Agar Ibadah Puasa Lebih Bermakna
Agar Ibadah Puasa Lebih Bermakna
Bulan
Ramadhan merupakan bulan nan pernuh berkah; Ramadhan menjadi penghulu segala
bulan dalam hutungan tahun Hijriyah, tahunnya umat Islam. Ramadhan adalah bulan
shiyam (puasa), dan dia juga bulan qiyam (shalat malam).
1.
Keutamaan Bulan Ramadhan
Hadits-hadits
yang mengupas keutamaan bulan nan agung ini, cukup banyak dan bercorak ragam.
Cukup kita petik beberapa di antaranya, sebagai penambah muatan motivasi yang
mengangkat gairah imani kita untuk memasuki bulan Ramadhan yang akan datang
menjelang, dengan penuh harap akan ampunan dan karunia-Nya.
Dari
Ubadah bin Shamit bahwasanya Rasulullah bersabda, yang artinya:
"Telah
datang kepadamu Bulan Ramadhan, bulan nan penuh berkah. Di bulan itu Allah akan
menaungimu; menurunkan .rahmat dan menghapus dosa-dosa, mengabulkan doa dan
memperhatikan bagaimana kamu sekalian saling berlomba-lomba (dalam kebaikan)
pada bulan itu. Allah pun membanggakan dirimu di hadapan para malaikat-Nya.
Maka perlihatkanlah (wahai kaum Muslimin) segala kebaikan pada dirimu.
Sesungguhnya orang yang celaka adalah orang yang kehilangan rahmat Allah."
(Diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabrani).
Hadits
yang lain:
"Telah
dianugerahkan kepada ummatku pada bulan Ramadhan lima karunia yang tidak pernah
diberikan kepada ummat manapun sebelum mereka:
Aroma
mulut orang yang berpuasa, disisi Allah, lebih harum semerbak ketimbang bau
kesturi. Para malaikat memohonkan bagi mereka ampunan hingga waktu berbuka.
Setiap hari di bulan itu, Allah menghiasi Jannah-Nya seraya berfirman kepada
sang Jannah:
"Tak
lama lagi, para hamba-Ku yang shalih akan dibebaskan dari beban dan kesusahan,
lalu beranjak menemuimu."
Di bulan
itu, para jin pembangkang dibelenggu; mereka tak dapat bebas berbuat, seperti
pada bulan-bulan yang lain. Lalu, Allah mengampuni dosa- dosa mereka pada malam
terakhir.
Ada
sahabat yang bertanya: "Ya Rasulallah, apakah malam terakhir itu, malam
Lailatul Qadar?".
Beliau
menjawab:
"Bukan,
karena orang yang beramal akan mendapati ganjarannya, bila ia telah selesai
menunaikannya." [2]
Ada
beberapa hadits lain yang senada dengan itu. Dua hadits di atas, dan banyak
lagi yang lainnya meliputi beberapa kesimpulan:
1. Allah
telah memberkahi bulan Ramadhan ini sebagai bulan pengampunan atas segala dosa,
bagi orang yang memenuhi bulan ini dengan beragam ibadah; tetapi tidak untuk
dosa-dosa beaar. Nabi bersabda:
"Barangsiapa
yang beribadah pada bulan Ramadhan dengan penuh
keimanan
dan introspeksi diri, akan Allah ampuni dosa-dosanya yang
terdahulu."
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dan
Salman Al-Farisi, bahwasanya Rasulullah bersabda: "Antara shalat-shalat
lima waktu; antara Jum'at dengan Jum'at; dan antara Ramadhan yang satu dengan
rmadhan berikutnya; ada pengampunan dosa, bagi mereka yang menghindari
dosa-dosa besar."[3]
Dosa-dosa
besar hanyalah diampuni, lewat taubat tersendiri yang dilakukan seorang hamba
dengan penuh penyesalan di hadapan Allah. Hanya saja sebagian ulama, di
antaranya Ibnu Taimiyyah, Imam Nawawi dan lain-lain menegaskan; bahwa Ibadah
Ramadhan, berikut shaum dan shalat malamnya, bila dilakukan dengan penuh
keikhlasan berarti sudah mencakup taubat itu sendiri. Dan itulah yang menjadi
tujuan puasa, bahkan seluruh ibadah seperti tertera dalam al-Qur'an adalah:
Agar kamu sekalian bertakwa.
2.
Termasuk keberkahan bulan suci Ramadhan adalah sempitnya ruang gerak setan itu
untuk melancarkan godaan dan tipu dayanya terhadap bani Adam.
Terbelenggunya
mereka, adalah dengan kehendak Allah dan dalam pengertian yang sesungguhnya.
Namun juga tidak berarti mereka berhenti menggoda manusia secara total, seperti
tersebut dalam hadits di atas.
3.
Dihiasinya Jannah untuk menyambut kedatang an orang-orang yang berpuasa, seusai
menjalani cobaan Allah selama masa hidup di dunia. Ini salah satu bentuk
Tabsyir atau kabar gembira dari Allah.
4.
Keberkahan bulan Ramadhan juga terungkap jelas, dengan adanya para malaikat
yang memohonkan ampunan kepada Allah bagi mereka yang berpuasa. Di samping
aroma mulut orang yang berpuasa yang secara lahir mungkin tidak sedap di sisi
Allah lebih wangi dibanding aroma kesturi.
2
Berbagai Keutamaan Lain
Sebagai
Muslim yang mengharap keutamaan dan ampunan, di mana dia juga tak lepas dari
noda dan dosa, maka noda dan dosa itu dapat terkurangi bahkan terhapus lewat ibadah
di bulan Ramadhan. Segala bentuk ragam ibadah di bulan ini harus semaksimal mungkin
kita mefaatkan di antaranya:
2.1
Memperbanyak Shadaqah
Imam
Tirmidzi meriwayatkan:
Rasulullah
pernah ditanya: "Sedekah apakah yang paling utama?"
Beliau
menjawab: "Seutama-utamanya sedekah adalah sedekah di bulan Ramadhan."
[4]
Nabi
adalah orang yang gemar bersedekah. Kegemarannya bersedekah, menjadi semakin meningkat
di bulan Ramadhan. Salah seorang sahabat telah berkata:
"Sesungguhnya
Rasulullah itu lebih pemurah, dibandingkan dengan angina yang berhembus. Dan
terutama lagi di bulan Ramadhan." [5]
2.2
Shalat malam berjama’ah
Dari Abu
Dzar, bahwasanya beliau menuturkan:
"Dahulu
ketika kami melakukan shaum/puasa, Rasulullah tidak pernah shalat (malam)
berjama'ah bersama kami hingga bulan Ramadhan hanya tersisa tujuh hari lagi.
Lalu beliau shalat bersama kami hingga akhir sepertiga malam pertama.
Pada
malam yang ke dua puluh enam, beliau tak lagi shalat bersama kami.
Namun
pada malam ke dua puluh lima (satu malam sebelumnya), beliau sempat shalat
bersama hingga pertengahan malam. Lalu kami bertanya:
"Ya
Rasulallah, apakah tidak engkau sisakan sebagian malam agar kami menambah
shalat sendiri?" Maka beliau bersabda:
"Barangsiapa
yang shalat (malam) bersama imam hingga selesai
shalatnya,
akan dituliskan baginya (pahala) shalat semalam
untuknya."
[6]
Hadits
tersebut umumnya digunakan oleh para ulama untuk menetapkan disyari'atkannya
shalat malam berjama'ah (tarawih) pada bulan Ramadhan. Namun hadits tersebut
juga secara lebih khusus menyiratkan keutamaan shalat malam berjama'ah di bulan
Ramadhan itu. Meskipun secara umum, juga berlaku untuk setiap shalat jama'ah,
baik yang fardhu maupun yang mustahab.
Syaikh
Nashiruddin al-Albani menegaskan:
Sabda
beliau: "Barangsiapa yang shalat (malam) bersama imam", itu jelas menunjukkan
keutamaan shalat malam Ramadhan berjama'ah. Hal itu dikuatkan, dengan riwayat
dari imam Abu Dawud dalam "Al-Masail" hal.62:
Saya
pernah mendengar Imam Ahmad ditanya: "Mana yang lebih menarik hatimu,
orang yang shalat berjama'ah atau shalat sendiri?" Beliau menjawab:
"Tentu saja orang yang shalat berjama'ah."
Beliau
juga pernah ditanya: "Bagaimana kalau orang yang shalat sendiri itu
mengakhirkan shalat hingga akhir malam (pada waktu yang paling utama)?"
Beliau menanggapi: "Sunnah kaum Muslimin tetap lebih aku sukai." [7]
2.3
Memperbanyak amalan akhirat
Bulan
Ramadhan yang penuh berkah ini, adalah ladang subur untuk menebarkan beragam
amal shalih untuk dituai hasilnya di akhirat nanti. Dan mulai membaca
al-Qur'an, memberi makan orang miskin atau memberinya sekedar makanan untuk
berbuka puasa, berdoa, beristigfar, mempererat hubungan silaturrahmi dan
lain-lain.
Banyak
kaum Muslimin yang secara tradisi, memenuhi bulan suci ini dengan bekerja di
luar kebiasaan; demi untuk merayakan 'Iedul fitri dengan mewah penuh
kegemerlapan, bahkan terkesan dipaksa-paksakan; itu jelas merugian.
Di
ladang pahala, kita justru menanam amalan duniawi yang lebih banyak menghasilkan
kesia-siaan. Padahal telah diingatkan dalam satu hadits mauquf (hanya sampai
kepada sahabat) dari Hasan bin Ali:
"Apabila
engkau mendapati seseorang melomba kamu dalam urusan dunia, maka lombalah dia
dalam urusan akhirat." [8]
2.4
Menjalankan umrah
Imam
Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya bahwa Rasulullah
bersabda:
"Sesungguhnya
ganjaran umrah di bulan Ramadhan, sama dengan ganjaran melaksanakan haji sekali
atau bahkan haji bersamaku." [9]
Syaikh
Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim All Jarullah dalam "Majmu' Rasail Ramadhan iyyah" menyatakan:
"Namun
yang perlu dipahami, bahwa umrah di bulan Ramadhan itu, meskipun ganjarannya
sama dengan ibadah haji, namun ia tidak menggugurkan kewajiban haji itu sendiri
bagi mereka yang mampu berkewajiban".
2.5
Beribadah di malam Lailatul qadri
Para
ulama menyatakan, bahwa malam itu disebut dengan Lailatul qadri (malam kemuliaan),
karena kemuliaan dan keutamaannya. Bahkan dinyatakan, bahwa dimalam itu juga
rizki dan ajal kematian para hamba untuk selama satu tahun ditentukan Allah. Sebagaimana
difirmankan-Nya: "Pada malam itu dijelaskan, segala urusan yang penuh
hikmat." (Ad-Dukhan: 4)
Banyak
ayat yang menceritakan tentang keutamaannya yang tidak kami sebutkan di sini.
Di malam itu juga pahala amal ibadah Allah lipatgandakan. Nabi Bersabda:
"Barangsiapa
yang beribadah di malam Lailatul qadri, dengan penuh
keimanan
dan perhitungan; akan diampuni segala dosa-dosanya yang
terdahulu."
[10]
Adapun
waktu malam tersebut, banyak sekali diperselisihkan para ulama. Imam Hafidz Ibnu
Hajar Al-Asqalani dalam "Fathul Bari",
setelah menuturkan puluhan pendapat para ulama, berkata:
"Pendapat
yang paling kuat, malam itu terdapat pada sepuluh malam
terakhir.
Ia selalu berpindah, namun yang paling diharapkan dia akan muncul, pada
malam-malam ganjil. Adapun tepatnya; menurut Syafi'iyyah pada malam ke 21 atau
23. Tapi menurut sebagian besar ulama pada malam ke 27."
Demikian
juga pendapat syaikh al-Albani dalam "Qiyamul lail" . Para ulama sering mengungkapkan, bahwa hikmah tersembunyinya kepastian
malam itu, adalah agar kaum Muslimin giat beribadah pada setiap malam bulan
Ramadhan, Wallahu A'lam.
2.6
I’tikaf
Lepas dari perselisihan di mesjid mana i'tikaf itu disyari'atkan, kaum
Muslimin tetap harus mengakui kesepakatan para ulama bahwa i'tikaf di bulan
Ramadhan, khususnya sepuluh hari terakhir, adalah keutamaan besar sekaligus
sunnah yang tak pernah ditinggalkan Nabi seumur hidupnya hingga beliau wafat.
Dari Abu
Hurairah berkata:
"Nabi
dahulu beri'tikaf setiap bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Namun pada tahun
di mana beliau wafat, beliau beri'tikaf selama dua puluh hari." [11]
Karena
ia merupakan sunnah yang selalu dilakukan Nabi, maka kaum Musliminpun harus
merentang jalan demi melaksanakannya sedapat mungkin, di mesjid manapun i'tikaf
itu dilakukan. Oleh sebab itu, para ulama yang memilih pendapat bahwa i'tikaf itu
hanya di tiga mesjid utama (mesjid Al-Haram, An-Nabawi dan Al-Aqsha), mereka menjadikan
dalil "dilarangnya melakukan perjalanan sulit kecuali ke tiga mesjid"
untuk dibolehkannya mencapai mesjid itu dengan upaya keras, karena di sana
disyari'atkannya i'tikaf, sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam Ash-Shan'ani
dalam "Subulu as-Salam".
Pendapat
ke dua ini termasuk yang dipilih Syaikh Muhammad Nashiruddin al- Albani Hafidzahullahu
Ta'ala seperti beliau jelaskan dalam kitabnya "Qiyamu
ar- Ramadhan".
Adapun
bagi mereka yang berpendapat disyari'atkannya i'tikaf itu di setiap mesjid
jami', merekapun harus berusaha menghidupkan kembali sunnah Nabi yang sudah
lama ditinggalkan ini. [12]
3
Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Menjalankan Puasa Ramadhan
Syaikh Abdullah bin Jarillah menyebutkan beberapa hal yang seyogyanya
diperhatikan oleh orang yang berpuasa. Di sini kami nukil secara ringkas,
dengan disertai sedikit tambahan dan takhrij ringkas beberapa haditsnya.
1.
Mengenal hukum-hukum puasa
Banyak
kaum Muslimin yang memasuki bulan puasa ini tanpa bekal ilmu tentang puasa sama
sekali. Celakanya, mereka juga tak begitu merasa perlu untuk belajar. Padahal
Allah ta berfirman:
"Bertanyalah
kepada para ulama, kalau kamu sekalian tidak
mengetahui."
(An-Nahl: 43)
2.
Menyambut puasa dengan hura-hura, bukan dengan banyak berdzikir, beristigfar dan
mensyukuri nikmat Allah. Klimaksnya, bulan yang penuh berkah ini tidaklah menggiring
mereka untuk semakin bertakwa; tapi sebaliknya, semakin terbuai
seribu
satu kemaksiatan.
3.
Sebagian kaum Muslimin, memasuki bulan Ramadhan dengan gambaran lahir seperti
orang-orang yang bertaubat. Mereka shalat, berpuasa dan meninggalkan banyak
kemaksiatan yang 1biasa dilakukan.
Namun
seusai bulan puasa, mereka kembali menjadi pecinta kemaksiatan. Seolah- olah,
mereka hanya mengenal Allah di bulan nan suci ini. Atau mungkin mereka hanya
memandang ibadah di bulan ini sebagai satu tradisi. Nabi bersabda:
"Barangsiapa
yang beribadah hanya untuk didengar orang, maka Allah pun akan memberi ganjaran
dengan sekedar (ibadah itu) didengar orang. Barangsiapa yang beribadah untuk
sekedar dilihat orang, demikian juga Allah akan memberinya ganjaran." [13]
4. Ada
juga sebagian kaum Muslimin yang beranggapan bahwa bulan Ramadhan ini cocok
dijadikan waktu untuk beristirahat, tidur-tiduran dan bermalas-malasan di siang
hari, lalu begadang di malam hari. Bahkan seringkali, begadang malam itu
dibumbui dengan hal-hal yang dapat mengundang kemurkaan Allah. Dengan permainan,
mengobrol kesana kemari, berghibah, bahkan -kadang terjadi- berjudi, wal
'iyadzu billah.
5.
Selain itu, ada juga kaum Muslimin yang menyambut bulan ini dengan dingin dan tak
bergairah. Kalau sudah berlalu, ia akan kegirangan. Mereka beribadah dan berpuasa,
semata-mata mengikuti kebiasaan manusia di sekitarnya.
Alangkah
miripnya mereka dengan keadaan orang-orang munafik yang memang senang
bermalas-malasan dalam ibadah. Allah as berfirman:
"Sesungguhnya
orang-orang munafik itu (berusaha) menipu Allah,
tetapi
Allah-lah yang akhirnya menipu mereka. Dan apabila mereka
berdiri
untuk bershalat mereka berdiri dengan malas...." (An-Nisa:
142)
Rasulullah
juga bersabda, yang artinya:
"Sesungguhnya
shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik
adalah
shalat Isya dan Shubuh." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
6.Banyak
di antara mereka yang begadang malam untuk hal-hal yang tidak bermanfaat,
sampai-sampai meninggalkan subuh berjama'ah. Padahal Rasulullah bersabda:
"Tidak
dibolehkah begadang itu melainkan bagi orang yang shalat
(malam),
atau musafir." [14]
7.
Sebagian di antara mereka menghindari diri dari berbagai pembatal puasa;
seperti makan, minum, berjima' dan lain-lain. Tetapi mereka tak berusaha
menghindari hal-hal yang dapat membatalkan pahala puasa; seperti bebas melihat
aurat wanita di jalan-jalan (bahkan terkadang menjadi kebiasaan sehabis shubuh
dan menjelang berbuka), atau di majalah-majalah, berghibah, mencaci-maki orang
dan lain sebagainya.
8. Suka
berdusta.
Ada
sebagian kaum Muslimin yang menganggap ringan berkata dusta, termasuk di bulan
suci Ramadhan, di kala berpuasa. Padahal Rasulullah pernah bersabda:
"Barangsiapa
yang tidak juga meninggalkan berkata-kata dusta dan
masih
juga melakukannya (di kala berpuasa), maka Allah tak sedikitpun sudi menerima
ibadah puasanya, meski ia meninggalkan makan dan minum." [15]
9. Satu
hal yang aneh, namun benar-benar sering terjadi; seseorang berpuasa, tapi tidak
shalat. Atau terkadang ada yang rajin shalat, tapi selalu beralasan tidak kuat
berpuasa. Padahal sungguh tidak ada manfaat orang itu berpuasa kalau dia tidak
shalat. Karena shalat adalah pilar dien/agama Islam.
10. Ada
juga sebagian kaum elit di kalangam Muslimin yang sengaja bersafar terkadang
keluar negeri agar mendapat keringanan untuk tidak berpuasa. Padahal Allah Maha
Mengetahui apa yang terbetik dalam hati hamba-Nya.
11.
Sebagian kaum Muslimin, ada yang berbuka puasa dengan mengkonsumsi sesuatu yang
haram. Terkadang minuman keras, rokok (itu banyak terjadi), serta makanan dan
minuman yang didapat dan usaha yang haram. Selain itu, beliau juga menyebutkan
beberapa hal lain yang layak diperhatikan.
Dan juga
masih banyak lagi kejanggalan-kejanggalan yang dilakukan sebagian kaum Muslimin
dalam melakukan ibadah puasa.
Terkadang,
bahkan merusak bingkai kerja dari puasa itu sendiri; yaitu menahan diri dan
makan dan minum. Bentuknya? Dengan mengumbar nafsu makan dan minum tatkala
berbuka puasa. Ibnu Taimiyyah mengungkapkan penafsiran yang bagus tentang
hadits nabi : "Sesungguhnya setan itu mengalir dalam tubuh manusia
mengikuti aliran darah." [16]
Beliau
berkata:
"Orang
yang puasa dilarang makan dan minum karena keduanya adalah sebab tubuh itu
menjadi kuat. Dan makanan dan minum itulah yang dapat menghasilkan banyak
darah, tempat di mina setan ikut berjalan mengaliri tubuh manusia. Sesungguhnya
darah yang di telusupi setan itu memang berasal dan makanan dan minuman, bukan
dan suntikan atau faktor keturunan." [17]
4.
Manfaat-Manfaat Ibadah Puasa
Syaikh
Ali Hasan dalam "kitabu Ash-Shiyam" menuturkan beberapa faedah puasa berdasarkan
keterangan dari beberapa hadits. Akan kami sebutkan di sini dengan ringkas:
4.1
Puasa itu adalah perisai
Bagi
mereka yang masih diamuk jiwa muda dan syahwat membara, namun masih belum terbuka
pintu menuju pelaminan; disyari'atkan baginya untuk mengekang keinginan syahwatnya
itu dengan berpuasa. Rasulullah bersabda, yang artinya:
"Wahai
pemuda-pemudi, barangsiapa di antara kamu yang sudah memiliki kemampuan
seksualitas, hendaknya ia menikah. Karena menikah itu lebih dapat memelihara
pandangan dan kemaluan. Kalau ia belum mampu menikah, hendaknya ia berpuasa.
Sesungguhnya puasa itu adalah obat penawar gejolak syahwat."
Lebih
khusus lagi Rasulullah juga bersabda yang artinya:
"Puasa
itu ibarat perisai, ia akan menamengi seorang samba dari siksa neraka." [18]
Nah
khusus di bulan Ramadhan, sebulan penuh seorang Muslim fiakan diasah jiwanya dengan
puasafi sehingga bisa terbentengi dari sergapan setan yang selalu memperalat hawa
nafsu untuk menjungkirkan seorang hamba ke jurang neraka. Tentu saja hal itu utama
bagi mereka yang berkeinginan fidengan puasanyafi untuk mencapai ketakwaan kepada Allah.
4.2
Puasa adalah jalan menuju Jannah
Dari
Umamah berkata: "Wahai Rasulullah, tunjukkanlah aku satu amalan yang akan
menggiringku menuju Jannah." Beliau bersabda: "Lakukan puasa,tak ada
amalan yang setara dengannya." [19]
4.3
Puasa dapat menjadi perantara turunnya syafa’at
Rasulullah
bersabda, yang artinya:
"Puasa
dan al-Qur'an akan memberi syafat kepada seorang hamba
di hari
kiamat nanti. Sang puasa berkata: "Ya Allah, aku telah
menghalanginya
makan dan mengumbar nafsu, jadikanlah aku perantara untuk menyampaikan
syafa'at-Mu kepadanya. [20]
4.4
Dua saat kebahagiaan bagi orang yang berpuasa
Nabi
bersabda:
"Orang
yang berpuasa memiliki dua saat-saat penuh kebahagiaan: kala ia berbuka, dan,
di saat ia menjumpai Rabb-nya (selepas hidup di dunia). [21]
4.5
Pintu Rayyan di Jannah (surga), bagi kaum yang berpuasa
Dari
Sahal bin Sa'ad, dari Nabi bahwasanya beliau bersabda, yang artinya:
"Sesungguhnya
di Jannah kelak, ada pintu yang bernama Rayyan. Dari situlah kaum yang berpuasa
akan masuk Jannah di hari kiamat. Tak seorangpun kecuali mereka yang akan
memasukinya. Bila orang terakhir di antara mereka telah masuk, pintu segera
ditutup; dan barangsiapa (di antara yang masuk) meminum sedikit airnya, niscaya
ia tak akan dahaga selamanya." [22]
Allah-lah
Pencipta segala kebahagiaan, kepada-Nyalah' kembali akhir kehidupan.
Selayaknya
kita menyambut bulan yang penuh berkah dengan penuh gairah dan kegembiraan. Di
sanalah, dan dari sanalah kita akan beranjak dengan taufik Sang Maha Rahman menuju Jannah-Nya yang penuh kebahagiaan.
Didownload dari
http: //www.vbaitullah.or.id
[1] )
Disalin dari majalah As-Sunnah 07/III/1419H hal 11 - 17.
[2] ) Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab Zakat: 7576, 7712, 7713, 8015,
10464 dari hadits Abu Hurairah.
[3] ) HR. Muslim dalam kitab Ath-Thaharah: 342, 343, 344.
[4] ) HR.Tirmidzi kitab Zakat: 599, Baihaqi, Ibnu Khuzaimah dan lain-lain.
Imam Tirmidzi berkata: "Hadits ini gharib."
[5] ) Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Asy-Syamail al-Muhammadiyah.
[6] ) Diriwayatkan oleh Abu Dawud 1/217, Tirmidzi 11/72-73 dan beliau
berkomentar: Sanad hadits ini shahih. Juga oleh Nasai 1/238, Ibnu Majah 1/397
dan lain-lain.
[7] ) Shalat At-Tarawih, hal. 15 - Al-Maktab Al-lslami.
[8] ) Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ad-Dunya dalam kitab "Dzammu
Ad-Dunya" No. 465 (lihat Al-
ljabah Al-bahiyyah, Abdulllah bin Sa'dan - Dariil'Ashimah hal. 12).
[9] ) HR. Al-Bukhari IV/245
[10] ) Diriwayatkan oleh Al-Bukhari/1910 dan Muslim/759 dan Tirmidzi (619) dalam kitab: Ash-
Shaum.
[11] ) HR. Al-Bukhari IV/245.
[12] ) Di antara para ulama yang berpendapat seperti ini:
1. Imam Al-Bukhari dalam Shahihnya 11/187;
2. Ibnu Hajar dalam Fathul
Bari 1V/319, cetakan Daru Ad-Diyan;
3. Al-Imam Al-Baghwi dalam Syarhu As-Sunnah VI/494 cetakan Al-Maktab al-Islami;
4. Al-Mawardi dalam
"Al-Hawi Al-Kabrr" 111/485 cetakan Daru al-Kutub al-Ilmiyyah;
5. An-Nawawi dalam
"Al-Majmu"' VI/483 cetakan Daru al-Fikr;
6. Ibnu Qasim Ar-Ra_'i dalam Fathul Aziz V1/484;
7. Ibnu Quddamah dalam "Al-Mughni" 1V/462 cetakan Hajar Kaira Mesir dan juga
dalam 'Asy-Syarhu al-Kabir';
8. Ibnu Dhawiyyan dalam 'Manaru as-Sabil" 1/224 cetakan Daru al-Ma'arif;
9. Imam Syaukani dalam "Nailul Author" 1V/769 cetakan Daru al-Jiel Lebanon;
10. Sayyid Sabiq dalam Fiqhu as-Sunnah dan lain-lain.
[13] ) Dengan lafadz ini dikeluarkan oleh Muslim dari hadits Ibnu Abbas (2986). Juga dari hadits
Jundub dengan lafadz yang berbeda (6123). Al-Bukhari juga meriwayatkannya dalam
kitab: Ar-Raqaiq (6134).
[14] ) Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (3421, 4023) dan Imam Suyuthi dalam Al-Jami' Ash-Shaghir, dan
beliau mengisyaratkannya sebagai hadits hasan.
[15] ) HR. AI-Bukhari kitab: Ash-Shaum
1770, 5597 dengan lafadz:
Barangsiapa yang belum meninggalkan perkataan dusta, mengerjakannya dan
masa bodoh
dengannya...
[16] ) Diriwayatkan oleh Ahmad (12132, 13631), Al-Bukhari
kitab A1-I'tikaf (1897), kitab: Bad'ul kholq (3039) dan kitab; Al-Adab (6761)
dan Muslim kitab: As-Salam (4040) dari hadits Anas bin Malik dan Shafiyyah
binti Huyay, juga oleh Abu Dawud kitab: Al-Adab (4243), At-Tirmidzi kitab:
Ar-Radha' (1092) Ibnu Majah kitab: Ash-Shiyam (1769) dan ini lafadznya.
[17] ) Lihat Haqiqatu ash-shiyam - oleh Ibnu Taimiyyah.
[18] ) Diriwayatkan oleh Ahmad 111/241.
[19] ) Diriwayatkan oleh Nasa'i (1V/165), Ibnu Hibban (hal. 232 - Mauridu
Adz-Dzam'an) dan Al-Hakim (1/421).
[20] ) Diriwayatkan oleh Ahmad: 6626, Al-Hakim: U 54 dan lain-lain dari hadits
Abdullah bin Amru.
[21] ) Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Ash-Shaum.
[22] ) Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (4/95), Muslim (1152). Sedikit tambahan
dibagian akhir hadits
berasal dari Shahih Khuzaimah (1903).
Post a Comment