Mewaspadai Syirik dalam Ucapan
Pembaca yang dirahmati oleh Allah. Menaati Allah dengan mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya dan meninggalkan segala yang dilarang oleh-Nya, merupakan sebuah kemestian bagi setiap muslim. Termasuk hak Allah atas para hamba adalah diesakan dan tidak disekutukan dengan sesuatu pun dari makhluk-Nya.
Allah telah melarang perbuatan syirik atas kita. Tidak hanya itu saja, bahkan Dia juga menyebutnya sebagai dosa yang paling besar. Namun, sering seseorang itu berbuat atau berkata dengan ucapan yang mengandung muatan syirik tanpa disadarinya. Maka dari itu jangan sampai kita merasa aman dari kesyirikan. Sungguh Nabi Ibrahim sebagai Rasul yang sangat gigih dalam memberantas syirik, namun beliau berdo'a:
وَٱجْنُبْنِى وَبَنِىَّ أَن نَّعْبُدَ ٱلْأَصْنَامَ
"...dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala." (QS Ibrahim 14:35)Jika Nabi Ibrahim mengkhawatirkan dirinya dan keturunannya dari tertimpa kemusyrikan, maka siapakah orang yang bisa menjamin dirinya terlepas dari bahaya kesyirikan?
Mewaspadai Syirik dalam Ucapan
Dosa syirik telah jelas keharamannya berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah. Allah sendiri menyebutkan sebagai dosa yang paling besar sehingga Allah tidak akan mengampuninya kecuali dengan taubat nashuha. Allah berfirman:
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَٰلًۢا بَعِيدًا
"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya." (QS an-Nisa' 4:116)Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk selalu waspada terhadap kesyirikan, terlebih lagi syirik dalam ucapan karena ia begitu samarnya, hampir-hampir seseorang tidak bisa selamat darinya kecuali orang yang dirahmati Allah. Ibnu Abbas pernah mengatakan saat menafsirkan ayat 22 dari surat al-Baqarah, "Al-andad adalah syirik (mempersekutukan). Ia lebih samar dari seekor semut hitam yang berjalan di atas batu saat malam yang gelap. Dan (syirik) itu semisal ucapan, 'Demi Allah dan jiwamu wahai fulan', 'Demi hidupku', atau mengatakan, 'Seandainya bukan karena anjing ini niscaya kita akan didatangi pencuri', 'Seandainya bukan karena bebek yang ada di rumah ini, niscaya kita akan didatangi pencuri', atau ucapan seseorang kepada temannya, 'Apa yang Allah dan yang engkau kehendaki', serta perkataan seseorang, 'Jika bukan karena Allah dan si fulan.' Jangan jadikan (berikan) si fulan (selain Allah) tempat di situ, (karena) ini semua adalah kesyirikan."[2]
Ibnu Abbas telah menjelaskan berbagai perkara di atas bahwa itu semua termasuk syirik. Dan syirik yang dimaksud beliau adalah syirik kecil. Sedangkan ayat 22 dari surat al-Baqarah di atas umum, mencakup syirik kecil maupun yang besar. Dan alasan Ibnu Abbas menjelaskan hal-hal di atas padahal syirik kecil dan tidak menjelaskan syirik yang besar karena syirik kecil itulah yang sering terlontar dari lisan kebanyakan manusia. [3]
Contoh-contoh lain dari ucapan yang mengandung unsur kesyirikan
Perkataan yang mengandung muatan syirik tidak hanya semisal perkataan orang yang meminta kepada mayit, benda mati. bertawassul dengan orang-orang yang shalih atau meminta berkah dan keselamatan kepada objek-objek di atas. Bahkan tidak sedikit ucapan-ucapan yang kita anggap sebagai ucapan biasa termasuk dalam perkataan yang mengandung unsur kesyirikan. Di bawah ini adalah beberapa bentuk atau contoh syirik dalam ucapan yang sebagainnya mungkin sudah akrab di telinga kita dan kita sangka ucapan biasa padahal ia mengandung kesyirikan.
1. Bersumpah dengan selain nama Allah. Seorang muslim wajib mengagungkan Allah bagaimanapun keadaannya. Termasuk bentuk pengagungan terhadap Allah adalah dengan tidak mengucapkan sumpah dengan menyebut selain nama-Nya. Karena sesungguhnya bersumpah dengan selain nama Allah adalah syirik. Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang bersumpah dengan selain nama Allah maka sungguh telah syirik atau kufur."[4] Hal ini seperti ucapan seseorang, "Demi cintaku kepadamu...", "Demi kamu aku rela melakukan apa saja...", "Demi nenek moyangku...", dan yang lainnya.
2. Menggandengkan kehendak Allah dengan kehendak manusia secara bersamaan. Semisal dengan mengatakan, "Pekerjaan ini tidak akan selesai tanpa bantuan Allah dan dirimu." Atau yang lebih parah, "Anak itu tentu tidak akan diterima di sekolah itu jika bukan karena pak kepala sekolah." Dan masih banyak misal yang lainnya. Ibnu Abbas mengisahkan, bahwa seseorang pernah mengatakan kepada Nabi, "Atas kehendak Allah dan dirimu." Rasulullah menjawab, "Apakah engkau akan menjadikanku sebagai tandingan bagi Allah ?! Akan tetapi, katakanlah, 'Atas kehendak Allah semata.'"[5] Bila kita terpaksa untuk mengatakannya kita boleh mengucapkan kalimat tersebut dengan kata hubung "kemudian" karena kehendak manusia datang setelah kehendak Allah.[6]
3. Mencela masa, angin, hujan, dan yang semisalnya. Seperti orang yang mengucapkan, "Gara-gara hari sial ini aku terpeleset di got!", "Huh, gara-gara hujan deras ini manggaku gagal bunga!" dan ucapan yang semisal. Hal ini termasuk perbuatan syirik kecil karena si pelaku tanpa sengaja telah menisbahkan perbuatan menggagalkan tersebut kepada makhluk yang tidak bisa mengatur. Padahal mengatur jalannya alam semesta hanyalah hak Allah. Hal di atas akan menjadi syirik besar bila si pengucap meyakini bahwa masa atau hujan tersebut memiliki kehendak dalam mengatur sebagaimana Allah memiliki kehendak untuk mengatur.[7]
4. Kata "seandainya" dalam beberapa keadaan. Di antara kata-kata yang tidak pantas diucapkan adalah mengatakan kalimat "seandainya". Karena dalam beberapa keadaan ia dapat menguarangi kesempurnaan aqidah dan tauhid. Hal itu semisal ketika seseorang tertimpa kesusahan. Ia tidak boleh mengatakan, "Seandainya aku tidak melakukan hal ini, tentu hal ini tidak akan terjadi" Rasulullah pernah bersabda, "Bersemangatlah terhadap apa saja yang bermanfaat bagimu, minta tolonglah kepada Allah dan jangan lemah. Jika suatu musibah menimpamu, jangan katakan, 'Seandainya aku melakukan ini niscaya akan berakhir seperti ini dan ini', tetapi katakan, 'Allah yang menakdirkan dan apa saja yang dikehendaki Allah pasti dilakukan.' Karena sesungguhnya perkatan 'seandainya' akan membuka pintu setan."(HR. Muslim:2664)
5. Mengufuri nikmat Allah. Sebagaimana Qarun dahulu berkata terhadap harta yang ia miliki, "Sesungguhnya aku mendapatkan hal ini karena kepintaranku semata", atau perkataan, "Aku kaya seperti ini karena harta peninggalan ayahku", dan masih banyak lagi misal yang lainnya. Maka jenis ini terbagi menjadi dua macam; yang pertama : jika ucapan ini bersumber dari jeleknya keyakinan, yaitu bahwa nikmat yang didapat berasal dari selain Allah, maka perbuatan ini merupakan kekufuran yang mengeluarkan pelakunya dari agama. Adapun yang kedua: bersumber dari jeleknya ungkapan dengan tetap meyakini bahwa Allah-lah yang sebenarnya telah memberikan nikmat, maka ini menjadi kufur ashghar(kecil) yang belum sampai mengeluarkan pelakunya dari agama. Sisi kesyirikannya adalah mempersekutukan selain Allah dalam memberikan nikmat.
Telah kita ketahui dari pembahasan di atas, betapa bahayanya ucapan-ucapan yang tanpa kita sadari ternyata bermuatan syirik. Oleh karena itu, Rasulullah telah mengajarkan kepada kita do'a berlindung dari syirik baik yang kita ketahui maupun yang tidak kita ketahui:
اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ نُشْرِكَ بِكَ شَيْئًا نَعْلَمُهُ وَنَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا نَعْلَمُ
"Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik sedangkan kami mengetahuinya. Dan kami memohon ampun kepada-Mu terhadap kesyirikan yang tidak kami ketahui." (Shahih at-Targhib wat Tarhib no.36) Footnote 1. Tulisan ini banyak 'mengambil' manfaat dari kitab al-Irsyad ila Shahihil I'tiqad dan I'anatul Mustafid bi Syarhi Kitabit Tauhid, kar. Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan.
Post a Comment