Menghitung Nikmat Alloh
Menghitung Nikmat Alloh
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا وَرَسُوْلِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى ا للهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَتَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ
Mukadimah
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang telah menganugerahkan kepada kita nikmat dan karunia-Nya yang tak terhitung banyaknya.
Terutama nikmat hidayah iman dan Islam, serta nikmat kehidupan, kesehatan dan keamanan. Dengan rahmat Allah tersebut, kita bisa melaksanakan salah satu kewajiban sebagai seorang Muslim yaitu shalat Jumat di masjid yang diberkahi ini dengan mudah, aman dan nyaman.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi yang mulia, Muhammad ﷺ yang telah menyampaikan risalah, menunaikan amanah dan menasehati umat, serta berjihad dengan jihad yang sebenar-benarnya.
Juga kepada para keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang senantiasa mengikuti sunnah beliau ﷺ dengan penuh keikhlasan dan kesabaran hingga akhir zaman.
Tak lupa kami wasiatkan kepada diri kami sendiri dan kepada Jamaah Shalat Jumat sekalian agar senantiasa berusaha meningkatkan takwa kita kepada Allah Ta’ala.
Carannya dengan senantiasa berusaha meningkatkan kualitas pelaksanaan perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala semaksimal kemampuan yang kita miliki dan menjauhi segala larangan-Nya di mana pun kita berada dan dalam posisi apa pun diri kita.
Hendaklah kita terus memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala untuk senantiasa bisa mengingat-Nya, bersyukur kepada-Nya dan beribadah kepada-Nya dengan sebaik-baiknya.
Nikmat Allah Tidak Terhitung
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Ibrahim ayat 34,
وَاٰتٰىكُمْ مِّنْ كُلِّ مَا سَاَلْتُمُوْهُۗ وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَاۗ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَظَلُوْمٌ كَفَّارٌ ࣖ – ٣٤
Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).
kemudian Allah Ta’ala juga berfirman senada dengan ayat ini dalam surat An-Nahl: 18
وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَا ۗاِنَّ اللّٰهَ لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ – ١٨
Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Dari dua ayat yang mulia ini sebenarnya banyak faidah ilmu yang bisa diambil. Syaikh Bakar al-Bu’dani berhasil menyimpulkan 28 poin pelajaran yang terkandung dalam kedua ayat tersebut.
Namun, dalam kesempatan ini kami hanya akan menyampaikan sebagian saja karena tema utamanya bukan masalah ini. Di antara pelajaran terpenting dari ayat tersebut adalah:
- Segala jenis nikmat itu secara keseluruhan hanya berasal dari Allah Ta’ala dan tidak ada yang bersumber dari yang lain.
- Allah Ta’ala telah menyempurnakan nikmat-nikmat tersebut bagi seluruh makhluk-Nya dan hamba-Nya secara lahir dan batin.
- Tidak ada cara apa pun yang bisa digunakan untuk memeriksa secara teliti jenis-jenis nikmat Allah ini.
- Tidak ada seorang pun yang bisa menghitung nikmat – nikmat ini kecuali Allah Ta’ala karena begitu banyaknya dan ketidaktahuan manusia atas semua nikmat tersebut.
- Nikmat merupakan bagian dari ihsan atau kebaikan. Dan kebaikan Allah Ta’ala itu mencakup kepada orang yang taat maupun durhaka, orang mukmin dan orang kafir. Namun untuk kebaikan yang bersifat mutlak maka ia hanyalah bagi orang-orang yang bertakwa dan berbuat kebaikan.
- Peringatan agar bersyukur terhadap nikmat dan menjelaskan tentang pentingnya syukur karena ia merupakan sebab terbesar berkelanjutannya nikmat tersebut.
- Celaan terhadap manusia yang kufur nikmat dan tidak bersyukur.
- Dorongan agar bersyukur kepada Allah Ta’ala atas nikmat-Nya yang tak terhingga jumlahnya.[i]
Nikmat Allah yang Sering Dilalaikan:
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Dari nikmat Allah Ta’ala yang tak tehingga jumlahnya tersebut, ada sejumlah kecil nikmat yang sering kali terabaikan oleh umat manusia bahkan oleh kaum Muslimin sendiri.
Akibatnya, sikap syukur terhadap nikat-nikmat tersebut kurang memadai atau bahkan malah sampai pada taraf tidak bersyukur sama sekali.
Di antaranya adalah:
1. Nikmat Ibadah
Ibadah, apa pun bentuknya, merupakan nikmat yang agung dari Allah Ta’ala kepada hamba-Nya yang beriman. Namun banyak orang tidak menyadarinya.
Ketika seorang Muslim mendapatkan rezeki berupa berhasil menjual barang dagangannya dengan omzet miliaran rupiah per tahunnya, atau berhasil meraih jabatan strategis di perusahaan atau pemerintahan, dia merasa itulah nikmat dan karunia yang besar dari Allah.
Namun ketika seorang Muslim bisa hadir ke masjid saat adzan shubuh berkumandang, lalu melaksanakan shalat sunnah sebelum shalat shalat wajib shubuh dan dilanjutkan dengan melaksanakan shalat shubuh secara berjamaah, dia tidak merasa itu sebuah nikmat yang besar dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Akibatnya, ketika tidak bisa bangun pagi untuk shalat shubuh berjamaah di masjid dan tidak menunaikan shalat sunnah sebelum shalat shubuh, dia tidak merasa kehilangan nikmat yang sangat besar, karunia yang sangat agung, yang lebih besar dari dunia ini berikut segala kandungan yang ada di dalamnya.
Dalam sebuah hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
”Dua raka’at fajar (shalat sunnah sebelum shubuh) lebih baik dari dunia dan seisinya.” [Hadits riwayat Muslim no. 725]
Sedangkan keutamaan shalat shubuh berjamaah lebih besar lagi. Dari ‘Umaroh bin Ruaibah, Nabi ﷺ bersabda,
لَنْ يَلِجَ النَّارَ أَحَدٌ صَلَّى قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا
”Tidak akan masuk neraka orang yang shalat sebelum terbitnya matahari (yaitu shalat shubuh) dan sebelum tenggelamnya matahari (yaitu shalat ashar).” [Hadits riwayat Muslim no. 634]
Orang yang memperhatikan shalat shubuh saat orang nyenyak tidur, dan shalat ashar saat orang sibuk bekerja, tentu akan lebih menjaga shalat-shalat yang lain.
Saat seseorang sudah masuk ke dalam kubur, tidak ada sesuatu yang lebih dia angankan agar dia bisa melakukannya kecuali amal ibadah, khususnya shalat.
Rasulullah ﷺ bersabda,
– رَكْعتانِ خَفيفتانِ بِما تَحقِرُونَ وتَنفِلُونَ يَزيدُهما هذا في عملِهِ أحَبُّ إليه من بقيَّةِ دُنياكُمْ
”Shalat sunnah dua rakaat yang ringan yang kalian remehkan, yang kalian lakukan sebagai amal nafilah (sunnah), kemudian ditambahkan pada amalan orang ini, lebih dia cintai dari pada sisa (umur) dunia kalian.”
[Hadits riwayat Ath-Thabrani di dalam Al-Mu’jam Al-Ausath (920) dan dishahihkan oleh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami’ no. 3518]
Hal ini karena nilai shalat sunnah dua rakaat di akhirat lebih berharga daripada bersenang-senang dengan seluruh kesenangan dunia dan lebih Allah cintai daripada kemaksiatan.
ini baru ibadah dua rakaat shalat sunnah yang nilainya begitu besar namun sering dilalaikan karena dianggap kurang penting oleh kebanyakan orang.
Masih banyak jenis ibadah lain yang sering dilalaikan, misalnya membaca al-quran, dzikir, shalawat, istighfar, dan seterusnya yang sangat ringan dan mudah untuk dikerjakan, namun terabaikan karena dianggap bukan suatu nikmat besar yang perlu diburu.
2. Nikmat Hidayah
Hidayah juga merupakan nikmat yang sangat agung, namun banyak orang tidak menyadarinya. Nilainya sangat mahal karena menyangkut urusan surga dan neraka.
Paman Nabi Muhammad ﷺ sendiri yaitu Abu Lahab dan Abu Thalib, tidak mendapatkan hidayah, padahal langsung bertemu dengan Nabi ﷺ karena lebih mengutamakan keyakinan yang dianut nenek moyangnya daripada Islam.
Padahal Islam dibawa oleh keponakan mereka sendiri yang dikenal tidak pernah berdusta walau cuma sekali seumur hidup. Akibatnya, mereka menjadi penghuni neraka yang kekal di dalamnya, wal ‘iyadzu billah.
Walaupun siksa yang diterima Abu Thalib adalah yang paling ringan yang dialami penghuni neraka dari kalangan orang-orang kafir karena syafaat Nabi Muhammad ﷺ .
Hal ini sebagaimana dalam sebuah hadits dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu. Suatu ketika ada orang yang menyebut tentang paman Nabi ﷺ yaitu Abu Thalib, di samping beliau. Lalu beliau bersabda,
“Semoga dia mendapat syafaatku pada hari kiamat, sehingga dia diletakkan di permukaan neraka yang membakar mata kakinya, namun otaknya mendidih.” [Hadits riwayat Al- Bukhari 6564, Muslim 210, dan yang lainnya]
Abu Thalib adalah orang yang besar jasanya kepada Rasulullah ﷺ. Ketika menjelang kematiannya, dia diminta oleh Rasulullah ﷺ untuk mengucapkan kalimat laailaaha ilalah, sementara Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Ummayah, tokoh musyrik Quraisy itu meminta dia jangan meninggalkan agama nenek moyangnya.
Ternyata dia lebih memilih untuk tetap berada di agamanya yang lama dan enggan mengucapkan syahadat. Akhirnya Rasulullah ﷺ hendak memohonkan ampun kepada Allah untuk Abu Thalib selama tidak dilarang.
Lalu turunlah surat At-Taubah ayat: 113 yang melarang untuk memohonkan ampun bagi orang musyrik meskipun kerabat dan juga turun surat Al-Qashash: 56.
Kisah ini terdapat dalam hadits riwayat Al-Bukhari no. 1360 dari Musayib bin Hazm.
Allah Ta’ala berfirman dalam surat At-Taubah: 113,
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْ يَّسْتَغْفِرُوْا لِلْمُشْرِكِيْنَ وَلَوْ كَانُوْٓا اُولِيْ قُرْبٰى مِنْۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ اَنَّهُمْ اَصْحٰبُ الْجَحِيْمِ – ١١٣
Tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, sekalipun orang-orang itu kaum kerabat(nya), setelah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu penghuni neraka Jahanam.
Sedangkan di dalam surat al-Qashash : 56 Allah Ta’ala berfirman,
اِنَّكَ لَا تَهْدِيْ مَنْ اَحْبَبْتَ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ ۚوَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ – ٥٦
Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.
Dari sini kita bisa mengetahui, menjadi seorang Muslim dan Mukmin itu karunia yang sangat besar. Namun sebagian orang menyepelekannya, sehingga mengabaikan hidayah ini dengan tidak mensyukurinya.
Ada orang Islam yang tidak mau shalat sama sekali, dan meninggalkan hampir seluruh kewajiban agama, akhirnya pilih berpindah agama hingga akhir hayatnya.
Ada juga yang rela meninggalkan agamanya karena cinta kepada wanita, ada yang karena hendak meraih berbagai kemudahan dan kelonggaran dunia lalu dia tinggalkan agamanya tanpa rasa sesal sedikit pun. Na’udzu billah min dzalik.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنْ يَّرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهٖ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَاُولٰۤىِٕكَ حَبِطَتْ اَعْمَالُهُمْ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ ۚ وَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ –
“Barangsiapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” [Al-Baqarah: 217]
3. Nikmat Waktu Luang
4. Nikmat Kesehatan
Waktu luang dan kesehatan sebenarnya merupakan dua nikmat yang besar bagi anak manusia. Namun sayangnya, banyak manusia yang lalai dengan nikmat ini sehingga tidak berhasil bersyukur atas nikmat tersebut.
Yang terjadi justru sebaliknya, yaitu terlena dengannya sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ ,
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
“Dua nikmat yang kebanyakan manusia terlena di dalamnya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” [Hadits riwayat Al-Bukhari (6412) dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu]
Dua nikmat agung tersebut tidak diketahui banyak orang nilainya kecuali setelah sirnanya kedua nikmat tersebut. Kebanyakan orang gagal memanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan dunia dan akhiratnya.
Sebagian besar justru digunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat sama sekali baik untuk dunia maupun akhirat.
Sebagian yang lain malah nekat memanfaatkanya untuk hal-hal yang diharamkan oleh Allah Ta’ala.
Begitu kesehatan sirna, kemudian diterpa sakit yang tak kunjung sembuh, yang ada hanya penderitaan dan penyesalan.
Begitu pula, begitu datang kesibukan yang seolah tanpa henti, sehingga tidak sempat lagi memiliki waktu luang, yang terdengar hanya keluh kesah yang tak bertepi. Semoga Allah Ta’ala melindungi kita dari semua ini.
5. Nikmat Rasa Aman
Nikmat berikutnya yang sering dilalaikan oleh kebanyakan orang sebagai sebuah nikmat yang agung adalah nikmat keamanan.
Seseorang hanya akan sadar betapa bernilainya nikmat keamanan dan ketentraman hidup kecuali setelah –nau’udzubillah– sirnanya nikmat ini. Entah karena maraknya berbagai tindak kejahatan, atau diterpa bencana alam, kerusuhan sosial, konflik horisontal atau bahkan peperangan, wal ‘iyadzu billah.
Allah Ta’ala berfirman,
اَوَلَمْ يَرَوْا اَنَّا جَعَلْنَا حَرَمًا اٰمِنًا وَّيُتَخَطَّفُ النَّاسُ مِنْ حَوْلِهِمْۗ اَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُوْنَ وَبِنِعْمَةِ اللّٰهِ يَكْفُرُوْنَ – ٦٧
Tidakkah mereka memperhatikan, bahwa Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, padahal manusia di sekitarnya saling merampok. Mengapa (setelah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada yang batil dan ingkar kepada nikmat Allah? [Al-Ankabut: 67]
Pada ayat ini Allah Ta’ala menyebutkan bahwa keamanan merupakan salah satu nikmat dari Allah. Namun sebagian manusia kurang menyadari atas nikmat ini.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا
اللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى هَذَا النَّبِيِّ اْلكَرِيْمِ وَ عَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ وَ مَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ
Agar Nikmat Makin Bertambah
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Lantas bagaimana caranya agar nikmat Allah itu tidak sirna dan bahkan bertambah? Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan petunjuknya kepada kita dalam firman-Nya di surat Ibrahim: 7
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ – ٧
”Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.”
Bila Allah Ta’ala telah menegaskan cara mempertahankan dan menambah nikmat adalah bersyukur kepada-Nya, lantas bagaimana caranya bersyukur yang benar?
Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid mengatakan, ”Syukurnya seorang hamba terhadap nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan sempurna kecuali dengan melaksanakan lima perkara ini:
- Tunduk kepada Allah, tunduknya orang yang bersyukur kepada yang memberi nikmat.
- Mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu kecintaan orang yang bersyukur kepada pihak yang memberikan nikmat.
- Mengakui dan menetapkan nikmat tersebut dari Allah.
- Memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala atas nikmat tersebut.
- Tidak menggunakan nikmat tersebut dalam hal-hal yang dibenci oleh Allah. Namun, dia menggunakannya dalam hal- hal yang diridhai oleh Allah.
Seorang ulama Tabi’in bernama Muhammad bin Ka’ab rahimahullah berkata, “Syukur adalah bertakwa kepada Allah dan beramal dengan mentaati-Nya.” [Tafsir Ath-Thabari: 10/354]
kemudian apakah yang dimaksud dengan firman Allah,
لَاَزِيْدَنَّكُمْ
“niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu,”
Ditambah apakah? Para ulama salaf memberikan penjelasan yang berbeda-beda yang semuanya benar. Menurut mereka, maksud tambahan di situ adalah mencakup tambahan karunia di dunia ini dan pahala di akhirat nanti.
- Imam Al-Qurthubi mengatakan,”Jika kamu mensyukuri nikmat-Ku, benar-benar aku tambahkan karunia-Ku kepada kalian.”
- Al Hasan berkata,”Jika kamu mensyukuri nikmat-Ku, benar-benar aku tambahkan kepada kalian ketaatan kepada-Ku.”
- Ibnu Abbas berkata,”Jika kamu bertauhid dan taat, benar-benar aku tambahkan pahala kepada kalian.”
Semua ini berdekatan maknanya. Yang jelas ayat tersebut menegaskan bahwa syukur merupakan sebab mendapatkan tambahan.
Doa Penutup
Demikianlah khutbah Jumat tentang nikmat yang bisa kami sampaikan. Semoga bermanfaat. Bila ada kebenaran di dalamnya itu karena rahmat Allah semata. Dan bila ada kesalahan di dalamnya itu dari kami dan setan.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni semua kesalahan kami dan kaum Muslimin. Marilah kita berdoa kepada Allah Ta’ala untuk menutup khutbah ini.
إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
الَّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَعَلَى خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِمْ وَطَرِيْقَتِهِمْ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اللهم احفَظ المُسلمين في كل مكان، اللهم احفَظ المُسلمين في بلاد الشام، وانصُرهم على عدوِّهم وعدوِّك يا رب العالمين
اللهم إنا نسألُك الجنةَ وما قرَّبَ إليها من قولٍ وعملٍ، ونعوذُ بك من النار وما قرَّب إليها من قولٍ وعملٍ
اللهم أصلِح لنا دينَنا الذي هو عصمةُ أمرنا، وأصلِح لنا دُنيانا التي فيها معاشُنا، وأصلِح لنا آخرتَنا التي إليها معادُنا، واجعل الحياةَ زيادةً لنا في كل خيرٍ، والموتَ راحةً لنا من كل شرٍّ يا رب العالمين
اللهم إنا نسألُك الهُدى والتُّقَى والعفافَ والغِنى، اللهم أعِنَّا ولا تُعِن علينا، وانصُرنا ولا تنصُر علينا، وامكُر لنا ولا تمكُر علينا، واهدِنا ويسِّر الهُدى لنا، وانصُرنا على من بغَى علينا
اللهم اجعَلنا لك ذاكِرين، لك شاكِرين، لك مُخبتين، لك أوَّاهين مُنيبين
اللهم تقبَّل توبتَنا، واغسِل حوبتَنا، وثبِّت حُجَّتنا، وسدِّد ألسِنتَنا، واسلُل سخيمةَ قلوبنا
اللهم اغفِر للمُسلمين والمُسلمات، والمؤمنين والمؤمنات، الأحياء منهم والأموات، اللهم ألِّف بين قلوبِ المُسلمين ووحِّد صُفوفَهم، واجمع كلمتَهم على الحقِّ يا رب العالمين
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ ﴾ [النحل: 90]
فاذكروا اللهَ يذكُركم، واشكُروه على نعمِه يزِدكم، ولذِكرُ الله أكبر، واللهُ يعلمُ ما تصنَعون
Post a Comment