Karunia Apa Istidroj?
Karunia Apa Istidroj?
75. "Hendaknya engkau merasa takut jika engkau selalu mendapat karunia Allah, sedangkan engkau masih tetap dalam perbuatan maksiat kepada-Nya, jangan sampai karunia itu semata-mata istidraj oleh Allah. Sebagaimana firman Allah: "Sanas-tadri-juhum min-haytsu laa ya'lamuna" [Akan Aku putar(binasakan pelan-pelan) mereka itu dengan jalan yan mereka tidak mengetahui]."
- Syarah
- Syarah
Hikmah ini menjadi jawaban soal dari hikmah sebelumnya, yakni: kita tahu banyak yang tidak mensyukuri nikmat,tetapi nikmatnya tidak hilang bahkan bertambah; maka Mushonnif menjawab dengan hikmah ini. Yaitu: itu semua istidroj dari Allah,
Istidraj, ialah mengulur, memberi terus menerus supaya bertambah lupa kemudian dibinasakan, juga berarti memperdaya.
Firman Allah subhanahu wata'ala:
"Maka ketika mereka telah melupakan apa yang telah diperingatkan kepada mereka. Kami bukakan bagi mereka pintu bagi tiap-tiap sesuatu, hingga apabila mereka senang dengan apa yang diberikan kepada mereka, tiba-tiba Kami datangkan siksa atas mereka, maka mereka berputus asa." [QS. Al-An'am 44].
Demikianlah sebuah ibarat istidraj, Tiap-tiap seseorang berbuat dosa ditambah dengan nikmat, dan dilupakan untuk meminta ampun [istighfar] atas kesalahannya itu.
Sebagian dari istidroj lagi yaitu dawuh Mushonnif berikut:
76. “Setengah dari tanda kebodohan murid, jika ia berbuat salah dalam beradab kepada Allah lalu ditangguhkan hukumannya, lalu ia berkata, ‘Andaikata termasuk dosa tentu sudah diputuskan bantuan [karunia] dan sudah dijauhkan. Ingatlah! Adakalanya telah diputuskan bantuan [karunia] dengan jalan yang Ia tidak rasakan, meskipun hanya berupa tidak ada tambahan baru, dan adakalanya pula Ia telah dijauhkan padahal ia tidak mengetahui, meskipun hanya berupa membiarkan engkau menurutkan hawa nafsumu.”
Putusnya bantuan dari Allah adalah awal dari hijab. Jadi apabila murid sudah mulai terhijab sehingga ibadahnya tidak bisa khudhur kepada Allah, itu menjadi sebab gugurnya murid dari perhatian Allah. dan akan datang hijab dalam hatinya.
Syeikh Abul-Qasim al-Junaid rodhiyAllahu ‘anhu berkata: “Ketika aku sedang menunggu jenazah bersama orang-orang banyak yang akan dishalatkan di masjid As-Syuniziyah, tiba-tiba ada seorang pengemis miskin meminta-minta, maka dalam hatiku berkata, ‘Andaikan orang itu bekerja sedikit-sedikit supaya tidak meminta-minta, tentu akan lebih baik baginya’. Dan ketika pada malam harinya, aku akan mengerjakan wirid yang biasa aku kerjakan pada tiap malam, terasa sangat berat dan tidak dapat berbuat apa-apa, sambil duduk akhirnya tertidurlah mataku. Tiba-tiba aku bermimpi, orang-orang datang membawa orang miskin itu di atas talam [baki], dan orang-orang itu berkata kepadaku, ‘Makanlah daging orang ini sebab engkau telah meng-ghibah padanya’. Maka langsung aku terbangun dan sadar, dan aku tidak merasa ghibah padanya, hanya tergerak dalam hati, tetapi aku diperintahkan meminta halal kepada orang itu, maka tiap hari aku berusaha mencari orang itu, akhirnya bertemu di tepian sungai sedang mengambil daun-daunan yang rontok untuk dimakan dan ketika aku memberi salam kepadanya, langsung ia berkata, ‘Apakah kamu akan mengulangi lagi wahai Abul-Qasim?’ Jawabku, ‘Tidak’. Maka ia berkata, ‘Semoga Allah mengampuni kami dan kamu’.”
Tanda-tanda seseorang mendapat taufik itu ada tiga:
1.Mudah mengerjakan amal kebaikan, padahal ia tidak berniat dan bukan tujuannya.
2.Berusaha untuk berbuat maksiat, tetapi selalu terhindar dari padanya.
3.Selalu terbuka baginya kebutuhan dan hajat kepada Allah ta’ala.
Sedangkan tanda-tanda seseorang yang dihinakan oleh Allah juga ada tiga:
1.Sulit melakukan ibadah dan taat, padahal ia sudah berusaha sungguh-sungguh.
2.Mudah terjerumus ke dalam maksiat, padahal ia berusaha menghindarkannya.
3.Tertutupnya pintu kebutuhan atau hajat kepada Allah, sehingga merasa tidak perlu berdo’a dalam segala hal.
Rosulullah shollAllahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“ Tuhan telah mendidik aku sebaik-baik didikan dan menyuruhku melakukan akhlak yang sebaik-baiknya.”
Dalam satu ayat:
Ambillah hati mereka dengan suka memaafkan, dan anjurkan perbuatan-perbuatan yang baik dan mudah, abaikanlah orang-orang yang masih bodoh, [jangan dituntut] mereka yang masih bodoh itu.
Seorang sufi kehilangan anak, hingga tiga hari tidak mendapat beritanya, maka ada orang yang berkata kepadanya, 'Mengapa engkau tidak minta kepada Allah, supaya mengembalikan anak itu kepadamu?' Jawab sang sufi, 'Tantanganku terhadap putusan Allah itu akan lebih berat bagiku dari pada hilangnya anak'.
Syeikh Abu Sulaiman ad-Darony rodhiyAllahu 'anhu berkata: "Allah telah mewahyukan kepada Nabi Dawud 'alaihissalam, 'Sesungguhnya Aku menjadikan syahwat hanya untuk orang-orang yang lemah dari para hamba-Ku, karena itu waspadalah jangan sampai hatimu tertawan oleh syahwat itu, sebab seringan-ringan siksa untuknya ialah Aku cabut manisnya rasa cinta kepada-Ku dari dalam hatinya".
Dan dalam bagian lain Allah berfirman kepada Nabi Dawud 'alaihissalam, "Wahai Dawud! Berpeganglah pada ajaran-Ku, dan tahanlah nafsumu untuk ketenangan dirimu, jangan sampai engkau tertipu dari padanya, niscaya engkau terhijab dari cinta-Ku, putuskan syahwatmu untuk Aku, sebab Aku hanya memberikan syahwat itu untuk hamba-Ku yang lemah, untuk apakah orang-orang yang kuat akan memuaskan syahwat. Padahal ia akan mengurangi kelezatan bermunajat kepada-Ku, sebab Aku tidak merelakan dunia ini untuk kekasih-Ku, bahkan Aku bersihkan ia dari padanya.
Wahai Dawud! Jangan engkau mengadakan antara-Ku dengan engkau suatu alam yang dapat menghijab engkau karena mabuk pada alam itu dari pada cinta kepada-Ku, mereka hanya perampok di tengah jalan terhadap hamba-Ku yang baru berjalan. Usahakan lah untuk meninggalkan syahwat dengan banyak puasa.
Wahai Dawud! Cintailah Aku dengan memusuhi hawa nafsumu, dan tahanlah dari syahwatnya, niscaya engkau melihat kepada-Ku, dan engkau akan dapat melihat yang terbuka antara-Ku dengan engkau'."
Syeikh Ibrohim bin Adham rodhiyAllahu 'anhu berkata: ''Seseorang tidak akan mencapai derajat orang-orang sholeh, kalau tidak melalui enam rintangan:
1. Menutup pintu kemuliaan, membuka pintu kehinaan.
2. Menutup pintu nikmat, membuka pintu kesulitan.
3. Menutup pintu istirahat, membuka pintu perjuangan.
4. Menutup pintu tidur, membuka pintu jaga.
5. Menutup pintu kekayaan, membuka pintu kemiskinan.
6. Menutup pintu harapan, membuka pintu siaga menghadapi maut.''
Syeikh Ibrahim al-Khawaash rodhiyAllahu 'anhu berkata: ''Ketika aku ditengah perjalanan tiba-tiba merasa lapar, sehingga sampai di kota Array, maka aku berkata dalam hati, 'Di sini aku banyak sahabat, maka jika aku bertemu tentu mereka akan menjamuku, maka ketika aku telah masuk ke dalam kota, tiba-tiba aku melihat perbuatan-perbuatan mungkar [maksiat], dan aku merasa berkewajiban mencegah kemungkaran. Tiba-tiba aku ditangkap dan dipukuli oleh orang-orang'. Sehingga aku bertanya-tanya dalam hati, 'Mengapa aku dipukuli oleh semua orang padahal aku ini lapar'. Tiba-tiba diingatkan dalam hatiku, 'Engkau mendapat hukuman itu karena engkau mengharap dijamu oleh sahabat-sahabatmu'.''
Firman Allah dalam salah satu wahyu-Nya [kepada Nabi Dawud 'alaihissalam]: ''Sesungguhnya seringan-ringan siksa-Ku terhadap orang alim jika ia mengutamakan syahwatnya dari pada cinta-Ku, maka Aku haramkan dari pada merasakan kelezatan bermunajat kepada-Ku.''
Sangat Penting bagi murid :
Al-Imam Qusyairy berkata: Siapa saja yang menjadi murid salah satu guru sufi/thoriqoh, lalu menentang gurunya dengan hati, berarti dia sudah merusak perjanjiannya menjadi murid, dan murid tersebut harus bertaubat.
Apabila ada seorang salik yang bermaksud wushul, tapi tidak bisa wushul itu disebabkan menentang pada gurunya, karena guru sufi/thriqoh(yang sudah menetapi syarat) itu menjadi penunjuk jalan bagi para murid.
Post a Comment