Risywah Atau Suap

Risywah Atau Suap

Pertama, Suap termasuk dosa besar, yang pelakunya mendapatkan ancaman laknat, baik si pemberi suap maupun penerima suap.

Rasulullah ﷺ bersabda:

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ الرّاشِي والمُرْتَشِ

“Rasulullah ﷺ melaknat pemberi dan penerima suap”. (HR. Abu Dawud no. 3580).

Oleh karenanya, seseorang yang terjatuh dalam dosa ini hendaknya dia segera bertaubat, karena dengan laknat dia akan jauh dari rahmat dan keberkahan Allah ﷻ.

Kedua, suap yang terlarang adalah suap yang menjadikan seseorang berhak untuk sesuatu yang bukan haknya atau menghilangkan hak orang lain.
Ibnu Hazm berkata:

ولا تَحِلُّ الرِّشْوَةُ: وهِيَ ما أعْطاهُ المَرْءُ لِيُحْكَمَ لَهُ بِباطِلٍ، أوْ لِيُوَلِّيَ وِلايَةً، أوْ لِيُظْلَمَ لَهُ إنْسانٌ – فَهَذا يَأْثَمُ المُعْطِي والآخِذُ.

“Risywah adalah sesuatu yang tidak dihalalkan, yaitu: pemberian seseorang agar dia mendapatkan yang bukan haknya, atau mendapatkan jabatan atau menzhalimi orang lain, risywah ini haram bagi pemberi dan penerima.” (Muhalla: 8/118).

Adapun jika memberikan suap untuk mendapatkan haknya, atau menghilangkan mudharat, dan tidak bisa mendapatkan hal tersebut kecuali dengan memberikan suap, maka ini haram untuk si penerima saja sedangkan pemberi suap tidak berdosa.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud bahwa beliau pernah memberi suap sebanyak dua dinar di negeri habasyah untuk haknya, lalu beliau berkata:

إنما الإثم على القابض دون الدافع

“Dosanya hanya untuk si penerima sedangkan pemberi tidak berdosa”. (Tafsir Samarqandy: 1/391).

Untuk kasus yang anda tanyakan, tinggal dilihat, apakah si fulan adalah orang yang berhak untuk pekerjaan tersebut? apakah disebabkan suap tadi, menyebabkan orang lain yang juga memiliki hak terzhalimi?

Jika, dia memiliki hak untuk bekerja diinstasi tersebut, lalu dia harus membayar untuk bisa bekerja disana, dan tidak ada pelamar lain yang terzhalimi haknya. Maka tidak ada masalah dengan suap yang diberikan.

Namun, jika ada yang terzhalimi disebabkan dia menyuap petinggi disana, sehingga orang lain yang juga memiliki hak dan memiliki kapabilitas untuk bekerja disana ditolak oleh instasi tersebut, maka dia si penyuap juga terkena dosa dan terancam terkena laknat rasulullah ﷺ.

Lalu, bagaimana cara bertaubat darinya?

Bertaubat dengan taubat nasuha, benar-benar menyesali perbuatan yang dilakukan, merasa takut kalau dia termasuk orang yang dilaknat oleh Allah ﷻ, dan memperbanyak amal shalih, seperti sedekah dan yang lainnya.

Rasulullah ﷺ bersabda:

اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُما كُنْتَ، وأتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُها، وخالِقِ النّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

“Bertakwalah kepada Allah dimanapun berada, lakukanlah kebaikan untuk menghapus keburukan, dan berakhlak baiklah kepada manusia.” (HR. Tirmidzi: 1987).

Adapun masalah gaji, ini kembali kepada bagaimana kualitas pekerjaan yang dilakukan, karena ini hubungannya adalah akad karyawan dengan atasan, Jika dia memenuhi kewajibannya sebagai pegawai, maka dia berhak menerima gaji tersebut, namun jika dial alai dari tugasnya sebagai pegawai, maka gaji yang diterima pun menjadi haram, dan dia harus kembalikan kepada instasi tersebut, sesuai dengan kelalaiannya.

***

Tidak ada komentar