Kisah
Kisah
Ada seseorang perempuan keluar rumah dengan tujuan untuk memperoleh pelajaran islam dari Nabi S.A.W bersama para sahabat lain. Di pertengahan ada seorang lelaki yang masih muda melihatnya,
”Kalau kamu benar-benar cinta kepada Rasulullah aku minta supaya engkau membuka cadarmu, agar aku bisa melihat wajahmu”.
Manakala anak muda itu bersumpah-sumpah demi kecintaan perempuan itu kepada Rasulullah S.A.W, maka perempuan itu tadi membuka cadarnya, Anak muda itu dapat melihat dengan jelas wajahnya.
Setelah kembali dari pelajaran agama, perempuan itu tadi memberi tahu pada suaminya tentang peristiwa yang di alaminya bersama seorang pemuda, ketika suaminya mendengar penuturan cerita istrinya maka hatinya bimbang:”Hal itu perlu di uji kebenarannya. Agar aku puas dan jelas persoalannya”.
Lalu suami perempuan itu membuat perapian yang sangat besar dimasukkan kedalam tungku. Tungku itu biasanya di gunakan untuk memasak roti, yang menyerupai sebuah kentongan. Suami perempuan itu menunggu beberapa saat agar api membesar.
Begitu istrinya mendengar suaminya bersumpahyang meminta dirinya agar masuk kedalam tungku yang membara, tanpa ragu ia masuk kedalamnya. Ia tidak memperdulikan lagi nyawanya demi kecintaannya kepada Rasulullah S.A.W.
Manakala suami perempuan itu melihat isterinya benar benar masuk kedalam tungku dan lenyap di selimuti jilatan api, timbullah penyesalan di dalam hatinya. ia menyadari behwa apa yang di katakan itu benar, maka suami perempuan itu tadi menghadap Rasulullah S.A.W. Ia menceritakan kejadian yang berlangsung. Nabi S.A.W bersabda:”kembalilah. Bongkarlah tungku itu”. Ia segera kembali dan membongkar tungku itu yang masih padas, ternyata di balik tungku itu ia menemukan istriny a dalamkeadaan selamat tanpa kurang suatu apapun. Hanya sekujur tubuhnya basah oleh keringatnya sendiri, bagaikan orang yang sedang mandi air panas.
Wahai Allah, Jadikanlah kebaikan kepada kami, keluarga kami, anak cucu kami dan segenap kaum muslimin. Segala puji bagi-Mu ya Allah, Tuhan semesta Alam. Segala puji bagi Allah, Dzat yang telah menyempurnakan berbagai kebaikkan dengan nikmat-Nya, dan dengan anugerah-Nya kita berbahagia memperoleh syorga.
Shalawat dan salam selalu terlimpahkan kepada junjungan Kita Nabi Muhammad S.A.W, dan semoga terlimpahkan pula kapada keluarga, sahabat, dan istri-istrinya selama masih ada langit dan bumi.
Segala puji bagi Allah sendiri-Nya. Tidak ada daya dan kekuatan selain dengan daya dan kekuatan Allah Yang Maha Tinggi lagi Besar. Cukuplah Allah menjadi penolong kita dan memberi kenikmatan kepada kita....... . Amiin
Tema pernikahan atau membentuk rumah tangga islami adalah masalah yang selalu hangat dibicarakan dan bahkan harus dibicarakan! Tentunya jangan hanya dibicarakan dan difikirkan tapi di laksanakan .... InsyaAllah.
Dalam Islam pernikahan itu mempunyai nilai yang sangat suci, agung dan sakral. Ijab kabul sebagai transaksi pernikahan merupakan ucapan yang ringan dilafalkan tapi berat sekali tanggung jawabnya. Allah sendiri menyebut ijab kabul itu sebagai ikatan yang kuat/kokoh (Mitsaqon Gholizho).
Dalam Alqu an Allah hanya dua kali menggunakan istilah perjanjian yang kuat ini, pertama untuk pernikahan dan kedua untuk perjanjian dengan bani Israil (di masa Nabi Musa As):
Setelah Ijab Kabul terucapkan, maka konsekwensinya:
Halal lah apa yang tadinya haram. Jangankan berpegang-pegangan, saling pandang-pandangan saja sebelum menikah antara 2 jenis kelamin dilarang oleh Islam. Tapi setelah ijab kabul, maka lenyaplah tabir tsb.
Terjadilah pemindahan tanggung jawab seorang wanita dari orang tua/wali ke suaminya. Sebelum menikah segala tanggung jawab seorang anak terletak di pundak Ayahnya, setelah menikah maka kewajiban tsb berpindah ke suami. Suami harus memenuhi segala kebutuhan lahir bathin istri. Suami yang akan di minta pertanggung jawabannya di akhirat kelak bagaimana ia mendidik istri dan anak-anaknya. Seperti Hadist yang diriwayatkan oleh Hakim: Manusia yang paling besar tanggung jawabnya kepada wanita ialah suaminya.
Keihlasan seorang wanita dipimpin oleh suami dan taat pada suami."Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka. Sebab itu maka Wanita yang saleh, ialah yang ta'at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).
Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi S.A.W beliau bersabda, seandainya aku boleh menyuruh orang untuk bersujud kepada seseorang, niscaya aku menyuruh seorang istri bersujud kepada suaminya. (HR Turmudzi). Dari Ummu Salamah ra. Berkata, Roaulullah bersabda: setiap istri yang meninggal dunia sedangkan suaminya meredhoinya, niscaya ia masuk surga (HR Turmudzi)
Pernikahan dalam rangka membentuk rumah tangga yang islami merupakan basis penting dalam perjalanan pembangunan ummat. Rumah tanga merupakan organisasi terkecil yang bisa menjadi gambaran mikrokondisi sebuah masyarakat.Ia juga merupakan pijakan kedua setelah pembinaan individu muslim, dan wadah praktis untuk pengamalan-pengalaman syariat Islam secara berkelompok dan terorganisasi.
Fungsi-fungsi dalam rumah tangga yang teratur dan terstruktur rapi disertai semangat amanah dan tanggung jawab masing-masing anggotanya akan menciptakan kondisi yang tentram dan di ridhai Allah S.W.T. Jika suami sebagai qawwam (pemimpin) dan istri sebagai ribatul bait (pengatur ) rumah tangga menyadari amanat tsb akan dipertanggung jawabkan di akhirat, maka kecermelangan rumah tangga yang samara (sakinah, mawaddah, rahmah) menjadi niscaya adanya..
Mawaddah dalam ayat diatas lebih berkonotasi ke fisik, tidak hanya masalah kecantikan istri, ketampanan suami, kemolekan tubuh, tapi juga menyangkut tingkat sosial, ekonomi, pendidikan dan peradaban. Karena Islam juga memandang faktor ke-sekufu-an (selevel) merupakan salah satu faktor kebahagiaan rumah tangga.
Semakin jauh perbedaan latar belakang kesekufuan ini akan sering terjadi culture schok yang dapat menimbulkan perselisihan/percekcokan. Tapi bukan berarti Islam melarang pernikahan antar si kaya dengan si miskin. Dalam sejarah sahabat, hal ini terjadi pada kasus pernikahan sahabiyah Zainab dengan Zaid yang Allah abadikan di dalam surat Al Ahzab (33) ayat 37.
Sedangkan Rahmah pada surat Ar Rum 21 diatas, adalah faktor kasih sayang yang bersifat batiniyah, menyangkut kepahaman terhadap Dien (agama), keimanan, akhlak, selera dan ideologi. Dan faktor-faktor ini sangat penting.
Pilihlah yang utama berdasarkan Diennya. Seperti hadist yang telah ita sering dengar: Wanita itu dinikahi karena 4 perkara: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan Dien nya. Maka dapatkan lah wanita yang memiliki Dien (H.R Bukhari).
Bagaimana kita "menilai" calon pasangan agar bisa diketahui apakah pas secara mawaddah dan cocok secara rahmah? .... ini yang penting yak ... :)
Saat ini masih banyak muslim melakukan taaruf (perkenalan) dalam rangka penilaian calon pasangannya itu dengan cara budaya yang non-Islami:
BERPACARAN. Mungkin dengan pacaran akan diperoleh data-data yang diperlukan, tapi karena ini bukan dari Islam, maka harus dihindari, dan biasanya dalam masa berpacaran tsb, yang ditampilkan oleh masing-masing adalah sifat ya ng baik-baiknya saja. Banyak kejadian (apalagi di Jerman) dua orang yang telah bertahun-tahun berpacaran, tapi setelah menikah beberapa saat kemudian bercerai dengan alasan tidak cocok.. Jadi bagaimana yang islami? ...... hmmmmm ..... ;)
Ayat ini dikhususkan oleh orang-orang yang telah menikah. Nikahkanlah .....berarti disini Allah sedang berbicara kepada orang-orang yang telah menikah.
Dan mereka ini merupakan mediator untuk menciptakan media taaruf yang islami. Di masa tempo doeloe, antar orang tua telah saling menpersiapkan diri untuk saling menjodohkan anak-anaknya. Pada jaman sekarang cara tsb akan dianggap kolot, feodal dan menghalangi kebebasan.
Sebenarnya ketidak cocokan ini karena adanya kesenjangan pemahaman, bila pihak orang tua maupun anak ada keterbukaan, dan anak didik oleh orang tua dengan nilai-nilai Islam sejak awal, maka anak akan percaya penuh terhadap pilihan orang tua. Selain orang tua, guru ngaji atau teman yang dapat dipercaya yang berakhlak baik dan sudah menikah dapat sebagai mediator.
Dalam ayat diatas Allah telah memilihkan wanita-wanita yang baik untuk laki- laki yang baik, oleh sebab itu bagi yang ingin cepat menikah, maka harus meningkatkan terus nilai keimanannya agar mendapatkan sesuai dengan kualitas dirinya. Itu janji Allah. Sekian dulu dari salah, kalau ada salah kata saya mohon ampun kepada Allah dan minta maaf pada rekan semua.
Pada tazkiroh pekan lalu telah disampaikan pengantar mengenai pernikahan ditinjau oleh sudut pandang Islam. Sebelum kita meminta "mediator" untuk mencarikan pasangan hidup kita, cobalah kita renungkan pertanyaan berikut: Rumah tangga macam apa yang akan kita bangun?
Di bawah ini ada beberapa contoh rumah tangga yang ada di sekitar kita (bisa ditambahkan lagi dan silakan dipilih mana yang cocok) :
RUMAH TANGGA BISNIS
RUMAH TANGA "BARAK"
RUMAH TANGGA "ARENA TINJU"
RUMAH TANGGA ISLAMI
Pada awal dibinanya rumah tangga ini telah dihitung-hitung berapa keuntungan materi yang akan diperoleh, bila aku menikah dengan si fulan, berapa tabunganku akan bertambah saat menikah dan setelah menikah. Apa pasanganku nanti dapat menambah hartaku atau malah akan mengurangi. Dan bila kami nanti punya anak, berapa anak yang kira-kira dapat menguntungkan usaha yang kami jalankan saat ini dst. Rumah tangga seperti ini banyak sekali ditemukan di negara Barat yang hanya berfikir pada materi.
Yang terdengar dari rumah tangga ini hanya perintah-perintah atau komando-komando layaknya jendral kepada kopralnya. Bila si kopral tidak melaksanakan atau lalai menjalankan tugas, maka konsekwensinya adalah hukuman, baik berupa umpatan atau bahkan pukulan. Di sini tidak ada suasana dialogis yang mesra, anggota keluarga yang berperan sbg kopral, selalu merasa tertekan dan takut bila ada sang jendral di rumah, dan selalu berdoa dan berharap agar sang jendral segera berlalu keluar rumah.
Bila suami dan istri merasa memiliki derajat, kekuatan dan posisi yang setara serta pendapatnya lah yang benar dan harus terlaksana. Bila ada perbedaan dan salah faham sedikit saja, maka digelarlah "pertandingan" yang dapat berupa, baku cekcok, baku hantam atau baku UFO (piring terbang).
Masing-masing berusaha membuat KO lawannya dengan berbagai taktik. Tidak ada kata damai sebelum salah satunya menyerah.
Didalamnya ditegakkan adab-adab Islam, baik individu maupun seluruh anggota. Mereka berkumpul dan mencintai karena Allah, saling menasehati kejalan yang maruf dan mencegah dari kemunkaran. Setiap anggota betah tinggal didalamnya karena kesejukan iman dan kekayaan ruhani. Rumah tangga yang menjadi panutan dan dambaan ummat yang didalamnya selalu ditemukan suasana sakinah, mawaddah dan rahmah. Merupakan surga dunia, seperti yang sering kita dengar, Rasul pernah bersabda : Baiti jannati! Rumahku adalah surgaku. Rumah yang dimaksud di sini tentunya bukan bangunan fisiknya yang bak istana dengan taman yang luas dan kolam renangnya, tapi rumah disini adalah rumah tangga "ruh" dari rumah tsb.
DIDIRIKAN ATAS DASAR IBADAH
(MENYELURUH) TERJADI INTERNALISASI NILAI ISLAM SECARA KAFFAH
TERDAPAT QUDWAH (KETELADANAN) QUDWAH (KETELADANAN) SUAMI ATAU ISTRI YANG DAPAT DICONTOH OLEH ANAK-ANAK
ADANYA PEMBAGIAN TUGAS YANG SESUAI DENGAN SYARIAT
TERCUKUPNYA KEBUTUHAN MATERI SECARA WAJAR
MENGHINDARI HAL-HAL YANG TIDAK ISLAMI
BERPERAN DALAM PEMBINAAN MASYARAKAT
Rumah tangga didirikan dalam rangka ibadah kepada Allah, dari proses pemilihan jodoh, pernikahan (akad nikah, walimah) sampai membina rumah tangga jauh dari unsur kemaksiatan atau yang tidak islami.
Sebagaimana tugas kita di muka bumi ini yang hanya untuk mengabdi/beribadah kepada Allah, maka pernikahan ini pun harus diniatkan dalam rangka tsb. Beberapa contoh yang tidak islami, pemilihan jodoh tidak berdasarkan Diennya (agamanya), Proses berpacaran, pemilihan hari "baik" untuk acara pernikahan, sebelum akad nikah ada acara widodareni atau mandi air kembang dan dalam acara walimahan ada upacara (adat) injak telur dan buang-buang beras (S.A.Weran).
Dalam rumah tangga islami segala adab-adab islam dipelajari dan dipraktekan sebagai filter bagi penyakit moral di era globalisasi ini. Suami bertanggung jawab terhadap perkembangan pengetahuan keislaman dari istri, dan bersama-sama menyusun program bagi pendidikan anak- anaknya. Saling tolong-menolong dan saling mengingatkan untuk meningkatkan kefahaman dan praktek ibadah. Oleh sebab itu suami dan istri seharusnya memiliki pengetahuan yang cukup memadai tentang Islam.
Setiap hendak keluar atau masuk rumah anggota keluarga membiasakan mengucapkan salam dan mencium tangan, merupakan contoh yang akan membekas pada anak-anak sehingga mereka tidak canggung mengucapkan salam ketika telah dewasa. Bagaimana mungkin anak akan menegakkan sholat diawal waktu, sementara orang tuanya asik melihat TV pada saat azan berkumandang (ini contoh yang buruk).
Keluarga islami merupakan contoh teladan di lingkungannya, selalu nilai- nilai positif saja yang terlontar dari para tetangganya bila membicarakan rumah tangga ini. Hal ini bisa terjadi bila adanya contoh-contoh yang islami dilakukan serta silaturahmi ke tetangga yang intensif.
Islam memberikan hak dan kewajiban masing-masing bagi anggota keluarga secara tepat dan manusiawi. Seperti yang tercantumkan dalam
Firman Allah:
Suami atau istri harus faham apa kewajiban dan haq nya, sehingga tidak terjadi pertengkaran karena masing-masing hanya menuntut haknya
terpenuhi tanpa melakukan kewajibannya. Islam telah mengatur keseimbangan haq dan kewajiban ini, apa yang menjadi kewajiban suami adalah haq istri, dan begitu pula sebaliknya. Kewajiban suami tidak bisa dilakukan secara optimal oleh istri, begitu pula sebaliknya.
Suami harus membiayai kelangsungan kebutuhan materi keluarganya, karena itu salah satu tugas utamanya. Seperti yang tercantum dalam Al Quran surat Al Baqarah 233:...... Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf.
Banyak kegiatan atau barang-barang yang tidak islami harus disingkirkan dari dalam rumah, misalnya penghormatan kepada benda-benda keramat, memajang patung-patung, memasukkan ke rumah majalah/koran/Video atau saluran internet dan TV (ini yang susah) yang tidak islami, bergambar mesum dan adegan kekerasan, memperdengarkan lagu-lagu yang tidak menambah keimanan.
Keluarga islami harus memberikan kontribusi yang cukup bagi perbaikan masyarakat sekitarnya : "Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Rabbmu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. 16:125)
Kita tidak bisa hidup sendirian terpisah dari masyarakat. Betapapun taatnya keluarga tersebut terhadap norma-norma ilahiyah, apabila sekitar lingkungannya tidak mendukung, pelarutan nilai akan lebih mudah terjadi, terutama pada anak-anak. Oleh sebab itu setiap anggota keluarga islami diharuskan memiliki semangat berdawah yang tinggi, sesuai dengan profesi utama setiap muslim adalah dai.
Suami harus dapat mengatur waktu yang seimbangan untuk Allah S.W.T (ibadah ritual), untuk Keluarga (mendidik keluarga serta bercengkrama bersama istri dan anak-anak), waktu untuk ummat (mengisi ceramah, mendatangi pengajian, menjadi pengurus mesjid, panitia kegiatan keislaman) dan waktu mencari nafkah. Begitu pula dengan istri harus diberi kesempatan untuk bekiprah di jalan dawah ini memperbaiki muslimah disekitarnya.
Bila pemahaman keislaman antara suami dan istri sekufu, maka tenaga untuk melakukan manuver dawah keluar akan lebih banyak, karena suami tidak perlu menyediakan waktu yang terlalu banyak untuk mengajari istrinya. Begitu pula istri mendukung dan memperlancar tugas suami dengan ikhlas.
Kita dapat membaca sebagai referensi rumah tangga islami yang telah di contohkan oleh Rosul S.A.W dan para sahabatnya. Masih banyak yang harus kita pelajari !
Sekian dulu, semoga ada manfaatnya terutama buat diri saya yang lemah ini. Kalau ada kata yang salah, mohon di maafkan
Post a Comment