hadis Hasan)

Juga dalam hadis Abu Humaid As-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam mengangkat salah seorang dari suku Asad sebagai petugas yang mengambil zakat Bani Sulaim. Orang memanggilnya dengan Ibnul Lutbiah. Ketika datang, Rasulullah mengaudit hasil zakat yang dikumpulkannya. Ia berkata, ‘Ini harta kalian dan ini hadiah untukku.’

Kemudian Rasulullah berkata kepadanya, ‘Kalau engkau benar, mengapa engkau tidak duduk saja di rumah ayah atau ibumu, sampai hadiah itu mendatangimu?’” (HR. Bukhari, no. 7174 dan Muslim, no. 1832)

Dalam hadis ini, Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam melarang hadiah yang diberikan kepada pegawai zakat karena pekerjaannya, lalu Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam memberi penjelasan bahwa itu sejatinya bukan hadiah, namun harta suap atau sogokan, karena jika itu adalah murni hadiah, orang tersebut cukup duduk di rumahnya maka hadiah itu akan datang kepadanya. Maka ketika hadiah itu baru didapatnya setelah menjadi pegawai zakat, maka jelaslah bahwa itu sejatinya suap atau sogokan.

Dampak Buruk Gratifikasi

Beberapa dampak buruk gratifikasi diantaranya:

  • Pegawai yang menerima gratifikasi cenderung bersikap tidak adil dan terjebak dalam dilema balas budi kepada orang yang memberikan hadiah.
  • Pilih kasih dalam pekerjaan, mengutamakan orang yang memberi hadiah daripada yang tidak memberi hadiah.
  • Terhalangnya hak-hak sebagian masyarakat, pelayanan publik menjadi lambat dan tidak sesuai SOP.
  • Kekayaan negara tidak tersalurkan dengan maksimal dan sebagaimana seharusnya.
  • Dalam sektor ekonomi, gratifikasi akan mengganggu kelancaran bisnis karena praktik gratifikasi menciptakan pasar yang tidak adil.

Mari kita tinggalkan segala bentuk praktik gratifikasi dan mari kita junjung tinggi nilai kejujuran dan integritas kerja, agar pekerjaan kita membawa berkah dari Allah dan hak-hak masyarakat terpenuhi dengan baik. Allah berfirman,

{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ (119)} [التوبة: 119]

“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan jadilah bersama orang-orang yang jujur.” (QS. At-Taubah (9): 119)

Kesimpulan

Gratifikasi adalah pemberian atau manfaat dalam bentuk apapun yang diberikan karena layanan. Islam melarang gratifikasi atau risywah, bahkan Rasulullah melaknat orang yang memberi suap atau menerimanya. Selain itu, gratifikasi juga menyebabkan banyak kerugian baik baik individu maupun masyarakat.

Daftar Pustaka

  1. Komisi Pemberantasan Korupsi. (2014 M). Buku Saku Gratifikasi. Diambil dari halaman resmi KPK pada tanggal 6 Oktober 2024 https://aclc.kpk.go.id/materi-pembelajaran/pendidikan/buku/buku-saku-gratifikasi
  2. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (KBBI) Kamus Besar Bahasa Indonesia. Diambil dari laman resmi KBBI https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/gratifikasi
  3. Komisi Pemberantasan Korupsi. (2020 M). Dampak Negatif Gratifikasi. Video dari akun youtube resmi KPK RI, ditonton pada 6 Oktober 2024 https://www.youtube.com/watch?v=7AHvlfa6QO4


Tidak ada komentar