Jangan Suka Mengutuk (Melaknat)
Jangan Suka Mengutuk (Melaknat)
Segala
puji hanya bagi Allah I semata. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada seseorang yang
tidak ada nabi sesudahnya. Adapun sesudah itu:
Tidak
diragukan lagi, sesungguhnya di antara tujuan risalah Islam adalah membersihkan
akhlak (budi pekerti), mensucikan jiwa, memurnikan perasaan, menyebarkan cinta
dan kasih sayang, serta semangat tolong menolong dan rasa persaudaraan di
antara kaum muslimin. Nabi r bersabda:
إِنَّمَا
بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلأَخْلاَقِ
'Sesungguhnya
aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia." HR. Ahmad dan ath-Thabrani.
Ada penyakit besar yang
tersebar di antara semua lapisan masyarakat dalam berbagai usia dan tingkatan
pendidikannya. Penyakit besar yang anak kecil tumbuh atasnya, yang tua
menaikinya, dan banyak disepelekan oleh para orang tua dan anak-anak, laki-laki
dan perempuan, pemuda dan pemudi. Penyakit besar yang terlahir darinya sifat
dengki, bangkitnya sifat dendam, berhembuslah angin permusuhan dan kebencian
disebabkannya. Penyakit besar yang dimurkai oleh Rabb I, mengeluarkan hamba dari catatan orang-orang
shalih dan memasukkannya dalam golongan orang-orang durhaka yang fasik.
Sesungguhnya ia adalah mencela, mengutuk (melaknat), perkataan kotor, lisan
yang keji. Maka engkau menemukan seorang ayah mencela anak-anaknya dan mengutuk
mereka, dan ibu juga melakukan hal yang sama, sedangkan keduanya tidak
menyadari bahwa hal itu termasuk dosa besar dan kesalahan yang fatal. Dan
engkau mendapatkan seorang teman mencela temannya sendiri, lalu ia menjawab
atasnya dengan mencela ibu dan ayahnya. Sehingga seorang anak kecil, engkau
mendapatkan dia mulai membiasakan mencela dan mengutuk orang lain. Terkadang ia
melakukan hal itu kepada bapak dan ibunya, sedangkan keduanya memandang
kepadanya dengan rasa senang dan gembira. Sesungguhnya wajib kepada setiap
orang yang berakal agar selalu menjaga lisanya dan tidak membiasakan mencela
dan mengutuk, sampai kepada pembantu dan anaknya yang masih kecil. Bahkan
bersama apapun juga dari benda padat atau hewan. Maka sesungguhnya ia tidak
akan aman apabila ia mencela seseorang manusia atau mengutuknya bahwa ia
membalas seperti ucapannya, atau menambahinya, lalu bangkitlah kemarahannya dan
menyeretnya kepada sesuatu yang tidak terpuji akibatnya. Berapa banyak tindakan
kriminal yang terjadi yang bermula dari kutukan dan celaan, dan api besar
berasal dari percikan api yang kecil.
Apabila ia mencela seorang manusia atau mengutuk seorang
muslim, maka sungguh ia telah menyakitinya. Dan Allah I berfirman:
والذين يؤذون المؤمنين والمؤمنات بغير ما
اكتسبوا فقد احتملوا بهتاناً وإثماً مبينا
Dan
orang-orang yang menyakiti orang-orang mu'min dan mu'minat tanpa kesalahan yang
mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang
nyata. (QS. al-Ahzab:58)
Penyakit lisan:
Nabi r bersabda:
سِبَابُ
الْمُسْلِمِ فُسُوْقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
"Mencela seorang muslim adalah fasik dan
membunuhnya adalah tindakan kufur." Muttafaqun 'alaih. An-Nawawi
rahimahullah berkata: as-Sabb secara etimologi berarti: mencela dan
berbicara tentang kehormatan manusia dengan sesuatu yang mencelanya. Dan al-Fisq
secara bahasa berarti keluar, dan yang dimaksud dengannya dalam syari'at adalah
keluar dari ketaatan. Maka mencela seorang muslim secara tidak benar adalah
haram berdasarkan ijma' umat dan pelakunya adalah orang fasik, seperti yang
dikabarkan oleh Nabi r.' (Syarh Muslim: 2/241).
Maka apakah
orang-orang yang melepaskan lisan mereka karena mencela dan merobek kehormatan
kaum muslimin membayangkan bahwa dengan hal itu mereka menjadi orang-orang
fasik yang keluar dari taat kepada Allah I dan rasul-Nya r? Ketahuilah, hendaklah bertaqwa kepada Allah I orang-orang yang melepaskan lisan mereka hingga mendatangi
kebinasaan dan memetik kerugian. Nabi r bersabda:
سِباَبُ
الْمُسْلِمِ كَالْمُشْرِفِ عَلَى الْهَلَكََةِ
"Mencela seorang muslim adalah bagaikan orang yang
mendatangi kebinasaan." HR. al-Bazzar dan dihasankan oleh Syaikh
al-Albani.
Ancaman bagi orang yang memulai mencela:
Sesungguhnya orang
yang memulia mencela, dialah yang memikul dosa sendirian, apabila orang yang
dicela memaafkan atau membela diri sekadar kezalimannya dan hal itu tidak
melewati kepada sesuatu yang dizalimi. Nabi r bersabda:
اَلْمُسْتَبَّانِ
مَا قَالاَ، فَعَلَى
الْبَادِىِء مِنْهُمَا، مَالَمْ يَعْتَدِ الْمَظْلُوْمُ
"Doa orang yang mencela adalah menurut apa yang mereka
ucapkan, maka dosa atas orang yang memulia dari keduanya, selama yang dizalimi
tidak melewat batas." HR. Muslim.
Imam Nawawi rahimahullah menyebutkan beberapa faedah sekitar
hadits ini, di mana dia berkata:
1.
Maksudnya sesungguhnya dosa saling mencela yang
terjadi di antara dua orang adalah khusus untuk yang memulai dari keduanya,
kecuali orang kedua melewati batas atas dari sekadar membela diri, seperti ia
mengatakan kepada yang memulia melebih apa yang dia ucapkan.
2.
Dan dalam hal ini boleh membela diri, dan tidak
ada perbedaan tentang bolehnya dan sangat jelas dalil-dalil dari al-Qur`an dan
sunnah. Firman Allah I:
ولمن انتصر بعد
ظلمه فأولئك ما عليهم من سبيل
Dan
sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu
dosapun atas mereka. (QS. asy-Syura:41)
Dan firman-Nya I:
والذين إذا
أصابهم البغي هم ينتصرون
Dan
(bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela
diri. (QS. asy-Syura:39)
3.
Kendati demikian, sabar dan memaafkan
lebih utama. Firman Allah I:
ولمن
صبر وغفر إن ذلك لمن عزم الأمور
Tetapi
orang yang bersabar dan mema'afkan sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu
termasuk hal-hal yang diutamakan. (QS. asy-Syura:43)
Dan bagi hadits yang disebutkan setelah ini:
وما
زاد الله عبداً بعفواً إلا عزى
"Dan Allah I tidak menambah kepada hamba sifat maaf kecuali kemuliaan."
4.
Dan ketahuilah, sesungguhnya mencela
seorang muslim dengan cara yang tidak benar adalah haram, sebagaimana sabda
Nabi r:
سباب
المسلم فسوق
"Mencela seorang muslim adalah fasik."
5. Yang dicela tidak boleh membela diri kecuali dengan
semisalnya selama tidak bohong, atau menuduh berzinah, atau mencela
pendahulunya. Di antara gambaran yang dibolehkan dalam membela diri adalah
dengan kata (wahai orang yang zalim) (Wahai orang yang bodoh) (Wahai orang yang
tidak bersendal), atau semisal yang demikian itu. Karena tidak ada seorang pun
yang terlepas dari sifat-sifat ini.
6. Mereka berkata:
apabila yang dicela membela diri, niscaya ia telah membalas kezalimannya dan
terlepas yang pertama dari haqnya, dan tersisa atasnya dosa memulai, atau dosa
kepada Allah I. (dari syarah Shahih al-Bukhari).
Dan apabila
yang dicela membalas dengan tindakan melampaui batas niscaya dosa atas
keduanya. Dari Iyadh bin Hamar t, ia berkata, 'Aku berkata, 'Wahai Nabiyallah, seseorang
mencelaku, sedangkan dia di bawah aku, bolehkan aku membela diri darinya?' Nabi
r bersabda:
المستبان شيطانان
يتهاتران، ويتكاذبان
"Dua orang yang saling mencela adalah syetan,
saling bermusuhan dan berbohong." HR. Ibnu Hibban dan dishahihkan oleh
Al-Albani.
Di antara dosa-dosa besar:
Jauhilah
–wahai saudaraku- bahwa engkau menjadi penyebab dalam mencela kedua orang tuamu
maka jadilah engkau seperti mencela keduanya. Nabi r bersabda:
إن من أكبر
الكبائر أن يلعن الرجل والديه، قيل
يارسول الله ! وكيف يلعن الرجل والديه؟ قال : ((
يسب
أبا الرجل فيسب أباه، ويسب أمه فيسب
أمه))
"Di
antara dosa besar adalah seseorang mengutuk kedua orang tuanya.' Ada yang
bertanya, 'Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang mencela kedua orang tuanya?
Beliau bersabda, 'Dia mencela bapak seseorang lalu ia mencela bapaknya, dan
ia mencela ibunya lalu ia mencela ibunya." HR. al-Bukhari.
Dan sangat disayangkan bahwa hal itu banyak tersebar di
antara anak-anak kaum muslimin dan para pelajarnya. Ini –demi Allah I- membuktikan kemunduran dalam pendidikan dan kelalaian
para wali yang tidak mengajarkan kepada anak-anak mereka tentang keutamaan,
akhlak yang baik dan perilaku yang indah. Ini merupakan ancaman pada orang yang menjadi penyebab dalam
mencela ayah dan ibunya, tanpa mencela keduanya secara langsung. Maka bagaimana
kondisi orang yang mencela keduanya dengan dirinya sendiri secara langsung,
maka ia mencela dan mengutuk keduanya, bahkan ada yang berani memukul
keduanya, tidak ada daya dan upaya
kecuali dengan pertolongan Allah I.
Penyakit mengutuk:
Adapun
mengutuk, maka sungguh terhadap ancaman keras dari Nabi r. Beliau r bersabda:
لعن المؤمن كقتله
"Mencela seorang muslim adalah seperti membunuhnya."
Muttafaqun 'alaih.
Renungkanlah wahai saudaraku besarnya dosa membunuh seorang
mukmin dan beratnya dosanya, serta gambaran hukuman yang diberikan Allah I atasnya berupa siksaan, kutukan dan kemurkaan di dunia dan
akhirat, niscaya engkau mengetahui dengan hal itu bahaya mengutuk dan terus
menerus padanya. Firman Allah I:
ومن يقتل
مؤمناً متعمداً فجزاءوه جهنم خالداً فيها وغضب الله عليه ولعنه وأعد له عذاباً عظيماً
Dan
barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannnya ialah
jahannam, Kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya
serta menyediakan azab yang besar baginya. (QS. an-Nisaa`:93)
Ini adalah balasan pembunuh seorang mukmin yang Nabi r menyerupakan orang yang mengutuknya dengannya, maka dosa
apakah ini? dan kesalahan apakah itu? Dan Nabi r menjelaskan bahwa seorang mukmin yang sempurna imannya
tidak akan menjadi orang yang suka mengutuk. Nabi r bersabda:
لا يكون المؤمن لعاناً
"Seorang
mukmin tidak menjadi orang yang suka mengutuk." HR. at-Tirmidzi dan
dishahihkan oleh al-Albani. Karena itulah Nabi r melarang tindakan saling mengutuk, beliau r bersabda:
لا تلاعنوا بلعنة الله، ولا بغضبه ولا بالنار
"Janganlah
kamu saling mengutuk dengan kutukan Allah I, tidak pula dengan murka-Nya, dan tidak pula
dengan api." HR. Abu Daud dan
at-Tirmidzi dan ia berkata: hasan shahih.
Dan Nabi r mengabarkan turunnya kedudukan orang-orang
yang suka mengutuk di hari kiamat, beliau r bersabda:
لا
يكون
اللعانون شفعاء ولا شهداء يوم القيامة
"Orang-orang
yang suka mengutuk tidak akan menjadi pemberi syafaat dan tidak pula menjadi
saksi di hari kiamat." HR. Muslim.
An-Nawawi rahimahullah
memberikan komentar tentang hadits ini: 'Dalam hadits ini merupakan ancaman
mengutuk, dan sesungguhnya orang yang berperilaku dengannya, tidak adalah
padanya sifat yang indah, karena mengutuk dalam doa dimaksudkan dengannya
dijauhkan dari rahmat Allah I. Doa dengan ini bukan termasuk akhlak orang-orang beriman yang
digambarkan oleh Allah I dengan sikap saling menyayangi di antara mereka dan tolong menolong
di atas kebaikan dan taqwa, dan menjadikan mereka bagaikan bangunan yang saling
menguatkan satu sama lainnya, dan seperti satu jasab. Dan sesungguhnya seorang
mukmin mencintai saudaranya apa-apa yang dia sukai untuk dirinya sendiri. Dan
barangsiapa yang mendoakan atas saudaranya yang muslim dengan kutukan –yaitu
dijauhkan dari rahmat Allah I- itulah puncak boikot dan saling membelakangi. (Syarh Shahih
Muslim 16/364).
Dan Nabi r berpesan kepada Jamudz al-Juhani t, beliau r bersabda:
أوصيك ألا تكون لعاناً
"Aku berpesan
kepadamu bahwa janganlah engkau suka mengutuk." HR. ath-Thabrani dan
dishahihkan oleh al-Albani.
Dan Salamah bin Akwa' t berkata: 'Apabila kami melihat seseorang
mengutuk saudaranya, kami melihat bahwa ia telah mendatangi satu pintu dari
dosa besar."
Kemanakah perginya
kutukan itu?
Apakah engkau mengetahui wahai orang yang suka mengutuk,
sesungguhnya kutukanmu naik ke atas langit, lalu penghuni langit berlari
darinya karena takut akan menimpa mereka? Apakah engkau mengetahui bahwa ia
turun ke bumi setelah itu, lalu berlarianlah semua makhluk darinya karena takut
akan menimpa mereka? Apakah engkau mengetahui bahwa ia pergi setelah itu ke
kiri dan kanan hingga menemukan orang yang pantas mendapatkannya? Apakah engkau
mengetahui bahwa ia kembali kepadamu apabila orang yang dikutuk tidak berhak
mendapatkan kutukanmu? Dari Abud Darda' t, ia berkata, 'Rasulullah r bersabda:
'Sesungguhnya apabila
seorang hamba mengutuk sesuatu, naiklah kutukan itu ke atas langit, lalu
ditutup pintu-pintu langit karenanya. Kemudian turun ke bumi, lalu ditutup
pintu-pintunya karenanya. Kemudian ia mengambil kanan dan kiri, maka jika ia
tidak menemukan tampat, niscaya ia kembali kepada yang dikutuk, jika ia pantas
menerimanya, dan jika tidak niscaya ia kembali kepada yang mengucapkannya.' HR. Abu Daud dan dinyatakan hasan lighairih
oleh al-Albani.
Maka karena apakah engkau memikul dosa besar ini atas dirimu
–wahai saudaraku- dan kenapa engkau terus melakukan dosa besar ini? Dan kenapa
engkau tidak membiasakan lisanmu dengan doa untuk putra-putrimu sebagai
pengganti laknat dan kutukan untuk mereka? apakah engkau tidak merasa khawatir
bahkan kutukanmu itu kembali kepadanya dan di saat waktu yang dikabulkannya
doa, lalu engkau terusir dari rahmat Allah I, dan jadilah engkau termasuk orang yang
dijauhkan lagi terusir? Apakah engkau tidak merasa takut bahwa engkau bertemu
Allah I dengan lisan
yang diulurkan pada kehormatan kaum muslim? Apakah engkau tidak merasa
khawatir bahwa kebaikan dan keburukanmu dalam timbangan yang sama, lalu
datanglah kutukanmu, maka timbangan keburukanmu menjadi lebih banyak lalu
engkau masuk neraka karenanya?
Menutup lorong-lorong
mengutuk:
Sesungguhnya sebagian manusia tidak selamat darinya sehingga benda
padat dan hewan. Maka engkau melihat dia mencela, mengutuk, dan memukul segala
sesuatu di sekitarnya. Karena itulah Nabi r menutup segala celah yang membawa kepada
mencela dan mengutuk. Beliau r melarang mencela atau mengutuk segala sesuatu yang tidak pantas
untuk dikutuk, sekalipun hewan atau benda padat. Dari Imran bin Hushain t, ia berkata, 'Saat Rasulullah r berada di salah satu perjalanannya, dan
seorang wanita dari kaum Anshar berada di atas untanya, lalu ia membentak dan
mengutuknya. Maka Rasulullah r mendengar hal itu lalu bersabda:
خُذُوْا
مَا عَلَيْهَا وَدَعُوْهَا، فَإِنَّهَا مَلْعُوْنَةٌ
"Ambilah apa
yang ada di atasnya dan tinggalkannya ia, maka sesungguhnya ia telah terkena
kutukan." Imran t berkata: Maka seolah-olah aku melihatnya sekarang berjalan di
tengah-tengah manusia, tidak ada seorangpun yang menolehnya. HR. Muslim.
An-Nawawi rahimahullah berkata: Sesungguhnya beliau r mengatakan hal itu sebagai bentakan untuknya
dan selainnya, dan ia dan selain dia sudah pernah dilarang mengutuk, maka ia
diberikan sangsi dengan melepaskan unta. Maksudnya adalah larangan baginya menyertakan unta itu di dalam
perjalanan. (Syarh Shahih Muslim karya an-Nawawi: 16/363. Dan Nabi r bersabda:
لاَ
تَسُبُّوا الدِّيْكَ فَإِنَّهُ يُوْقِظُ للِصَّلاَةِ
"Janganlah
engkau mencela ayam jantan, maka sesungguhnya ia membangunkan untuk shalat."
HR. Abu Daud dan Ibnu Hibban dan dishahihkan oleh al-Albani.
Sesungguhnya keagungan Islam agar berhias dalam pengarahan tata
krama yang tinggi ini, yang menjaga hak binatang secara jasmani dan maknawi,
dan yang mengharamkan segala bentuk menyakiti dengan cara yang tidak benar.
Andaikan para penyeru penyayang binatang mengetahui keutamaan Islam dalam
masalah ini, dan andaikan mereka mengakui untuk Islam yang telah lebih dulu
dalam bidang ini, yang mereka merasa bangga dengannya dan mengira bahwa mereka
adalah orangnya. Dari Ibnu Umar t, sesungguhnya seorang laki-laki mengutuk
angin di sisi Rasulullah r, maka beliau r bersabda:
لاَ
تَلْعَنِ الرِّيْحَ فَإِنَّهَا
مَأْمُوْرَةٌ، مَنْ لَعَنَ شَيْئاً
لَيْسَ لَهُ بأهْلٍ، رَجََعتِ اللَّعْنَةُ عَلَيْهِ
"Janganlah
engkau mengutuk angin, maka sesungguhnya dia melaksanakan perintah. Barangsiapa
yang mengutuk sesuatu yang tidak pantas niscaya kutukan itu kembali kepadanya."
HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh al-Albani.
Dan dari Jabir t, sesungguhnya Nabi r berkunjung kepada Ummu Saib, lalu beliau r bersabda:"Kenapa engkau mengeluarkan
nafas panjang? Ia menjawab: Demam, semoga Allah I tidak memberikan berkah padanya."
Beliau r bersabda:
لاَتَسُبِّي
الْحُمَى، فَإِنَّهَا تُذْهِبُ خَطَايَا بَنِي آدَمَ كَمَا
يُذْهِبُ الْكِيْرُ الُخبث
'Janganlah engkau mencela demam, maka
sesungguhnya ia menghilangkan kesalahan keturunan Adam u sebagaimana ubupan (alat peniup api) tukang
besi menghilangkan karat." HR. Muslim.
Dari
penjelasan terdahulu jelaslah bahwa Islam berusaha agar seorang mukmin bersih
lisan, manis tutur kata, indah ucapan, tidak ada sesuatu yang menjelekkannya,
dan tidak ada yang menodai kehormatannya.
Hukum mengutuk kepada seseorang secara khusus:
Tidak
diragukan lagi, sesungguhnya seorang mukmin yang tertentu tidak boleh
mengutuknya saat hidup dan matinya, berdasarkan dalil-dalil yang telah kami
sebutkan sebagiannya. Adapun orang kafir secara tertentu, maka tidak boleh
mengutuknya jika ia tidak mati di atas kekufuran, karena ia tidak tahu apakah
kesudahannya nanti. Tidak ada alasan mendoakan seseorang mati di atas
kekafiran. Dan hal itu ditunjukkan oleh hadits Ibnu Umar t, sesungguhnya Rasulullah r
berdoa di hari perang Uhud: 'Ya Allah, kutuklah Abu Sufyan, ya Allah kutuklah
Harits bin Hisyam, ya Allah kutuklah Sahal bin Amr, ya Allah kutuklah Syafwan
bin Umayyah." Lalu turunlah ayat:
ليس
لك من الأمر شيء أو يتوب عليهم
أو يعذبهم فإنهم ظالمون
Tak
ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima
taubat mereka, atau mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang
yang zalim. (QS. ali Imran:128)
Maka Allah I menerima taubat mereka. HR. Ahmad dan at-Tirmidzi. Dan dalam riwayat
al-Bukhari: 'Ya Allah, kutuklah fulan dan fulan." Maka apabila
tidak boleh mengutuk orang kafir secara khusus yang belum mati di atas
kekufuran, maka demikian pula tidak boleh mengutuk orang fasik secara khusus
atau orang zalim secara khusus tentu lebih utama lagi. Namun boleh melakukan
hal itu dengan menyebut sifat-sifat secara umum, seperti dikatakan: Semoga
Allah I mengutuk para pezina, atau terhadap para pembohong, dan semisal yang
demikian itu. (lihat kitab: Akhlaqud diniyyah, karya Abdurrahman al-Jaziri, hal
111).
Nabi
r telah mengutuk beberapa golongan orang-orang yang durhaka tanpa
menentukan, seperti orang yang bertato dan yang minta ditato, wanita yang
menipiskan kening dan yang meminta hal itu, pemakan riba dan yang
mewakilkannya, peminum arak, muhallil (yang menikahi wanita agar dia
bisa kembali kepada mantan suaminya yang telah menceraikannya dengan talak
tiga) dan muhallal lah (mantan suami wanita tersebut), dan selain mereka
yang sangat banyak. Adapun orang yang diyakini wafatnya di atas kekufuran
seperti Fir'aun, Abu Jahal dan selain keduanya maka boleh mengutuknya. Seorang
muslim harus membersihkan lisannya dari mencela dan mengutuk kecuali apabila
adalah kepentingan khusus.
Adab Salafus Shaleh:
Saudaraku
yang tercinta, generasi salaf dari umat ini lebih bersemangat dari pada kita di
atas kebaikan. Karena itu mereka sangat menjauhi mencela dan mengutuk, dan
membersihkan lisan mereka dengan berzikir, bersyukur, berdoa, memuji, dan
membaca kitabullah I. Dan di antara yang diriwayatkan dari mereka dalam hal itu adalah:
1. az-Zuraiqan berkata: Aku berada di sisi Abu
Wail, lalu aku mencela Hajjaj dan menyebutkan keburukannya. Maka Abu Wail
berkata: 'Tahukah kamu, barangkali ia berkata: Ya Allah, ampunilah aku, lalu
Dia I mengampuninya.'
2. Ashim bin Abi Najud berkata: Aku belum pernah
mendengar Abu Wail saudara Ibnu Salamah mencela manusia dan tidak pula
binatang.
3. al-Mutsannan bin Shabah berkata: selama empat
puluh tahun Wahab bin Munabbih tidak pernah mencela sesuatu yang punya ruh.
4. Dari Salim, ia berkata: Ibnu Umar t tidak pernah mencela pembantunya kecuali satu kali, lalu ia
memerdekakannya. Janganlah engkau menjadi penolong syetan terhadap saudaramu.
5. Dari Ibnu Mas'ud t, ia berkata: 'Apabila engkau melihat saudaramu melakukan dosa, maka
janganlah engkau menjadi penolong syetan atasnya. Kamu mengatakan: Ya Allah,
hinakanlah dia, ya Allah kutuklah dia, akan tetapi mohonlah afiyah kepada Allah
I. Maka sesungguhnya kami para sahabat Muhammad r, kami tidak mengatakan sesuatu kepada seseorang sampai kami mengetahui
bagaimana wafatnya. Maka jika ia ditutup dengan kebaikan, kami mengetahui bahwa
ia telah mendapatkan kebaikan. Dan jika ia disudahi dengan keburukan niscaya
kami merasa khawatir terhadap amal perbuatannya.
6. Diriwayatkan bahwa Abu Darda t melewati orang yang melakukan dosa, maka mereka mencelanya, maka Abu
Darda t berkata kepada mereka: Bagaimana pendapatmu jika kamu menemukannya di
dalam sumur, bukanlah kamu mengeluarkannya? Mereka menjawab: tentu. Ia berkata:
Maka janganlah kamu mencela saudaramu, dan pujilah Allah I yang telah menyelamatkanmu.' Mereka bertanya: Apakah engkau
membecinya? Ia menjawab: Saya membenci perbuatannya, maka apabila ia
meninggalkannya maka dia adalah saudara saya.'
Jika
kaum muslimin melaksanakan muamalah dengan akhlak yang mulia ini, jiwa yang
bersih, dan dada yang lapang niscaya berubahlah kondisi mereka dan besarlah
pengaruh mereka pada diri mereka dan selain mereka dari non muslim. Ketahuilah,
hendaklah kaum muslimin kembali kepada akhlak nubuwah dan adab kerasulan, agar
kembali kemuliaan mereka kepada mereka, dan jadilah mereka umat terbaik yang
dikeluarkan untuk manusia, seperti para pendahulu mereka.
Semoga
rahmat dan kesejahteraan Allah I selalu tercurah kepada nabi kita Muhammad, para keluarga dan
sahabatnya.
Post a Comment