Menghadapi Aliran Sesat
Khutbah Pertama
إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ، نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مَحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِين، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن، أَمَّا بَعْدُ:
فَيَا عِبَادَ الله، اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَلاَ تَـمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون، قَالَ اللهُ تَعَالَى بَعْدَ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.
Hadirin sidang shalat Jumat yang dirahmati Allah SWT,
Akhir-akhir ini kaum Muslimin diresahkan dengan maraknya aliran menyimpang, mulai dari gerakan teroris, ISIS, Gafatar, Syiah dan aliran-aliran lain. Tidak hanya mereka yang memiliki strata pendidikan rendah yang bisa terbujuk ikut dalam aliran sesat, bahkan mereka yang memiliki strata pendidikan tinggipun ternyata juga bisa terbawa mengikuti aliran-aliran tersebut. Lalu, sebagai seorang Muslim, bagaimanakah sikap terbaik yang bisa kita lakukan dalam menghadapi berbagai macam ajakan yang tidak kita ketahui apakah ajaran itu benar atau menyimpang?
Hadirin sidang shalat Jumat yang dirahmati Allah SWT,
Ada beberapa langkah yang bisa ambil dalam menghadapi berbagai macam ajakan supaya bisa membedakan, mana yang benar dan mana yang salah, yaitu:
Pertama, memberi kesempatan kepada akal untuk memahami.
Jika datang sebuah ajakan, janganlah tergesa-gesa menerima atau menolaknya, meskipun ajakan itu dibarengi dengan sikap memaksa, menyudutkan dan memaparkan pandangannya dengan bertaburan dalil-dalil. Berilah kesempatan dan waktu kepada akal untuk memikirkan kebenarannya. Jangan sampai kita menerima sesuatu sementara akal kita tidak memahaminya dengan baik, sehingga akhirnya kita hanya ikut-ikutan belaka. Allah SWT telah memberikan peringatan :
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” (Q.S. Al Isra: 36).
Imam al-Qurthubi di dalam tafsirnya menjelaskan bahwa maksud ayat tersebut adalah jangan mengikuti apa yang tidak kamu ketahui dan tidak penting bagimu. Manusia bisa menetapkan suatu hukum jika ia memiliki pengetahuan mengenai hal itu, sehingga ia menetapkan hukum berdasarkan pengetahuannya.
Kedua, memberi kesempatan kepada hati untuk merasakan.
Hati juga menjadi salah satu alat yang bisa memberikan pertimbangan kepada kita. Jika datang sebuah ajakan, sudah semestinya kita berikan kesempatan kepada hati untuk merenungkan dan merasakannya. Jangan kita mengabaikan perasaan kita dan dengan tiba-tiba menolak atau menerima ajakan tersebut. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjelaskan bahwa hati mampu memberikan pertimbangan kepada kita tentang hal yang baik dan hal yang buruk.
Suatu saat, seorang shahabat Nabi bernama Wabishah Bin Ma’bad radhiyallahu anhu datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Kemudian Rasulullah bersabda:
جِئْتَ تَسْأَلُ عَنِ الْبِرِّ؟ قُلْتُ: نَعَم. قَالَ: اِسْتَفْتِ قَلْبَكَ. اَلْبِرُّ مَااطْمَأَنَّ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ. وَالْإِثْمُ مَاحَاكَ فِي النَّفْسِ وَ تَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأَفْتَوْكَ
“Apakah kamu datang untuk bertanya tentang kebaikan?” Aku menjawab: ”Benar”. Kemudian beliau bersabda: “Mintalah fatwa kepada hatimu. Kebaikan adalah apa saja yang menenangkan hati dan jiwamu. Sedangkan dosa adalah apa yang menyebabkan hati bimbang dan cemas meski banyak orang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan kebaikan.” (H.R. Ahmad)
Ketiga, menumbuahkan kesadaran bahwa kita akan mempertanggungjawabkan semua perbuatan yang kita lakukan.
Sesungguhnya semua perbuatan kita akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Kita tidak bisa berlepas diri dengan segala apa yang kita perbuat dengan alasan sudah ada yang menanggung dosa-dosa kita. Dosa tidak dapat dititipkan atau ditanggung orang lain. Maka rugilah seseorang yang hanya ikut-ikutan, padahal orang yang diikutinya akan berlepas diri dan tidak mau menanggung dosa orang tersebut di akhirat. Firman Allah ta’ala:
أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى
“Bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (Q.S. An-Najm: 38-39)
Juga firman-Nya:
وَاتَّقُوا يَوْمًا لَا تَجْزِي نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ وَلَا يُؤْخَذُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلَا هُمْ يُنْصَرُون
“Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa’at dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong (Q.S. Al Baqarah :123)
Keempat, bertanya kepada orang yang ahli dalam bidang tersebut.
Obat bagi orang yang tidak tahu adalah bertanya kepada yang lebih tahu. Oleh karena itu, apabila datang suatu ajakan dan kita tidak terlalu memahami duduk persoalannya, maka kita harus mencari orang yang kita anggap ahli dalam bidang tersebut dan bertanya kepadanya. Bahkan jika perlu, kita juga bisa mencari nara sumber lain sebagai pembanding, agar kita betul-betul mengerti dan memahaminya dengan baik. Allah subhanahu wataala berfirman:
… فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“… Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. (Q.S.An Nahl: 43).
Seseorang dikatakan sebagai ahli apabila memiliki dua sifat: pertama, orang tersebut mempunyai kapasitas yang memadai dibidangnya, dan kedua, orang tersebut mempunyai keshalihan yang terpancar dari akhlak dan perilakunya. Kepada mereka itulah kita bertanya. Jika bertanya kepada sembarang orang, bisa jadi kita semakin tersesat dan tidak menemukan kebenaran. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إِذَا وُسِدَ الأَمْرُ إلى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ
“Apabila suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya” (HR. Bukhari).
Kelima, mengikuti kebenaran yang mayoritas.
Di zaman ini, insya Allah masih banyak orang shalih yang hidup di sekeliling kita. Mereka adalah orang-orang yang senantiasa berpegang teguh kepada kebenaran. Jika ada suatu ajakan tertentu kepada kita, ikutilah pendapat mayoritas orang shalih seperti mereka. Hati-hati dengan pendapat dan dalil aneh yang dikeluarkan oleh segelintir orang dalam beragama. Insya Allah, orang shalih yang banyak itu akan menunjukkan kita kepada kebenaran. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sudah mengingatkan:
إِنَّ أُمَّتِي لاَ تَجْتَمِعُ عَلىَ ضَلَالَةٍ، فَإِذَا رَأَيْتُمُ الْاِخْتِلاَفَ فَعَلَيْكُمْ بِالسَّوَادِ الْأَعْظَمِ، يَعْنِي اَلْحَقُ وَأَهْلُهُ
“Sesungguhnya umatku tidak akan bersatu dalam kesesatan. Maka jika kalian melihat perselisihan, berpeganglah pada as-sawaadul-a’zham yaitu al haq dan ahlul haq” (HR. Ibnu Majah).
Imam Asy-Syathibi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan as-sawaadul-a’zham dalam hadits tersebut adalah jama’ah kaum Muslimin, dan termasuk dalam makna ini para imam mujtahid, para ulama, serta ahli syariah yang mengamalkan ilmunya . Maka ikutilah mereka jika melihat perselisihan atau perbedaan pendapat dalam agama.
Keenam, bergaul dengan masyarakat.
Betapa sering aliran sesat menjadikan orang yang terasing dari masyarakat dan menyendiri dari kaum Muslimin sebagai sasaran mereka. Bahkan, beberapa pihak yang mengatasnamakan anti terorisme juga seringkali menjadikan orang yang terasing seperti ini sebagai korban. Sehingga di antara langkah yang harus diambil untuk menghindarkan diri dari jebakan aliran sesat adalah dengan bergaul bersama masyarakat dan berjama’ah dengan kaum Muslimin. Lebih ideal lagi jika kita mengikuti orgnisasi resmi yang disahkan pemerintah. Semua itu bisa menghindarkan diri kita dari jebakan aliran sesat.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah mengingatkan :
اَلْمُؤْمِنُ الَّذِي يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلىَ أَذَاهُمْ، خَيْرٌ مِّنَ الَّذِي لاَ يُخَالِطُ النَّاسَ وَلاَ يَصْبِرُ عَلىَ أَذَاهُمْ
“Seorang mukmin yang bergaul di tengah masyarakat dan bersabar terhadap gangguan mereka, itu lebih baik dari pada seorang mukmin yang tidak bergaul di tengah masyarakat dan tidak bersabar terhadap gangguan mereka” (HR. At Tirmidzi).
Rasulullah juga mengingatkan seorang Muslim yang menyendiri dan tidak mau bergabung dengan jama’ah kaum Musimin dalam sabdanya:
فَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ، فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِئْبُ مِنَ الْغَنَمِ اْلقَاصِيَةَ
“Hendaklah kalian berjama’ah, karena sesungguhnya serigala itu hanya memakan kambing yang terpisah dari kawanannya.” (HR. Abu Daud).
Ketujuh, senantiasa berdoa agar dikaruniakan hidayah.
Doa adalah senjata seorang mukmin, sekaligus cahaya langit dan bumi. Dengan doa yang khusyu’ dan ikhlas, insya Allah, Allah subhanahu wataala akan menuntun langkah kita menuju jalan yang benar dan menjauhkan kita dari kesesatan.
Di antara doa yang diajarkan adalah :
اللهُمَّ أَرِنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ
“Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami yang benar itu benar dan berikan kami kekuatan untuk mengikutinya, dan tunjukkanlah kami yang batil itu batil dan berikan kami kekuatan untuk menjauhinya”.
Hadirin sidang shalat Jumat yang dirahmati Allah,
Marilah kita berupaya mewujudkan sikap tersebut dalam diri kita. Dan dengan demikian, semoga Allah subhanahu wataala melindungi kita dari segala macam ajakan yang menyesatkan, serta menuntun kita menuju jalan-Nya yang benar, Amiin…
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ لِيُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
يأَيـُّهَا الذين آمنوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ؛
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ* وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ * وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ * وَارْحَمْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اللَّهُمَّ اغْفِرْلَنَا ذُنُوْبَنَا، وَ ذُنُوْبَ وَالِدِيْنَا، وَارْحَمْهُمْ كَمَا رَبَّوْنَا صِغَارًا
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِناَ، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَاناَ الَّتِي فِيهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِي فِيهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَر.
اللَّهُمَّ انْفَعْناَ بِمَا عَلَّمْتَناَ، وَعَلِّمْناَ مَا يَنْفَعُناَ، وَارْزُقْناَ عِلْمًا
الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ، وَنَعُوذُ بِاَللَّهِ مِنْ حَالِ أَهْلِ اَلنَّارِ
رَبَّنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْن
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر
Post a Comment