Agar Olahraga Bernilai Ibadah
Agar Olahraga Bernilai Ibadah
Islam adalah agama yang sempurna. Tidaklah ada sebuah kebaikan, kecuali pasti akan diajarkan dan dianjurkan. Allah Ta’ala berfirman mengenai kesempurnaan Islam,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam menjadi agama bagimu.” (QS. Al-Ma’idah: 3)
Allah Ta’ala juga menyampaikan bahwa tidaklah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diutus, kecuali untuk menyampaikan hal-hal baik kepada kita dan melarang perbuatan-perbuatan buruk untuk dilakukan. Allah Ta’ala berfirman,
لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُّبِينٍ
“Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman, ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Ali ‘Imran: 164)
Di antara perkara kebaikan yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah bersyukur atas setiap nikmat yang Allah Ta’ala berikan kepada kita, tidak terkecuali adalah nikmat tubuh dan anggota badan yang Allah berikan kepada kita semenjak kita dilahirkan. Nabi menganjurkan para sahabatnya untuk berolahraga dan menjaga tubuh mereka. Di banyak hadis juga disebutkan bagaimana semangat beliau di dalam menjaga tubuhnya.
Motivasi syariat untuk memiliki tubuh yang sehat dan kuat
Di dalam hadis yang sahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ
“Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah, namun pada masing-masing (dari keduanya) ada kebaikan. Bersemangatlah terhadap hal-hal yang berguna bagimu, mohonlah pertolongan kepada Allah, dan jangan menjadi lemah.” (HR. Muslim no. 2664)
Kekuatan seorang mukmin diperlukan dalam segala bidang kehidupannya, terutama dalam keyakinan dan keimanannya. Kekuatan, kesehatan, dan keselamatan tubuh juga diperlukan untuk menolong dan membantu seorang hamba dalam menjalankan perintah Allah Ta’ala, baik itu dalam melaksanakan salat, puasa, haji, berjihad, ataupun ibadah-ibadah lainnya.
Sementara itu, lemahnya badan dan sakitnya, maka dapat menghalangi dan menghambat kelancaran seorang hamba dalam beribadah. Oleh karena itu, di antara doa yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk dibaca tatkala sedang menjenguk orang sakit adalah doa meminta kesembuhan dan kesehatan yang akan membantu kita di dalam berjalan menuju salat. Beliau bersabda,
إِذَا جَاءَ الرَّجُلُ يَعُودُ مَرِيضًا، فَلْيَقُلْ: اللَّهُمَّ اشْفِ عَبْدَكَ يَنْكَأُ لَكَ عَدُوًّا، أَوْ يَمْشِي لَكَ إِلَى صَلَاةٍ ، وفي روايةٍ : إلى جنازةٍ
“Apabila ada seseorang datang menjenguk orang yang sakit, hendaknya ia mengucapkan (doa),
‘ALLAHUMMASYFI ,’ABDAKA YANKA’U LAKA ‘ADUWWAN AU YAMSYI LAKA ILA SHALATIN.’
(Ya Allah, sembuhkanlah hamba-Mu yang akan mengalahkan musuh-Mu, atau berjalan karena-Mu untuk salat). Di dalam riwayat lain disebutkan, ‘mengantarkan jenazah.’ ” (HR. Abu Dawud no. 3107 dan Ahmad no. 6600)
Allah Ta’ala juga mengisyaratkan pentingnya tubuh yang kuat di dalam hal kepemimpinan dan keunggulan seorang manusia. Allah Ta’ala mengisahkan perihal kisah Nabi Shamuel dengan kaumnya,
وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ اللَّهَ قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوتَ مَلِكًا قَالُوا أَنَّى يَكُونُ لَهُ الْمُلْكُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ أَحَقُّ بِالْمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِنَ الْمَالِ قَالَ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ وَاللَّهُ يُؤْتِي مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Nabi mereka mengatakan kepada mereka, “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.” Mereka menjawab, “Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang dia pun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?” Nabi (mereka) berkata, “Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Mahaluas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 247)
Di dalam Tafsir As-Sa’di disebutkan,
“Mereka mempermasalahkan ketetapan nabi mereka untuk memilih Thalut sebagai raja mereka, padahal (menurut mereka) ada orang yang lebih baik rumahnya dan lebih banyak harta darinya. Nabi mereka menjawab bahwa sesungguhnya Allah telah memilihnya untuk kalian, karena Dia telah mengaruniakan kepadanya kekuatan ilmu tentang siasat (perang) dan kekuatan tubuh, yang mana kedua hal itu merupakan sarana keberanian, kemenangan, dan keahlian dalam mengatur peperangan, dan bahwasanya raja itu tidaklah dengan banyaknya harta, dan tidak juga orang yang menjadi raja itu harus merupakan raja dan pemimpin pula dalam daerah-daerah mereka, karena Allah memberi kerajaan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya.”
Islam menjadikan kesehatan dan kekuatan tubuh sebagai salah satu faktor kemenangan, rasa semangat dalam beribadah, dan keunggulan seorang manusia. Sudah sepantasnya seorang muslim menjaga tubuhnya dengan berolahraga, sehingga dirinya kuat di dalam menajalankan ketaatan kepada Allah Ta’ala.
Semangat Nabi perihal olahraga
Dalam riwayat Bukhari, Salamah bin Al-Akwa’ radhiyallahu ‘anhu salah seorang pendekar dan pejuang dari kalangan sahabat Nabi berkata,
مَرَّ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ علَى نَفَرٍ مِن أَسْلَمَ يَنْتَضِلُونَ، فَقالَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: ارْمُوا بَنِي إسْمَاعِيلَ، فإنَّ أَبَاكُمْ كانَ رَامِيًا ارْمُوا، وأَنَا مع بَنِي فُلَانٍ قالَ: فأمْسَكَ أَحَدُ الفَرِيقَيْنِ بأَيْدِيهِمْ، فَقالَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: ما لَكُمْ لا تَرْمُونَ؟، قالوا: كيفَ نَرْمِي وأَنْتَ معهُمْ؟ قالَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: ارْمُوا فأنَا معكُمْ كُلِّكُمْ.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah lewat di hadapan beberapa orang dari suku Aslam yang sedang berlomba dalam menunjukkan kemahiran memanah, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Memanahlah kaliah wahai Bani Isma’il (keturunan Nabi Ismail), karena sesungguhnya nenek moyang kalian adalah ahli memanah. Memanahlah dan aku ada bersama Bani Fulan.” Salamah berkata, “Lalu, salah satu dari dua kelompok ada yang menahan tangan-tangan mereka (berhenti sejenak berlatih memanah), maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Mengapa kalian tidak terus berlatih memanah?” Mereka menjawab, “Bagaimana kami harus berlatih, sedangkan tuan berpihak kepada mereka?” Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Berlatihlah, karena aku bersama kalian semuanya.” (HR. Bukhari no. 2899)
Di dalam hadis yang lainnya, juga disebutkan bagaimana beliau memotivasi sahabatnya untuk berlomba-lomba dalam berkuda dan memanah. Beliau bersabda,
لاَ سبقَ إلاَّ في خفٍّ أو في حافرٍ أو نصلٍ
“Tidak boleh ada perlombaan berhadiah, kecuali dalam lomba balap unta, berkuda, dan memanah.” (HR. Tirmidzi no. 1700 dan Abu Daud no. 2574)
Beliau juga pernah berlomba lari atau berjalan cepat dengan istrinya Aisyah radhiyallahu anha,
عن عائشةَ، رضيَ اللَّهُ عنها، أنَّها كانَت معَ النَّبيِّ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ في سفَرٍ قالت: فسابقتُهُ فسبقتُهُ على رجليَّ، فلمَّا حَملتُ اللَّحمَ سابقتُهُ فسبقَني فقالَ: هذِهِ بتلكَ السَّبقةِ
Aisyah radhiyallahu ‘anha bercerita bahwasanya ia pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam suatu perjalanan. Ia berkata, “Kemudian aku berlomba dengan beliau, lalu aku mendahului beliau dengan berjalan kaki. Kemudian setelah gemuk, aku berlomba lagi dengan beliau kemudian beliau mendahuluiku.” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ini menggantikan kekalahanku pada perlombaan terdahulu.” (HR. Abu Dawud no. 2578 dan Ibnu Majah no. 1979)
Olahraga merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan rasa syukur kita kepada Allah Ta’ala atas limpahan nikmat kesehatan yang telah Allah berikan, sehingga tubuh kita tetap kuat dan sehat. Setiap anggota tubuh dapat menjalankan fungsinya secara alami, jantung yang bekerja dengan baik, otot yang kuat, tubuh yang lentur, dan sendi-sendi yang kuat untuk menopang setiap aktivitas kita, terutama yang bernilai ketaatan kepada Allah Ta’ala.
Meniatkan olahraga sebagai ibadah
Niat memiliki dampak dan pengaruh yang sangat besar dalam sebuah amalan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Amalan-amalan itu tergantung pada niatnya. Dan setiap orang itu hanyalah akan dibalas berdasarkan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari no. 1)
Niat yang benar dan tepat akan menjadikan hal-hal yang bernilai mubah menjadi ibadah. Begitu pula dalam berolahraga, saat seorang hamba meniatkannya sebagai sarana untuk menguatkan tubuh dalam beribadah sehingga lebih kuat dalam menjalankan salat malam, lebih kuat saat berhaji, lebih matang dan siap apabila diperlukan untuk berperang, maka sejatinya semua itu bernilai ibadah dan mendapatkan ganjaran dari Allah Ta’ala. Hal ini sejalan dengan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tatkala ada sekelompok sahabat berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
”Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah pergi membawa pahala-pahala mereka. Mereka salat sebagaimana kami salat, mereka berpuasa sebagaimana kami juga berpuasa, dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka (sedangkan kami tidak bisa bersedekah).”
Mendengar hal tersebut Rasulullah bersabda,
أَوَلَيْسَ قَدْجَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَاتَصَدَّقُوْنَ, إِنّ َبِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةً, وَكُلِّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةً, وَكُلِّ تَحْمِيْدَةٍ صَدَقَةً, وَكُلَّ تَهْلِيْلَةٍ صَدَقَةً, وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوْفِ صَدَقَةً, وَنَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةً, وَفِيْ بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةً), قَالُوا:يَارَسُوْلَ اللَّهِ أَيَأْتِيْ أَحَدُنَاشَهْوَتَهُ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهَا أَجْرٌ؟, قَالَ:(أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِيْ حَرَامٍ, أَكَانَ عَلَيْهِ فِيْهَا وِزْرٌ؟ فَكَذَالِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِيْ الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ
“Bukankah Allah telah menjadikan buat kalian sesuatu untuk kalian bisa bersedekah dengannya? Sesungguhnya setiap tasbih itu adalah sedekah, dan setiap takbir itu adalah sedekah, dan setiap tahmid itu adalah sedekah, dan setiap tahlil itu adalah sedekah, memerintahkan kepada hal yang makruf itu adalah sedekah, mencegah dari hal yang mungkar itu adalah sedekah, bahkan dalam kemaluan kalian itu juga terdapat sedekah.”
Mereka berkata, ”Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, apakah salah seorang dari kami jika menyalurkan syahwatnya (dengan benar) dia akan mendapatkan pahala?” Beliau bersabda, ”Bagaimana pendapat kalian jika disalurkan pada yang haram, bukankah dia berdosa? Maka, demikian pula, kalau disalurkan pada yang halal tentu dia memperoleh pahala.” (HR. Muslim no. 1006)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa setiap sesuatu yang dilakukan untuk tujuan kebaikan, maka akan mendapatkan ganjaran pahala dari Allah Ta’ala. Begitu pula halnya dalam berolahraga, jika kita niatkan untuk menguatkan tubuh kita sehingga semakin semangat dalam beribadah, semakin kuat di dalam melakukan kebaikan, dan membuat kita semakin panjang di dalam melaksanakan salat malam, maka semuanya akan diberi ganjaran oleh Allah Ta’ala.
Perlu kiranya untuk kita ketahui bersama bahwa di dalam berolahraga, agar bernilai pahala di sisi Allah Ta’ala, maka harus mengikuti rambu-rambu syariat yang ada, memperhatikan adab-adab umum yang berlaku di dalam syariat ini. Berikut ini adalah beberapa adab yang perlu untuk kita ketahui dalam berolahraga.
Adab-adab dalam berolahraga
Pertama: Berpakaian sopan ketika berolahraga
Tidak menggunakan pakaian yang ketat, tembus pandang, dan membuka aurat dalam berolahraga, terutama bagi seorang wanita.
Kedua: Hendaknya olahraga tersebut tidak mengganggu pelaksanaan ibadah pada waktunya
Olahraga yang kita lakukan hendaknya tidak melalaikan kita dari perkara-perkara wajib, terutama melaksanakan salat lima waktu pada waktunya. Karena hukum asal ibadah adalah mubah, sedangkan hukum salat pada waktunya adalah wajib. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
“Sesungguhnya salat itu adalah fardu (kewajiban) yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa’: 103)
Ketiga: Tidak ikhtilat atau bercampur baur dengan lawan jenis saat berolahraga
Larangan ikhtilat berlaku di semua tempat, termasuk juga di tempat olahraga. Lihatlah bagaimana usaha Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mencegah terjadinya ikhtilat “campur baur” di antara para sahabatnya. Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha mengisahkan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَلَّمَ قَامَ النِّسَاءُ حِينَ يَقْضِي تَسْلِيمَهُ وَمَكَثَ يَسِيرًا قَبْلَ أَنْ يَقُومَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, jika beliau salam (selesai salat), maka kaum wanita segera bangkit saat beliau selesai salam, lalu beliau diam sebentar sebelum bangun.” (HR. Bukhari no. 837)
Ibnu Syihab Az-Zuhri salah satu perawi hadis ini berkata,
فَأُرَى وَاللَّهُ أَعْلَمُ أَنَّ مُكْثَهُ لِكَيْ يَنْفُذَ النِّسَاءُ قَبْلَ أَنْ يُدْرِكَهُنَّ مَنْ انْصَرَفَ مِنْ الْقَوْم
“Saya berpendapat bahwa diamnya beliau adalah agar kaum wanita sudah habis, sebelum disusul oleh jemaah laki-laki yang hendak keluar masjid.”
Keempat: Tidak mengganggu ataupun menyakiti makhluk Allah dalam kegiatan olahraganya
Baik itu menyakiti manusia lainnya ataupun hewan, seperti menjadikan burung sebagai sasaran latihan memanah, atau menyiksa hewan tunggangan, atau menghinakan burung dan hewan lainnya untuk tujuan hiburan seperti adu banteng, misalnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
“Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain.” (HR. Ibnu Majah no. 1909)
Semoga Allah senantiasa menjaga kesehatan tubuh kita dan memberikan rasa semangat untuk berolahraga kepada kita semua.
***
Post a Comment