ADAB MARAH
ADAB MARAH
·
Al Jurjani berkata: Marah adalah perubahan
yang terjadi saat darah yang ada di dalam hati bergejolak sehingga menimbulkan
kepuasan di dalam dada. Marah adalah gejolak yang timbulkan oleh setan. dia
mengakibatkan berbagai bencana dan malapetaka yang tak seorangpun mengetahuinya melainkan Allah
Subhanhu Wa Ta'ala.
·
Al Ghozali rahimahullah berkata: Manusia
berbeda-beda dalam tingkat gejolak kemarahannya, dan dapat dibagi dalam tiga
kategori, yaitu: Kurang marah, marah yang melewati batas, dan marah yang
stabil.
Kurang marah
adalah hilangnya kekuatan gejolak marah atau gejolak amarahnya tersebut lemah.
Marah yang berlebih-lebihan adalah mendominasinya sifat amarah hingga mengalahkan kendali
akal, agama dan ketaatan, sehingga tidak ada bagi orang seperti ini suatu
kesadaran, fikiran dan inisiatif.
marah yang stabil
adalah marah yang terpuji, terwujud setelah ada isyarat dari akal dan agama
untuk melampiaskan kemarahan.
·
Al Ghozali rahimahullah berkata saat
menjelaskan tentang–sebab-sebab marah (Di antara sebab-sebab timbulnya marah
adalah: kezuhudan, bangga diri, bercanda, main-main, mengejek, mengolok-olok,
berbantah-bantahan, saling bermusuhan, berkhianat, mengejar kelebihan harta
duniawi dan pangkat, dan sebab yang paling banyak menimbulkan kemarahan adalah
pengelabuan orang yang bodoh dengan menyebut kemarahan itu sebagai keberanian,
kejantanan, harga diri dan semangat yang tinggi.
·
Marah itu ada yang terpuji dan ada yang
tercela (yang diharamkan) dan ada yang diperbolehkan:
Marah yang terpuji adalah apabila marah itu bersumber dari Allah I, seperti marah karena Allah I terhadap musuh-musuhNya dari golongan Yahudi dan orang-orang
sepertinya, baik orang-orang kafir dan munafik. Marah yang terpuji jika
motivasinya karena Allah I tatkala aturan-aturan Allah dihinakan,
sebagaimana firman Allah I:
وَاتَّخَذَ قَوْمُ مُوْسَى مِنْ بَعْدِهِ مِنْ
حُلِيِّهِمْ عِجْلاً جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ أَلَمْ يَرَوْا أَنَّهُ
لاَيُكَلِّمُهُمْ وَلاَ يَهْدِيْهِمْ سَبِيْلاً اِتَّخَذُوْهُ وَكَانُوْا
ظَالِمِيْنَ(148) وَلَمَّا سُقِطَ فِي أَيْدِيْهِمْ وَرَأَوْا أَنَّهُمْ قَدْ
ضَلُّوْا قَالُوْا لَئِنْ لَمْ يَرْحَمْنَا رَبُّنَا وَيَغْفِرْلَنَا
لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ(149)وَلَمَّا رَجَعَ مُوْسَى إِلَى قَوْمِهِ
غَضْبَانَ أَسِفًا قَالَ بِئْسَمَا خَلَفْتُمُوْنِي مِنْ بَعْدِي, أَعَجِلْتُمْ
أَمْرَرَبِّكُمْ وَأَلْقَى اْلأَلْوَاحَ وَأَخَذَ بِرَأْسِ أَخِيْهِ يَجُرُّهُ
إِلَيْهِ, قَالَ ابْنَ أُمَّ إِنَّ اْلقَوْمَ اسْتَضْعَفُوْنِي وَكاَدُوْا
َيقْتُلُوْنَنِي فَلاَ تُشْمِتْ بِيَ اْلأَعْدَاءَ وَلاَ تَجْعَلْنِي مَعَ
اْلقَوْمِ اَّلظالِمِيْنَ(150)قَالَ رَبِّ اغْفِرْلِي وَِلأَخِي وَأَدْخِلْنَا
بِرَحْمَتِكَ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ(151)إِنَّ الَّذِيْنَ اتَّخَذُوْا
اْلعِجْلَ سَيَنَالُهُمْ غَضَبٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَذِلَّةٌ فِي اْلحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَكَذَلِكَ نَجْزِى اْلمُفْتَرِيْنَ (152)وَالَّذِيْنَ عَمِلُوْا
السَّيِّئَاتِ ثُمَّ تَابُوْا ِمنْ بَعْدِهَا وَآمَنُوْا إِنَّ رَبَّكَ مِنْ
بَعْدِهَا لَغَفُوْرٌ رَحِيْمٌ(153)وَلَمَّا سَكَتَ عَنْ مُوْسَى اْلغَضَبَ أَخَذَ
اْلألَوْاَحَ وَفِي نُسْخَتِهَا هُدًى وَرَحْمَةٌ لِلَّذِيْنَ هُمْ ِلرَبِّهِمْ
يَرْهَبُوْنَ(154)
"Dan kaum Musa setelah kepergian Musa ke gunung Thur membuat
dari perhiasan-perhiasan emas mereka anak lembu yang bertubuh dan bersuara.
Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak dapat berbicara
dengan mereka dan tidak dapat pula menunjukkan jalan kepada mereka?. Mereka menjadikannya
sebagai sesembahan dan mereka adalah orang-orang yang zalim(148) Dan setelah
mereka sangat menyesali perbuatannya dan mengetahui bahwa mereka telah sesat,
merekapun berkata: "Sungguh jika Tuhan kami tidak memberikan rahmat kepada
kami dan tidak mengampuni kami maka kami menjadi orang-orang yang merugi
(149)Tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati,
berkatalah dia:Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah
kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu, Dan musapun
melemparkan luh luh taurat itu dan memegang rambut kepala saudaranya (Harun)
sambil menariknya ke arahnya. Harun berkata: wahai anak ibuku sesungguhnya kaum
ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir merka membunuhku. Sebab itu janganlah
kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku. Dan janganlah kamu memasukkan
aku ke dalam golongan orang-orang yang dzalim (150) Musa berkata:Ya Tuhanku,
ampunilah aku dan saudaraku dan masukanlah kami ke dalam rahmat-Mu dan Engkau
adalah Maha Penyayang di antara yang penyayang (151) Sesunguhnya orang-orang
yang menjadikan anak lembu (sebagai sembahannya) kelak akan menimpa mereka
kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan di dalam kehidupan dunia. Demikianlah
Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kebohongan (152)
Orang-orang yang mengerjakan kejahatan kemudian bertaubat setelah itu dan
beriman, sesungguhnya tuhan-mu setelah taubat yang disertai dengan iman adalah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (153)Sesudah amarah Musa reda, lalu diambilnya
kembali luh-luh taurat; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk
orang-orang yang takut pada Tuhan-Nya.(154)[1]
jadi marah yang terpuji adalah marah yang
bisa dikendalikan oleh pelakunya secara
santun.[2]
·
Di antara marah yang tercela adalah marah
karena fanatisme terhadap suku.
·
Marah yang diperbolehkan adalah marah yang
bukan pada maksiat kepada Allah I
sebagaimana firman-Nya:
·
وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذلِكَ
لَمِنْ عَزْمِ ْالأُمُوْرِ
"Tetapi orang yang
bersabar dan memaafkan, maka sesungguhnya hal demikian itu termasuk keteguhan
yang kuat".[3]
·
Di antara obat marah adalah niat yang benar
dengan berharap kepada Allah I
semoga Dia menghilangkan kemarahan yang ada pada dirinya.
·
Berdo'a kepada Allah I semoga Dia menjauhkan dirinya sifat marah ini.
·
Ingatlah bahwa Rasulullah r pernah dipancing untuk marah, yaitu ketika seorang badui menarik
selendang dari leher beliau, walau demikian beliau tidak memaki dan
membencinya.
·
Melatih jiwa untuk tidak marah.
Beberapa terapi syara' untuk mengobati marah:
- Berlindung (kepada Allah I) dari godaan syaitan yang terlaknat, sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Sulaiman bin Shord, beliau berkata: Aku duduk bersama
Nabi r dan di
hadapannya ada dua orang yang saling mencela, salah satu dari kedua orang
tersebut telah memerah wajahnya dan urat lehernya tegang, maka Rasulullah r bersabda:
إِنِّي
َلأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا ذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ لَوْ قَالَ:أَعُوْذُ
بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ ذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ
"Aku mengetahui satu kalimat seandainya
dia ucapkanniscaya akan hilanglah gejolak yang ada pada dirinya, seandainya ia
membaca: (أَعُوْذُ
بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ ) "Aku berlindung
pada Allah dari syaitan" niscaya hilanglah amarahnya)". [4] [5]
- Diam tidak berbicara.
- Apabila mampu meninggalkan tempat itu
maka berdirilah lalu pergi.
- Bersikap tenang, yaitu duduk apabila
sedang berdiri, atau tidur terlentang bilamana sedang duduk. Rasulullah r bersabda:
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ
قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ, فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ اْلغَضَبَ وَإِلاَّ فَلْيَضْطَجِعْ
"Apabila salah seorang diantara kalian
marah sedangkan dia berdiri maka hendaklah dia duduk, agar kemarahannya hilang,
apabila masih beleum mereda maka hendaklah dia berbaringlah" [6]
Perawi hadits ini adalah Abu Dzar radhiallahu
anhu, beliau menceritakan sebuah peristiwa yang pernah terjadi pada dirinya:
Bahwasannya ia telah mengambil air minum untuk dituangkan pada telaga miliknya,
kemudian sekelompok orang datang dan berkata: "Siapakah orang yang mampu
mendatangkan air untuk Abu Dzar sambil menghitung rambut kepalanya?".
Seorang laki-laki menjawab: "Saya", maka datanglah lelaki tersebut
dan mengambil air dari telaga itu, namun dia meleburkannya, merusaknya, atau
menghancurkannya. Maksudnya adalah Abu Dzar meminta pertolongan dari lelaki
tersebut untuk memberi minum untanya dari telaga itu, namun tiba-tiba orang itu
berlaku buruk terhadapnya dan menyebabkan telaga itu hancur. ketika itu Abu
Dzar berdiri kemudian duduk selanjutnya berbaring. Dikatakan kepadanya wahai
Abu Dzar kenapa engkau duduk kemudian berbaring? Dia menjawab bahwasannya
Rasulullah r bersabda: ….. kemudian beliau membacakan hadits diatas
- Berwudlu, sebagaimana sabda Nabi r:
َالْغَضَبُ جَمْرَةٌ مِنْ َنارٍ
فَاطْفِؤُوْهَا ِبالْوُضُوْءِ
"Marah
itu adalah bara api maka padamkanlah dia dengan berwudlu".[7]
- Melaksanakan sholat, sebagaimana
dijelaskan dalam sebuah Atsar:" Penghapus setiap perselisihan adalah
dua raka'at (shalat sunnah)".[8]
- Menjaga wasiat Rasulullah r sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah
radhiallahu anhu" Bahwa seorang lelaki berkata kepada Nabi r:
أَوْصِنِي
قَالَ:لاَ تَغْضَبْ, فَرَدَّدَ ذَلِكَ مِرَارًا قَالَ لاَ تَغْضَبْ
"Berilah aku wasiat beliau berkata:
"Janganlah marah" Beliau mengulangi wasiat itu, Nabi r mengatakan: "Janganlah marah".[9]
- "Janganlah marah maka bagimu adalah surga".[10]
Jika engkau mengingat apa-apa yang dijanjikan oleh Allah bagi
orang-orang yang bertaqwa, yaitu
orang-orang yang menjauhi sebab-sebab munculnya amarah baik bagaimana
menahan amarah dan menolaknya, makahal ini sebagai tindakan yang paling
besar yang membantu seseorang dalam memadamkan api kemarahan, juga
mendapat pahala yang besar, sebagaimana dalam sabda Rasulullah r:
مَنْ َكظَمَ
غَيْظًا وَهُوَ قَاِدرٌ عَلىَ أَنْ يُنَفِّذَهُ, دَعَاهُ اللهُ عَزَّوَجَلَّ عَلىَ
رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَ هُ مِنَ اْلحُوْرِ
مَا شَاءَ
"Barang siapa yang menahan
kemarahannya sedangkan ia mampu untuk melakukannya maka Allah azza wa jalla
akan menyeru dia di hadapan seluruh manusia pada hari kiamat untuk dipilihkan
baginya bidadari yang dikehendakinya".[11]
9. Mengetahui derajat yang tinggi dan kedudukan
istimewa yang akan diberikan kepada orang yang bisa menahan dirinya dari marah.
Rasulullah r bersabda:
لَيْسَ
الشَّدِيْدُ بِالصُّرْعَةِ وَإِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ
عِنْدَ اْلغَضَبِ
"Bukanlah kuat itu dengan mengalahkan
musuh saat bergulat, akan tetapi kuat itu adalah orang yang bisa menguasai
dirinya tatkala marah".[12]
Dari Anas radhiallahu anhu bercerita bahwa
Nabi r melewati sekelompok kaum yang saling bergulat, maka Rasulullah r bertanya: Apakah ini? mereka menjawab: "Dia
pegulat yang ulung tidaklah seorangpun yang bergulat dengannyakecuali dia
mengalahkannya kemudian beliau berkata:Tidakkah aku tunjukkan pada kalian yang
lebih orang yang lebih kuat darinya, yaitu seorang yang dizalimi namun dia
menahan kemarahanya kemudian dia mengalahkan orang yang menzaliminya dan
mengalahkan syaitan diri serta mengalahkan syaitan saudaranya".[13]
10.
Mengikuti petunjuk Nabi r ketika marah. Dari Anas radhiallahu anhu berkata: Aku berjalan
bersama Rasulullah r, saat itu beliau memakai kain dari Najran yang kasar pinggirnya kemudian seorang badui'
datang menghampirinya dan menarik kain itu dengan tarikan yang sangat
kuat, sampai aku melihat pada leher
Rasulullah r di mana tarikan itu sampai membekas karena kuatnya tarikan
tersebut, kemudian ia berkata: "Wahai Muhammad perintahkanlah (kepada
kaummu untuk membagikan kepadaku harta dari Allah yang ada di padamu, kemudian
Nabi r meliriknya sambil tersenyum lalu beliau memerintahkan untuk
diberikan bagian tertentu baginya" [14] Dan di antara petunjuk
Nabi r adalah menjadikan amarah tersebut hanya
karena Allah I yaitu bilamana tuntunan Allah I dilanggar inilah marah yang terpuji.
11.
Mengetahui bahwasanya menahan amarah adalah ciri orang yang bertakwa,
hal itu sebagaimana firman Allah I:
اَلَّذِيْنَ
يُنْفِقُوْنَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِيْنَ اْلغَيْظَ
وَالْعَاِفيْنَ عَنِ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ اْلمُحْسِنِيْنَ
"Yaitu
orang-orang yang menafkahkan hartanya secara sembunyi dan terang-terangan dan
orang yang menahan kemarahan serta memaafkan manusia, sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang berbuat baik".[15]
12.
Sadar ketika di ingatkan, sebagaimana dalam sebuah atsar yang
diriwayatkan Ibnu Abbas t:
Sesungguhnya seseorang meminta izin pada Umar radhiallahu anhu maka dia
mengizinkannya dan ia berkata: "Wahai Ibnul Khattab demi Allah engkau
tidak memberiku dengan pemberian yang banyak, tidak juga berhukum kepada kami
dengan adil, seketika itu Umar radhiallahu anhu marah sehingga dia hendak
memukulnya, namun Al Harb bin Qais (seorang teman duduk Umar) berkata: Wahai
Amirul mu'minin sesungguhnya Allah I telah berfirman kepada Nabi r:
خُذِ الْعَفْوَ
وَاْمُرْ بِاْلعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاِهلِيْنَ
"Jadilah
engkau pmaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah
dari orang-orang yang bodoh".[16]
"Sebab,
sesungguhnya dia termasuk orang yang bodoh, demi Allah Umar radhiallahu anhu
tidak meremehkan ayat tersebut saat dibacakan kepadanya ayat tersebut dan dia
teguh dalam tuntunan kitab Allah U.[17]
13. Mengetahui akibat buruk sikap marah,
sebagaimana hadits yang diriwayatkan Al Qomah bin Wail dari bapaknya
radhiallahu anhu beliau bercerita kepadanya: Aku duduk bersama Nabi r, tiba-tiba datanglah seseorang membawa orang yang sedang diborgol
lalu dia berkata: "Ya Rasulallah dia telah membunuh saudaraku kemudian
Rasulullah r bertanya kepada lelaki yang diborgol tersebut: "Apakah
engkau telah membunuhnya?", "Ya saya membunuhnya". Jawabnya.
Beliau berkata: "Bagaimana engkau membunuhnya?" Orang itu menjawab:
"Aku bersamanya mengambil dedaunan dari pohon untuk makanan ternak,
kemudian ia mencelaku hingga membuatku marah kemudian aku memukulnya dengan
kapak tepat pada batang lehernya akhirnya dia mati, …… [18]
14. Mengambil sikap diam, hal ini sebagai mana
sabda Nabi r:
إِذاَ غَضِبَ أَحَدُكُمْ
فَلْيَسْكُتْ"
Apabila salah seorang d iantara kalian marah
maka hendaklah dia diam".[19]
15. Hal yang dapat menahan kemarahan adalah do'a
dan dari do'a Nabi r:
أَسْأَلُكَ
كَلِمَةَ اْلحَقِّ فِي اْلغَضَبِ وَالِّرِضَا
"Ya Allah aku memohon kepadamu
perkataan yang hak di waktu marah dan Ridho". [20]
16. Mengingat ayat atau hadits yang menceritakan
keagungan menahan kemarahan serta keutamaan memberikan maaf dan berbuat
bijaksana.
17. Menjauhkan dirinya dari akibat permusuhan dan
dendam serta berfikir tentang keburukan rupanya tatkala dia marah.
18. Selalu berdzikir kepada Allah I:
أَلاَ بِذِكْرِ
اللهِ تَطْمَئِنُّ اْلقُلُوْبِ
"Ketahuilah bahwa hanya dengan mengingat Allah maka hati
tentram".[21]
19. Memberikan hak badan untuk beristirahat.
[1] QS. Al A'raf 148-154
[2] Adab Ad Dunnya wa Ad Din hal. 250
[3] QS. As Syura':43
[4] Oleh karena itu sebagian ulama berpendapat
bahwasanya bilamana seseorang sedang marah maka janganlah mengatakan kepadanya:
Ingtlah Allah sebab hal tersebut terkadang menjadikan dia lebih buruk,
disebutkan dalam akhir hadits ini bahwasanya seseorang diingatkan: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ
الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ dia menjawab: Aku tidak gila.
[5] HR.Bukhari – Muslim, Al fath juz 6 hal 337, Al
Kalam At Tayyib 227.
[6] HR. Abu Daud no:4000
[7] HR.Al Baihaqi dan sebagian ulama yang lain
menghasankannya
[8] HR.Silsilah hadits shahihah
[9] HR. Bukhari Fath Al Bari juz 10 hal 456
[10] Hadits shahih, shahih al Jami' no:7374 dan
Ibnu Hajar menisbatkan hadits ini pada At Tabrani lihat Al Fath juz 4 hal 465
shahih at Targib no:2747
[11] HR. Abu Daud
no:4777 dan yang lainnya dan dihasankan oleh Al Albani dalam shahih Al
Jami' no:6518
[12] HR.Bukhari Muslim dan Imam Ahmad juz 2 hal 236
shahih Al Adab 989
[13] HR Al Bazzar dan Ibnu Hajar berkata:sanadnya
hasan juz 10 hal 519 silsilah shahihah no:3295
[14] HR Bukahri- Muslim,Fath Al Bari juz 1 hal 375
[15] QS.Ali Imran:2:134
[16] QS.Al A'raf:199
[17] HR.Bukhari juz 4 hal 403
[18] HR.Muslim
[19] HR. Imam Ahmad dalam kitab Al Musnad juz 1 hal
329 shahih al Jami' 693
[20] Didalamnya ada Abu Bakr dia Ibnu Maryam dan
itu da'if ( Al Albani)
[21] QS.Ar Ra'ad:28
Post a Comment