Sahabatku! Apabila Allah SWT. Telah memberikan kepada kalian sifat Qana’ah dan tawadhu’, bersyukurlah kepada-Nya sebanyak-banyaknya, dan tetap mawas dirilah kepada-Nya dalam hal makanan yang dengannya kamu merasa puas itu. Kemudian, selalu berusahalah mencari yang terhalal dan terbaik selama kalian mampu menemukan jalannya. Hal demikian supaya lebih memudahkan untuk hisab kalian, dan supaya menyempurnakan untukmu kebaikan akhirat melalui baiknya usaha tersebut, sebagaimana engkau bersegera dengan sikap qana’ah kepada ketenangan hati di dunia.
Ketahuilah, tidak diragukan lagi, sesungguhnya barang yang halal itu sudah lama menjadi langka, dan kita selalu berada dalam syubhat yang di situ bercampur baur antara yang haram dan yang batil! Terlebih lagi terhadap syubhat yangsamar! Tetapi, hal itu sudah lumrah dan sering kita kerjakan, sehingga kita sadar kapan orang seperti kita mempu menjadi wara’? Atau kapan amal perbuatan kita menjadi jernih, sedangkan diri kita selalu penuh dengan syahwat, dan senantiasa memakai perhiasan yang syubhat?
Telah sampai kepada kami bahwa di antara ahli ilmu ada yang mengatakan: “Pada hari kiamat kelak Allah akan membangkitkan sekelompok orang dari kuburan mereka, yang menyebarkan bau yang lebih menyengat daripada bau bangkai, yaitu mereka yang berfoya-foya dengan kelebihan harta yang didapatkan dari yang syubhat.” Ahli ilmu ini berkomentar, “Demi Allah, di antara mereka adalah aku.”
Saudaraku, seorang alim yang selalu takut semacam ini, masih demikian cara memandang jiwanya dan keprihatinannya terhadap barang-barang syubhat! Maka, bandingkanlah olehmu, bagaimana menurut pandanganmu, orang-orang seperti kita yang timbul tenggelam dalam kubangan dunia, syahwat, syubhat bahkan lebih kotor dari pada itu? Karena itu, ingat! Mawas dirilah kepada Allah dan bersikap wara’-lah dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sesungguhnya, tegaknya Agama adalah dengan sikap WARA’. Telah sampai kepadaku bahwa ibadah itu ada tujuh puluh bagian, yang paling utama di antaranya ialah berusaha mendapatkan yang halal. Deceritakan bahwa orang mencari makanan dari barang yang halal bagaikan orang berperang di jalan Allah SWT.
Ketahuilah, sesungguhnya banyak beribadah tapi dibarengi dengan makanan yang kotor, tidak ada jaminan bahwa ibadah tersebut tidak menjadi sia-sia. Seorang sahabat mengatakan, ”Apabila baik usaha seseorangdalam mencari nafkah, akan bersihlah perbuatan, kemudian akan dikembalikan lagi sehingga dapat diketahui (hasilnya.” Lalu diceritakan oleh salah seorang tokoh, bahwa setan berkata “ “Hanya satu bagian yang aku inginkan dari anak manusia, kemudian setelah itu aku biarkan antara dia dan antara apa yang ia kehendaki dalam berbuat ibadah, yaitu aku jadikan usahanya dari jalan yang tidak halal. Maka jika ia beristri, ia lakukan dengan cara yang haram, jika ia berbuka puasa, ia berbuka di atas yang haram, dan jika ia menunaikan ibadah haji, ini pun ia lakukan atas dasar hal yang haram.”
Oleh karena itu, saudara-saudaraku, berhati-hatilah dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan. Takutlah kepada Allah terhadap hal yang haram agar kamu tidak mendekatinya, dan waspadalah terhadap unsur syubhat. Sesungguhnya di kalangan salaf ash-shalih dahulu, di antara mereka ada yang sampai menginggalkan tujuh puluh pintu halal karena khawatir akan memasuki satu di antara pintu-pintu yang haram. Oleh karena itu, waspadalah terhadap syubhat, baik yang diyakini paling halal, paling ringan, paling sedikit, dan paling aman, Sebab, telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah saw. Bersabda: “Yang halal itu nyata dan yang haram pun nyata, sedang di antara keduanya adalah syubhat yang tidak ddisadari oleh sebagian besar orang apakah termasuk yang halal atau termasuk haram.”
Rasulullah saw. Juga bersabda: “Siapa yang berani bermain api dalam syubhat, hampir saja ia jatuh ke dalam lingkaran haram.”
Sahabatku! Berpindah-pindahlah dalam berusaha mencari nafkah dari satu kondisi kepada kondisi yang lain, dari satu profesi kepada profesi yang lain yang lebih menjamin keselamatan dari satu usaha kepada usaha yang lain yang lebih cocok agar kamu benar-benar mengerjakan ketakwaan dan betul-betul mencari yang halal. Waspadalah dalam usahamu terhadap berbagai jenis riba karena riba itu ada sekitar tujuh puluh bagian, bahkan lebih. Hindarilah perbuatan khianat, keji, curang, bohong, sumpah palsu dan sanjungan. Dan hati-hatilah untuk dirimu, sesungguhnya indikator taqwa terdapat dalam sikap wara’, dan dengan wara’ itulah akan dikenali orang-orang yang bertakwa. Telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah saw. Bersabda: “Orang yang menipu seorang Muslim bukan termasuk golongan kami.”
(Muslim, Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
Sabdanya lagi: “Celaka dan celakalah orang yang menghalalkan hal yang haram dan syubhat dengan syahwat.”
Saudara-saudaraku, berhati-hatilah terhadap Allah, karena merasa ridha dengan yang sedikit dan mendapatkan kemenangan yang besar lebih utama daripada harta yang melimpah yang disertai dengan hisab yang sangat teliti dan siksa yang pedih.
Post a Comment