Adab-Adab Wajib dalam Berpuasa
Adab-Adab Wajib dalam Berpuasa
Segala puji bagi Allah yang memberi petunjuk
makhluk-Nya kepada kesempurnaan adab, membukakan pintu rahmat dan kemurahan-Nya
dari segala penjuru, menerangi akal kaum muslimin untuk menemukan kebenaran dan
mencari ganjaran, membutakan akal orang-orang yang berpaling dari ketaatan,
sehingga terbentanglah hijab antara dia dan cahaya Allah. Sebagian mendapat
hidayah dengan keutamaan dan rahmat-Nya sedangkan sebagian yang lain tersesat
dengan keadilan dan kebijakan-Nya. Sesungguhnya dalam yang demikian itu
terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal. Aku bersaksi bahwa tiada
tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata. Tidak ada sekutu bagi-Nya.
Milik-Nya lah kerajaan, dia Maha Perkasa lagi Maha Pemurah. Dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, yang diutus dengan membawa ibadah
yang mulia dan kesempurnaan adab. Semoga Allah melimpahkan shalawat dan
salam-Nya kepada beliau, kepada segenap kerabat dan sahabat, dan kepada
orang-orang yang mengikuti beliau dengan
benar sampai kelak hari kiamat.
Saudara-saudaraku …
Ketahuilah, puasa
memiliki adab-adab yang banyak, sehingga puasa tidak akan sempurna melainkan
dengan menjalankan adab-adabnya. Adab puasa dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
·
pertama
adab yang wajib, yaitu yang wajib bagi seseorang yang berpuasa untuk
menunaikan dan menjaga adab-adab puasanya.
·
Dan
yang kedua adab yang sunnah, yaitu yang dianjurkan untuk menunaikan dan
menjaga adab-adab puasanya.
Diantara menjaga
adab-adab (puasa) yang wajib adalah seseorang yang berpuasa harus menunaikan
ibadah-ibadah yang telah diwajibkan oleh Allah baik ibadah qouliyah (berupa
ucapan) ataupun ibadah fi’liyah (perbuatan). Ibadah yang paling utama adalah
shalat fardhu yang merupakan rukun islam paling utama setelah dua kalimat
syahadat. Sehingga wajib baginya untuk menunaikan shalat berserta
rukun-rukunnya, wajibnya dan syarat-syaratnya, menunaikan shalat tepat pada
waktunya bersama jama’ah di masjid. Hal-hal tersebut termasuk dari wujud
ketaqwaan seorang hamba yang merupakan tujuan disyari’atkan dan diwajibkannya
puasa pada umat ini, adapun melalaikan shalat akan menghilangkan ketaqwaan dan
pelakunya diancam Allah dengan siksaan.
Allah ta’ala
berfirman:
* y#n=smú .`ÏB öNÏdÏ÷èt/ ì#ù=yz (#qãã$|Êr& no4qn=¢Á9$# (#qãèt7¨?$#ur ÏNºuqpk¤¶9$# ( t$öq|¡sù tböqs)ù=t $xî ÇÎÒÈ wÎ) `tB z>$s? z`tB#uäur @ÏHxåur $[sÎ=»|¹ y7Í´¯»s9'ré'sù tbqè=äzôt sp¨Ypgø:$# wur tbqßJn=ôàã $\«øx© ÇÏÉÈ
Maka datanglah
sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan
memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan. Kecuali
orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, Maka mereka itu akan masuk surga
dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun (QS. Maryam: 59-60)
Diantara orang-orang
yang berpuasa ada yang masih melalaikan kewajiban shalat jama’ah sementara
Allah telah mewajibkan perkara tersebut dalam kitab-Nya sebagaimana firman
Allah :
#sÎ)ur |MZä. öNÍkÏù |MôJs%r'sù ãNßgs9 no4qn=¢Á9$# öNà)tFù=sù ×pxÿͬ!$sÛ Nåk÷]ÏiB y7tè¨B (#ÿrääzù'uø9ur öNåktJysÎ=ór& #sÎ*sù (#rßyÚy (#qçRqä3uù=sù `ÏB öNà6ͬ!#uur ÏNù'tGø9ur îpxÿͬ!$sÛ 2t÷zé& óOs9 (#q=|Áã (#q=|Áãù=sù y7yètB (#räè{ù'uø9ur öNèduõÏn öNåktJysÎ=ór&ur 3 ... ÇÊÉËÈ
dan apabila
kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan
shalat bersama-sama mereka, Maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri
(shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat
besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), Maka hendaklah mereka pindah
dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang
kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan
hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata…. (QS. An Nisa’:102)
Allah memerintahkan
kaum muslimin untuk melaksanakan shalat berjama’ah meskipun berada dalam
suasana perang dan ketakutan, maka dalam kondisi aman dan tenang perintah shalat
berjama’ah lebih ditekankan lagi.
Dari Abu Hurairah
RadhiyaLlahu ‘Anhu diceritakan bahwa seorang lelaki buta berkata kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
يا رسولَ الله ليس لي قائدٌ يقودنُي إلى المسجدِ. فرخَّصَ له.
فلمَّا ولَّى دعاه وقال هلْ تسمعُ النِّداء بالصلاةِ؟ قال نَعَمْ قال فأَجِبْ،
رواه مسلم.
“Wahai
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak ada orang yang menuntunku pergi
ke masjid, apakah aku punya keringanan untuk shalat di rumahku?”. Mulanya
beliau memberi izin. Tapi setelah orang itu beranjak, beliau memanggilnya dan
bertanya, “Apakah engkau mendengar seruan untuk shalat?”, ia menjawab, “Ya”,
Beliau berkata lagi “Kalau begitu penuhilah”. HR. Muslim.
Rasulullah tidak
memberi keringanan kepada lelaki tersebut untuk meninggalkan shalat berjama’ah
padahal ia buta dan tak ada yang menuntunnya. Seseorang yang meninggalkan
shalat jama’ah karena melalaikan kewajiban ini akan kehilangan kebaikan yang banyak
berupa dilipat gandakannya kebaikan (pahala), karena pahala shalat jama’ah
dilipat gandakan sebagaimana dalam shahih Bukhari Muslim, dari hadits ibnu Umar
-Radhiyallahu ‘Anhuma- bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
صلاةُ الجماعة تفضل على صلاةِ الْفذِّ بسبْعٍ وعشرين درجةً.
“Shalat berjama’ah 27 derajat lebih utama daripada
shalat sendiri”
Dan dia akan kehilangan
kemaslahatan-kemaslahatan untuk masyarakat yang semestinya diperoleh kaum
muslimin jika mereka berjama’ah di masjid berupa tumbuhnya rasa saling
mencintai dan terkaitnya hati, mengajari orang-orang yang belum tahu, menolong
orang-orang yang membutuhkan, serta kebaikan-kebaikan yang lainnya.
Seorang yang
meninggalkan shalat berjamaah berarti telah menghantarkan dirinya kepada
hukuman Allah dan menyamakan dirinya dengan orang-orang munafiq. Sebagaimana
dalam kitab shahih Bukhari dan Muslim:
أثْقلُ الصَلَوَاتِ على المنافقين صلاةُ العشاءِ وصلاةُ الفجر،
ولو يَعْلَمون ما فيهما لأتَوهُما ولوْ حَبْواً. ولقد هممْت أنْ آمُرَ بالصلاةِ
فتقام، ثم آمر رجلاً فيصلِّي بالناس، ثم أنطلق معي برِجالٍ معهم حِزَمٌ من حطبٍ
إلى قوم لا يشهدون الصلاةَ فأحرق عليهم بيوتَهم بالنارِ.
Shalat yang
paling berat bagi oleh orang-orang munafiq adalah shalat Isya’ dan Shubuh,
seandainya mereka mengetahui balasan pada dua shalat tersebut, niscaya mereka
akan bersegera melaksanakannya walaupun dengan merangkak. Dan sungguh aku sangat
ingin agar shalat ditegakkan, kemudian aku menyuruh seorang laki-laki untuk
mengimami shalat kemudian beberapa orang laki-laki pergi bersamaku dengan
membawa kayu bakar kepada suatu kaum yang tidak menghadir shalat dan akan aku
bakar rumah mereka.
Dalam shahih Muslim
dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
من سَرَّه أنْ يَلْقى الله غداً مسلماً فلْيحافظْ على هؤلاء
الصلواتِ، حيث يُنادَى بهن فإنَّ الله شَرَعَ لنبيكم سُنَنَ الْهُدى وإنهنَّ مِنْ
سُننِ الهُدى
Barang siapa
yang ingin bertemu Allah kelak dalam keadaan muslim, hendaklah ia menjaga
seluruh shalatnya dengan jama’ah dimana mereka diseru, sesungguhnya Allah telah
mensyari’atkan kepada nabi kalian sunnah yang agung, shalat berjama’ah adalah
salah satu dari sunnah yang agung tersebut.
Beliau juga berkata,
ولقد رأيتنا وما يتخلَّفُ عنها إلاَّ منافقٌ معلوم النفاقِ.
ولقد كَان الرجُلُ يُؤتْى به يُهادَى بين الرجلين حتى يقامَ في الصفَّ
Sungguh tidak
ada seorangpun yang menyelisihinya melainkan ia adalah munafik yang hakiki.
Sungguh seorang laki-laki akan datang ke masjid dengan dipapah oleh dua orang
sehingga ia sampai ke shaf.
Sebagian orang yang
berpuasa meremehkan perkara ini, bahkan mereka tidur pada waktu shalat.
Meninggalkan shalat
termasuk kemungkaran yang paling besar dan kelalaian yang berat terhadap
shalat, sehingga sebagian besar ulama berkata, ”Sesungguhnya barang siapa yang
mengakhirkan waktu shalat tanpa udzur yang dibolehkan agama, maka shalatnya
tidak diterima sekalipun ia shalat seratus kali”. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam,
مَنْ عمِل عملاً ليس عليه أمْرُنا فهو رَدّ
Barang siapa
yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintah (contohnya) dari kami maka
amalannya tertolak. (HR.
Muslim).
Dan mengerjakan shalat
setelah lewat waktunya bukanlah ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, sehingga perbuatan tersebut tertolak.
Diantara adab-adab
yang wajib dipenuhi juga, hendaklah seorang yang berpuasa menjauhi
perkara-perkara yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya baik berupa perkataan
maupun perbuatan. Seperti menjauhi perbuatan dusta, yaitu menceritakan sesuatu
yang bukan kenyataan (kebohongan). Kedustaan yang paling besar adalah berdusta
kepada Allah dan rasul-Nya, seperti menyandarkan suatu perkara kepada Allah dan
rasul-Nya untuk menghalalkan sesuatu yang telah jelas keharamannya atau
mengharamkan sesuatu yang telah jelas kehalalannya tanpa ilmu.
Allah berfrman,
wur (#qä9qà)s? $yJÏ9 ß#ÅÁs? ãNà6çGoYÅ¡ø9r& z>És3ø9$# #x»yd ×@»n=ym #x»ydur ×P#tym (#rçtIøÿtGÏj9 n?tã «!$# z>És3ø9$# 4 ¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbrçtIøÿt n?tã «!$# z>És3ø9$# w tbqßsÎ=øÿã ÇÊÊÏÈ Óì»tFtB ×@Î=s% öNçlm;ur ë>#xtã ×LìÏ9r& ÇÊÊÐÈ
Dan janganlah
kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara Dusta
"Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap
Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah
Tiadalah beruntung. (Itu adalah) kesenangan yang sedikit, dan bagi mereka azab
yang pedih. (QS. An Nahl:
116-117).
Dan dalam shahih
Bukhari-Muslim, juga dalam kitab shahih yang lainnya, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ متعمِّداً فليتبوَّأ مقْعَدَه من النار.
Barang siapa
yang berdusta atas ku dengan sengaja maka hendaklah ia mengambil “tempat
duduknya” di neraka.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam memberi peringatan keras orang yang berdusta, beliau
bersabda:
إيَّاكُم والكذبَ فإنَّ الكَذبَ يَهْدِيْ إلى الفُجُورِ وإنَّ
الفجورَ يهدِي إلى النار ولا يزالُ الرجلُ يكذِب ويتحرَّى الكذبَ حتى يُكتَب عند
الله كَذَّاباً»، متفق عليه.
Jauhilah
perbuatan berdusta. Sesungguhnya dusta menghantarkan pada dosa, dan dosa
menghantarkan pada neraka. Dan seorang senantiasa berdusta, dan terbiasa
berdusta hingga ditulis di sisi Allah sebagai pendusta. (Muttafaq ‘Alaih)
Perkara lainnya yang
harus dihindari seorang yang berpuasa adalah ghibah, yaitu menceritakan
perihal orang lain tentang sesuatu yang tidak ia sukai, baik menceritakan
tentang fisiknya seperti pincang, juling, buta sebagai bentuk celaan, ataupun
tentang akhlaqnya, seperti bodoh, fasiq dll. Baik yang dikatakan itu benar ataupun
tidak.
Ketika nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam ditanya tentang ghibah, beliau bersabda,
هي ذكْرُك أخاك بما يكْره، قيل: أفَرأيتَ إنْ كان في أخِي ما
أقول؟ قال: إنْ كان فيه ما تقولُ فقد اغتبتَه وإنْ لم يكن فيه ما تقول فقد
بَهَتَّهُ
“Engkau
menceritakan perihal saudaramu yang tidak ia sukai” kemudian seorang berkata,” Bagaimana
jika apa yang aku katakan itu memang ada padanya?”, beliau bersabda, “Jika apa
yang engkau katakan itu benar maka disitulah engkau telah melakukan ghibah,
jika apa yang engkau katakan itu tidak ada pada saudaramu maka engkau telah
berdusta” (HR. Muslim).
Allah telah melarang
perbuatan ghibah dalam Al Qur’an dan mengumpamakan perbuatan ini dengan
sejelek-jelek perumpamaan, Allah perumpamakan dengan seorang yang memakan
bangkai saudaranya, sebagaimana Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman dalam
surat Al Hujurat:12,
wur =tGøót Nä3àÒ÷è/ $³Ò÷èt/ 4 =Ïtär& óOà2ßtnr& br& @à2ù't zNóss9 ÏmÅzr& $\GøtB çnqßJçF÷dÌs3sù 4
Janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam mengabarkan bahwa pada malam ketika beliau melakukan Mi’raj,
beliau melewati suatu kaum yang kuku-kukunya terbuat dari besi, mereka mencakar
wajah dan dada mereka. Kemudian Rasulullah bertanya,
مَنْ هؤلاء يا جبريلُ؟ قالَ: هؤلاءِ الذينَ يأكلونَ لحومَ
الناسِ ويَقعونَ في أعْراضِهِم»، رواه أبو داود.
“siapakah
mereka wahai Jibril?”, berkata Jibril, “mereka adalah orang-orang yang semasa
hidupnya memakan daging manusia dan menginjak-injak kehormatan manusia” (HR. Abu Daud)
Larangan berikutnya
harus dijauhi oleh orang yang berpuasa adalah perbuatan namimah, yaitu
menukil perkataan seseorang untuk disampaikan kepada orang lain dengan tujuan
menimbulkan permusuhan diantara dua orang tersebut. Perbuatan namimah
ini termasuk salah satu dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,
لا يدخلُ الجَنَّةَ نَمَّام
Tidak masuk surga, orang yang suka berbuat
namimah. (Muttafaq ‘Alaih).
Dan dalam shahih
Bukhari dan Muslim, dari hadits Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhuma,
bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melewati dua
kuburan, kemudian beliau bersabda,
إنَّهما ليُعَذَّبانِ وما يُعذَّبان في كبير ، أمَّا أحَدُهما
فكان لا يسْتنْزهُ من البولِ، وأمَّا الآخرُ فكانَ يَمْشِي بالنَّميمة
“Sesungguhnya
kedua penghuni kubur ini sedang di adzab oleh Allah, keduanya diadzab bukan
karena perkara besar, yang satu diadzab karena ia tidak bersuci setelah buang
air kecil, dan yang satunya lagi diadzab karena perbuatan namimah”.
Namimah menimbulkan
dampak buruk baik pribadi maupun masyarakat, dan dapat memecah belah kaum
muslimin, menimbulkan permusuhan diantara mereka.
wur ôìÏÜè? ¨@ä. 7$xym AûüÎg¨B ÇÊÉÈ :$£Jyd ¥ä!$¤±¨B 5OÏJoYÎ/ ÇÊÊÈ
Dan janganlah
kamu ikuti Setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela,
yang kian kemari menyebarkan fitnah.
(QS. Al Qalam: 10-11)
Maka barang siapa yang
memfitnah orang lain di hadapanmu maka bisa jadi ia pun akan memfitnahmu, maka
berhati-hatilah.
Larangan yang lain
adalah menipu atau berbuat curang, baik dalam berniaga, sewa-menyewa, bekerja,
pegadaian, dalam setiap nasehat ataupun saran dan yang lainnya. Menipu atau
kecurangan termasuk salah satu dosa besar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam berlepas diri dari pelakunya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
من غَشَّنَا فليس مِنَّا. وفي لفظٍ: من غش فليس مِني.
“Barang siapa
yang berbuat curang/menipu maka ia bukan golongan kami” dalam riwayat yang
lain, “Barang siapa yang berbuat curang/menipu maka ia bukan golonganku” (HR.
Muslim).
Menipu atau curang
berarti menutupi kebenaran, menyia-nyiakan amanah dan menghilangkan kepercayaan
diantara manusia. Dan setiap usaha dari perbuatan menipu atau curang adalah
usaha yang buruk lagi haram, yang tidak akan memberikan apa-apa kepada
pelakunya melainkan ia akan semakin jauh dari Allah.
Larangan berikutnya
yang harus dijauhi oleh orang yang berpuasa adalah menjauhi alat musik dengan
beragam jenisnya, yang merupakan benda yang melalaikan, seperti gambus, rebab,
biola, piano, dan lain-lain. Semua alat-alat ini haram dinikmati. Semakin besar
keharaman dan dosanya jika disertai nyanyian dengan suara yang merdu/indah dan
membuat terlena.
Allah berfirman dalam
al-quran,
z`ÏBur Ĩ$¨Z9$# `tB ÎtIô±t uqôgs9 Ï]Ïysø9$# ¨@ÅÒãÏ9 `tã È@Î6y «!$# ÎötóÎ/ 5Où=Ïæ $ydxÏGtur #·râèd 4 y7Í´¯»s9'ré& öNçlm; Ò>#xtã ×ûüÎgB ÇÏÈ
Dan di antara
manusia (ada) orang yang mempergunakan Perkataan yang tidak berguna untuk
menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan
Allah itu olok-olokan. mereka itu akan memperoleh azab yang hina. (QS. Luqman: 6)
Ibnu Mas’ud ditanya
tentang ayat ini, beliau berkata, “Demi Dzat yang tiada Ilah yang berhak
disembah selain Dia, yang dimaksud ayat itu adalah nyanyian”. Dari Ibnu Abbas
dan Ibnu Umar dan disebutkan oleh Ibnu Katsir dari Jabir, Ikrimah, Sa’id bin
Jubair, berkata Al Hasan, “ayat ini diturunkan berkenaan dengan nyanyian”.
Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan
peringatan keras untuk menjauhi alat musik dan menyandingkan kedudukan
pelakunya dengan pelaku zina, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,
ليكونَنَّ من أمَّتي أقْوَامٌ يستحِلُّونَ الحِرَ والحريرَ
والخمْر والمعازفَ
Akan ada (di
akhir zaman) dari umatku, kaum yang menghalalkan kehormatan, sutera dan alat
musik. (HR. Bukhari).
Yang dimaksud
kehormatan adalah farji
(kemaluan), lebih tepatnya, perbuatan zina. Pengertian menghalalkan dalam
hadits di atas adalah seorang melakukan perbuatan tersebut dengan kesadaran.
Hal ini sungguh telah terjadi pada zaman kita sekarang, sebagian orang
memainkan alat musik atau mendengarkannya seakan-akan apa yang mereka lakukan
itu adalah perkara halal. Ini merupakan salah satu keberhasilan dari tipu daya
yang dilancarkan musuh-musuh Islam, sehingga kaum muslimin lalai dari berdzikir
kepada Allah, agama dan dunia mereka. Sehingga jumlah kaum muslimin yang gemar
mendengarkan musik lebih banyak ketimbang yang senang mendengar bacaan Al
Qur’an, Hadits, perkataan para ulama’ yang menjelaskan hukum-hukum dalam
syari’at agama islam berserta hikmah-hikamhnya. Maka berhati-hatilah wahai kaum
muslimin dari melakukan pembatal-pembatal dan pengurang pahala puasa, jagalah
diri kalian dari berkata yang buruk dan berbuat dusta.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
من لم يَدَعْ قولَ الزور والعملَ به والجهلَ فليس لله حاجةٌ في
أنْ يَدَع طعامَهَ وشرابَه
“Barang siapa
yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta serta bodoh maka Allah
tidak butuh pada puasanya”.
Berkata Jabir Radhiyallahu
‘anhu, “Jika engkau berpuasa, maka puasakanlah pendengaran, penglihatan dan
lisanmu dari berdusta dan berbuat keharaman. Jangan menyakiti tetangga, dan
buatlah tetanggamu merasa tenang dan nyaman terhadapmu. Jangan engkau samakan hari
ketika engkau berpuasa dengan hari ketika engkau tidak berpuasa”
Ya Allah jagalah agama
kami, anggota tubuh kami dari menimbulkan kemarahan-Mu. Ampunilah dosa-dosa
kami, kedua orang tua kami, dan seluruh kaum muslimin dengan rahmat-Mu wahai
Dzat yang maha Penyayang. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada nabi kami Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarganya, serta para sahabatnya.
Post a Comment