Minum khamr termasuk dosa besar

Minum khamr termasuk dosa besar

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan, “Dosa besar (الكبائر)” adalah yang di dalamnya terdapat hukuman hadd (hukuman yang jenis dan kadarnya ditentukan berdasarkan ijtihad penguasa kaum muslimin) di dunia dan juga hukuman di akhirat. Seperti zina, mencuri, menuduh wanita baik-baik berzina (qadzaf), maka perbuatan tersebut terdapat hukuman hadd di dunia. Kemudian dosa yang di dalamnya terdapat hukuman di akhirat, yaitu ancaman khusus, semisal dosa yang di dalamnya terdapat murka dan laknat dari Allah, dan juga ancaman neraka. Dijauhkan dari surga, seperti sihir, sumpah palsu, kabur dari perang, durhaka kepada orang tua, persaksian palsu, minum khamr, dan semisalnya. Hal ini berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas dan Sufyan bin ‘Uyainah radhiallahu ‘anhuma, Ahmad bin Hanbal rahimahullah dan ulama lainnya. (Majmu’ Fatawa 11/558) (1)

Oleh karena itu, indikator suatu dosa dikatakan sebagai dosa besar adalah:

1) Ditetapkannya hukum hadd secara syariat bagi pelakunya di dunia.

2) Terdapat ancaman khusus berupa murka dan laknat Allah, dan ancaman neraka.

3) Terdapat ancaman berupa dijauhkan dari surga.

Adanya hukuman hadd kepada peminum khamr

Dalil tentang haramnya khamr sudah sangat banyak, baik di Al-Quran maupun As-Sunnah. Dan ada juga dalil tentang adanya hukuman hadd bagi peminum khamr. Terdapat hadis dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, didatangkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seorang yang telah minum khamr. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lantas mencambuknya dengan pelepah kurma sebanyak kurang lebih empat puluh kali. Dan itulah yang dilakukan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Di masa Umar bin Khattab, beliau radhiallahu ‘anhu meminta saran kepada sahabat, muncul saran dari Abdurrahman bin ‘Auf radhiallahu ‘anhu bahwa jumlah hukuman hadd yang paling ringan adalah delapan puluh cambukan (yaitu, sebagaimana hukuman hadd karena tuduhan zina tanpa bukti). Umar radhiallahu ‘anhu kemudian memerintahkan hal tersebut untuk diterapkan di masanya. (HR. Bukhari no. 6776 dan Muslim no. 1706, terjemahan ini berdasarkan lafal Muslim).

Bentuk hukuman hadd kepada peminum khamr

Minuman yang jika diminum dalam jumlah banyak memabukkan, maka sedikitnya pun haram, baik itu khamr (fermentasi dari anggur), nabidz (fermentasi dari air kurma dan selainnya), dan yang lainnya yang memabukkan. Barangsiapa yang meminumnya dan dia statusnya baligh, berakal, muslim, tidak dipaksa, mengetahui keharamannya, maka harus dikenai hukuman hadd, yaitu empat puluh kali cambukan bagi orang merdeka, dan dua puluh cambukkan bagi budak. Penguasa boleh menambahkan sampai delapan puluh kali cambukan untuk orang merdeka, dan empat puluh kali cambukkan untuk budak.

Meskipun sudah tobat, peminum khamr tetap dihukum

Barangsiapa yang sudah ditetapkan hadd untuknya dan kemudian dia bertobat, maka hukuman hadd tersebut tidaklah gugur. Karena hukuman hadd gugur hanya pada penyamun ketika dia bertobat sebelum ditangkap.

Minum khamr tetap tidak boleh, meskipun untuk pengobatan

Meminum sesuatu yang memabukkan juga tidak diperbolehkan dalam keadaan apapun termasuk dalam hal pengobatan dan sangat kehausan (kecuali dalam keadaan tersedak dan ketika itu hanya ada khamr yang dapat melepaskannya dari sedakan tersebut.) Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau ditanya tentang pengobatan menggunakan khamr,

إنها ليست بدواء, ولكنها داء

Sesungguhnya (khamr) itu bukan obat, melainkan (khamr) itu penyakit.” (HR. Muslim no. 1984)

Jika tidak ada obat yang suci lain; dan jika tidak segera diobati, maka akan membinasakan seseorang; maka berobat dengan khamr diperbolehkan sebatas kadar seperlunya saja. Hal ini sebagaimana hukum berobat dengan sesuatu yang najis karena darurat. (3)

Khamr dan babi sama haramnya, namun level dosanya berbeda

Sebagaimana amal saleh itu bertingkat-tingkat pahalanya, begitu juga kemaksiatan pun bertingkat-tingkat dosanya. Berbeda dengan peminum khamr, tidak ada hukuman hadd secara syariat yang diberlakukan untuk pemakan babi. Sebab pengharaman babi hanyalah karena babi adalah hewan yang kotor (4). Allah Ta’ala berfirman,

فَإِنَّهُ رِجْس

Karena itu kotor.” (QS. Al-An’am: 145)

Dan juga yang terpenting adalah babi diharamkan mutlak oleh syariat, seorang muslim harus taat akan hal itu sebagaimana haramnya khamr. Selain itu, tidak ada dalil yang menyatakan makan babi termasuk dosa besar. Meskipun begitu, hukumnya tetap haram bagi seorang muslim.

Menyedihkan, tidak ada rasa malu dalam berbuat kemaksiatan

Hal yang ingin ditekankan di sini adalah, banyak kaum muslim yang mengira bahwa yang haram bagi seorang muslim hanyalah babi. Banyak yang tercatat di dalam identitasnya sebagai seorang muslim. Akan tetapi, dengan santainya minum khamr meskipun mengklaim mereka tidak makan babi. Bahkan di masakan-masakan tertentu masih banyak yang mengandung khamr dan tetap digunakan meskipun haram dengan dalih, ‘memang seperti itu resep aslinya’ atau ‘jika tidak pakai, tidak enak.’ Ada pula mereka yang minum khamr dengan dalih ‘tidak asik jika tidak kumpul-kumpul tanpa minum’. Bahkan mereka tampakkan maksiat mereka tersebut di sosial media. Tidak ada rasa malu dalam berbuat kemaksiatan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

 إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ

“Jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu.” (HR. Bukhari no. 3484) (5)

Allahul musta’an. Semoga kita dijauhkan dari hal tersebut.

***

Penulis: Triani Pradinaputri

Artikel Muslimah.or.id

Referensi:

  1. https://shamela.ws/book/7289/6003
  2. Al-Maqdisi, Abu Muhammad Abdul Ghaniy bin Abdul Wahid. (wafat 600 H). Cet. 2005. Umdatul Ahkam min Kalami Khairil Anam. Darul Atsar. Shan’a, Yaman.
  3. Al-Mishri, Ibn Naqib, (wafat 869 H). Cet. 2010. Umdatus Salik wa ‘Uddatun Nasik. Dar Ibnu Hazm. Beirut. Lebanon.

Tidak ada komentar