Meraih Kemenangan di Bulan Ramadhan
Meraih Kemenangan di Bulan Ramadhan
Tiba saatnya kaum muslimim menyambut tamu agung bulan Ramadhan, tamu yang
dinanti-nanti dan dirindukan kedatangannya. Sebentar lagi tamu itu akan bertemu
dengan kita. Tamu yang membawa berkah yang berlimpah ruah. Tamu bulan Ramadhan
adalah tamu agung, yang semestinya kita bergembira dengan kedatangannya dan
merpersiapkan untuk menyambutnya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ
بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ
فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ )يونس/
58 )
“Sampaikanlah
(wahai Nabi Muhammad), dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaknya dengan
itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari
apa mereka yang kumpulkan (dari harta benda). (Yunus: 58)
Yang dimaksud dengan “karunia Allah” pada ayat di atas adalah Al-Qur’anul Karim
(Lihat Tafsir As Sa’di).
Bulan Ramadhan dinamakan juga dengan Syahrul Qur’an (Bulan Al Qur’an). Karena
Al-Qur’an diturunkan pada bulan tersebut dan pada setiap malamnya Malaikat
Jibril datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam untuk mengajari
Al-Qur’an kepada beliau. Bulan Ramadhan dengan segala keberkahannya merupakan
rahmat dari Allah. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu lebih baik dan lebih
berharga dari segala perhiasan dunia.
‘Ulama Ahli Tafsir terkemuka Al-Imam As-Sa’di rahimahullah berkata dalam
tafsirnya: “Bahwasannya Allah memerintahkan untuk bergembira atas karunia Allah
dan rahmat-Nya karena itu akan melapangkan jiwa, menumbuhkan semangat,
mewujudkan rasa syukur kepada Allah, dan akan mengokohkan jiwa, serta
menguatkan keinginan dalam berilmu dan beriman, yang mendorang semakin
bertambahnya karunia dan rahmat (dari Allah). Ini adalah kegembiraan yang
terpuji. Berbeda halnya dengan gembira karena syahwat duniawi dan kelezatannya
atau gembira diatas kebatilan, maka itu adalah kegimbiraan yang tercela.
Sebagaimana Allah berfirman tentang Qarun,
“Janganlah kamu terlalu bangga, karena Allah tidak menyukai orang-orang yang
membanggakan diri.” (Al Qashash: 76)
Karunia dan rahmat Allah berupa bulan Ramadhan juga patut untuk kita sampaikan
dan kita sebarkan kepada saudara-saudara kita kaum muslimin. Agar mereka
menyadarinya dan turut bergembira atas limpahan karunia dan rahmat dari Allah.
Allah berfirman :
وَأَمَّا
بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ (11(
“Dan terhadap
nikmat dari Rabb-Mu hendaklah kamu menyebut-nyebutnya.” Adh-Dhuha: 11)
Dengan menyebut-nyebut nikmat Allah akan mendorong untuk mensyukurinya dan
menumbuhkan kecintaan kepada Dzat yang melimpahkan nikmat atasnya. Karena hati
itu selalu condong untuk mencintai siapa yang telah berbuat baik kepadanya.
Para pembaca yang mulia, ….
Maka sudah sepantasnya seorang muslim benar-benar menyiapkan diri untuk
menyambut bulan yang penuh barakah itu, yaitu menyiapkan iman, niat ikhlash,
dan hati yang bersih, di samping persiapan fisik.
Ramadhan adalan bulan suci yang penuh rahmat dan barakah. Allah Subhanahu wa
Ta’ala membuka pintu-pintu Al-Jannah (surga), menutup pintu-pintu neraka, dan
membelenggu syaithan. Allah ‘Azza wa Jalla melipat gandakan amalan shalih yang
tidak diketahui kecuali oleh Dia sendiri. Barangsiapa yang menyambutnya dengan
sungguh-sungguh, bershaum degan penuh keimanan dan memperbanyak amalan shalih,
serta menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang bisa merusak ibadah shaumnya,
niscaya Allah ‘Azza wa Jalla akan mengampuni dosa-dosanya dan akan melipatkan
gandakan pahalanya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berabda:
مَنْ
صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ
مِنْ ذَنْبٍ
“Barang siapa
yang bershaum dengan penuh keimanan dan harapan (pahala dari Allah), niscaya
Allah mengampuni dosa-dosa yang telah lampau.” (Muttafaqun ‘alahi)
Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam juga bersabda :
كُلُّ
عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا
إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
“Setiap amalan
bani Adam akan dilipat gandakan sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali
lipat, Allah I berfirman: “kecuali ibadah shaum, shaum itu ibadah untuk-Ku dan
Aku sendiri yang membalasnya.” (HR. Muslim)
Masih banyak lagi keutamaan dan keberkahan bulan Ramadhan yang belum disebutkan
dan tidak cukup untuk disebutkan di sini.
Namun yang terpenting bagi saudara-saudaraku seiman, adalah mensyukuri atas
limpahan karunia Allah dan rahmat-Nya. Janganlah nikmat yang besar ini kita
nodai dan kita kotori dengan berbagai penyimpangan dan kemaksiatan. Nikmat itu
akan semakin bertambah bila kita pandai mensyukurinya dan nikmat itu akan
semakin berkurang bahkan bisa sirna bila kita mengkufurinya.
Termasuk sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Allah, pada bulan yang penuh
barakah ini kita ciptakan suasa yang penuh kondusif. Jangan kita nodai dengan
perpecahan. Kewajiban kita seorang muslim mengembalikan segala urusan kepada
Allah dan Rasul-Nya, serta kepada para ulama bukan berdasarkan pendapat pribadi
atau golongan.
Permasalah yang sering terjadi adalah perbedaan dalam menentukan awal masuknya
bulan Ramadhan. Wahai saudara-saudaraku, ingatlah sikap seorang muslim adalah
mengembalikan kepada Kitabullah (Al-Qur’an) dan As Sunnah dengan bimbingan para
ulama yang terpercaya.
Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam telah menetukan pelaksanaan shaum
Ramadhan berdasarkan ru`yatul hilal. Beliau bersabda :
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا
لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ
شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ
“Bershaumlah kalian berdasarkan ru`yatul hilal
dan ber’idul fithrilah kalian berdasarkan ru`yatul hilal. Apabila (hilal)
terhalangi atas kalian, maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi 30
hari.” HR.
Al-Bukhari dan Muslim
Nabi Shallallahu ‘alahi wa Sallam juga menentukan pelaksanaan shaum Ramadhan
secara kebersamaan. Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam bersabda:
اَلصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ، وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ،
وَاْلأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ
“Shaum itu di
hari kalian (umat Islam) bershaum, (waktu) berbuka/beriedul Fitri adalah pada
saat kalian berbuka/beriedul Fitri, dan (waktu) berkurban/Iedul Adha di hari
kalian berkurban.” (HR.
At Tirmidzi dari shahabat Abu Hurairah)
Al-Imam At-Tirmidzi berkata: “Sebagian ahlul ilmi menafsirkan hadits Abu
Hurairah di atas
dengan perkataan (mereka), ‘sesungguhnya shaum dan ber’Idul Fitri itu
(dilaksanakan) bersama Al-Jama’ah (Pemerintah Muslimin) dan mayoritas umat
Islam’.” (Tuhfatul Ahwadzi 2/37)
Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata: “Seseorang (hendaknya) bershaum
bersama pemerintah dan jama’ah (mayoritas) umat Islam, baik ketika cuaca cerah
ataupun mendung.” Beliau juga berkata: “Tangan Allah bersama Al-Jama’ah.”
(Majmu’ Fatawa 25/117)
Al-Imam Abul Hasan As-Sindi berkata: “Yang jelas, makna hadits ini adalah
bahwasanya perkara-perkara semacam ini (menentukan pelaksanaan shaum Ramadhan,
Iedul Fithri dan Iedul Adha –pen) keputusannya bukanlah di tangan individu, dan
tidak ada hak bagi mereka untuk melakukannya sendiri-sendiri. Bahkan
permasalahan semacam ini dikembalikan kepada pemerintah dan mayoritas umat
Islam, dan dalam hal ini setiap individu pun wajib untuk mengikuti pemerintah
dan mayoritas umat Islam. Maka dari itu, jika ada seseorang yang melihat hilal
(bulan sabit) namun pemerintah menolak persaksiannya, sudah sepatutnya untuk
tidak dianggap persaksian tersebut dan wajib baginya untuk mengikuti mayoritas
umat Islam dalam permasalahan itu.” (Ash-Shahihah 2/443)
Menaati pemerintah merupakan prinsip yang harus dijaga oleh umat Islam.
Terlebih pemerintah kita telah berupaya menempatkan utusan-utusan pada pos-pos
ru’yatul hilal di d berbagai daerah di segenap nusantara ini. Rasulullah saw.
bersabda :
مَنْ
أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ
عَصَى اللهَ، وَمَنْ أَطَاعَ أَمِيْرِي فَقَدْ أَطَاعَنِي،
وَمَنْ عَصَى أَمِيْرِي فَقَدْ عَصَانِي
“Barangsiapa menaatiku berarti telah menaati Allah, barangsiapa menentangku
berarti telah menentang Allah, barangsiapa menaati pemimpin (umat)ku berarti
telah menaatiku, dan barang siapa menentang pemimpin (umat)ku berarti telah
menentangku.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim, dari shahabat Abu Hurairah)
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata: “Di dalam hadits ini terdapat
keterangan tentang kewajiban menaati para pemerintah dalam perkara-perkara yang
bukan kemaksiatan. Adapun hikmahnya adalah untuk menjaga persatuan dan
kebersamaan (umat Islam), karena di dalam perpecahan terdapat kerusakan.”
(Fathul Bari, 13/120).
Sebagai rasa syukur kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala pula hendaklah kita
hidupkan bulan yang penuh barakah itu dengan amalan-amalan shalih,
amalan-amalan yang ikhlash dan mencocoki sunnah Rasulullah. Kita menjauhkan
dari amalan-amalan yang tidak ada contoh dari Rasulullah. Karena Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah berwasiat :
من
أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
“Barangsiapa yang membuat-buat amalan baru
dalam agama kami yang bukan bagian darinya, maka perbuatannya tersebut
tertolak.” (HR.
Al-Bukhari dan Muslim)
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda :
من
عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada contoh
dari kami, maka amalannya tersebut tertolak.” (HR. Muslim)
Para ‘ulama berkata : “Bahwa hadits merupakan kaidah agung di antara
kaidah-kaidah Islam. Ini merupakan salah satu bentuk jawami’ kalim (kalimat
singkat namun bermakna luas) yang dimikili oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam. Hadits ini sangat jelas dalam membatalkan semua bentuk bid’ah dan
hal-hal baru yang dibuat dalam agama. Lafazh kedua lebih bersifat umum, karena
mencakup semua orang yang mengamalkan bid’ah, walaupun pembuatnya orang lain.”
Termasuk perbuatan yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam adalah perbuatan yang banyak dilakukan oleh kaum muslimin dalam menyambut
bulan Ramadhan dengan amalan atau ritual tertentu, di antaranya :
1. Apa yang dikenal dengan acara Padusan. Yaitu mandi bersama-sama
dengan masih mengenakan busana, terkadang ada yang memimpin di suatu sungai,
atau sumber air, atau telaga. Dengan niat mandi besar, dalam rangka
membersihkan jiwa dan raga sebelum memasuki bulan suci Ramadhan. Sampai-sampai
ada di antara muslimin yang berkeyakinan Kalau sekali saja terlewat dari ritual
ini, rasanya ada yang kurang meski sudah menjalankan puasa. Jelas perbuatan ini
tidak pernah diajarkan dan tidak pernah diterapkan oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Sallam. Demikian juga para shahabat, para salafus shalih, dan para
‘ulama yang mulia tidak ada yang mengamalkan atau menganjurkan amaliah
tersebut. Sehingga kaum muslimin tidak boleh melakukan ritual ini.
Belum lagi, dalam ritual Padusan ini, banyak terjadi kemungkaran. Ya,
jelas-jelas mandi bersama antara laki-laki dan perempuan. Jelas ini merupakan
kemungkaran yang sama sekali bukan bagian dari ajaran Islam.
2. Nyekar di kuburan leluhur.
Tak jarang dari kaum muslimin, menjelang Ramadhan tiba datang ke pemakaman.
Dalam Islam ada tuntunan ziarah kubur, yang disyari’atkan agar kaum muslimin
ingat bahwa dirinya juga akan mati menyusul saudara-saudaranya yang telah
meninggal dunia lebih dahulu, sehingga dia pun harus mempersiapkan dirinya
dengan iman dan amal shalih. Namun ziarah kubur, yang diistilahkan oleh orang
jawa dengan nyekar, yang dikhususkan untuk menyambut Ramadhan tidak ada
tuntunannya dalam syari’at Islam. Apalagi mengkhusukan nyekar di kuburan
leluhur. Ini adalah perkara baru dalam agama. Tak jarang dalam ziarah kubur
tercampur dengan kemungkaran. Yaitu sang peziarah malah berdoa kepada penghuni
kubur, meminta-minta pada orang yang sudah mati, atau ngalap berkah dari tanah
kuburan! Ini merupakan perbuatan syirik!
3. Minta ma’af kepada sesama menjelang datangnya Ramadhan.
Dengan alasan agar menghadapi bulan Ramadhan dengan hati yang bersih, sudah
terhapus beban dosa terhadap sesama. Bahkan di sebagian kalangan diyakini
sebagai syarat agar puasanya sempurna.
Tidak diragukan, bahwa meminta ma’af kepada sesama adalah sesuatu yang
dituntunkan dalam agama, meningat manusia adalah tempat salah dan lupa. Meminta
ma’af di sini umum sifatnya, bahkan setiap saat harus kita lakukan jika kita
berbuat salah kepada sesama, tidak terkait dengan waktu atau acara tertentu.
Mengkaitkan permintaan ma’af dengan Ramadhan, atau dijadikan termasuk cara
untuk menyambut Ramadhan, maka jelas ini membuat hal baru dalam agama. Amaliah
ini bukan bagian dari tuntunan syari’at Islam.
Itulah beberapa contoh amalan yang tidak ada tuntunan dalam syari’at yang
dijadikan acara dalam menyambut bulan Ramadhan. Sayangnya, amaliah tersebut
banyak tersebar di kalangan kaum muslimin.
Semestinya dalam menyambut Ramadhan Mubarak ini kita mempersiapkan iman dan
niat ikhlash kita. Hendaknya kita berniat untuk benar-benar mengisi Ramadhan
ini dengan meningkatkan ibadah dan amal shalih. Baik puasa itu sendiri,
memperbaiki kualitas ibadah shalat kita, berjama’ah di masjid, qiyamul lail
(shalat tarawih), tilawatul qur’an, memperbanyak dzikir, shadaqah, dan berbagai
amal shalih lainnya.
Tentunya itu semua butuh iman dan niat yang ikhlash, disamping butuh ilmu
tentang bagaimana tuntunan Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
dalam melaksanakan berbagai amal shalih tersebut. agar amal kita menjadi amal
yang diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Juga perlu adanya kesiapan fisik, agar tubuh kita benar-benar sehat sehingga
bisa menjalankan berbagai ibadah dan amal shalih pada bulan Ramadhan dengan
lancar.
Puncak dari itu semua adalah semoga puasa dan semua amal ibadah kita pada bulan
Ramadhan ini benar-benar bisa mengantarkan kita pada derajat taqwa di sisi
Allah ‘Azza wa Jalla.
Jangan sampai kita termasuk orang-orang yang gagal dalam Ramadhan ini.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
رب
صائم ليس له من صيامه إلا الجوع، ورب قائم ليس له من قيامه
إلا السهر
“Berapa banyak orang yang berpuasa, namun
tidak ada yang ia dapatkan dari puasanya kecuali rasa lapar saja. Dan berapa
banyak orang menegakkan ibadah malam hari, namun tidak ada yang ia dapatkan
kecuali hanya begadang saja.” (HR. Ibu Majah)
Juga beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
إن
جبريل عليه السلام أتاني فقال من أدرك شهر رمضان فلم يغفر له فدخل
النار فأبعده الله قل آمين فقلت آمين
“Sesungguhnya Jibril ‘alaihis salam mendatangiku, dia berkata :
‘Barangsiap yang mendapati bulan Ramadhan namun tidak menyebakan dosanya
diampuni dia akan masuk neraka dan Allah jauhkan dia. Katakan amin (wahai
Muhammad). Maka aku pun berkata : Amin.” (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ahmad)
Semoga kita termasuk orang yang mendapat keutamaan dan fadhilah dalam bulan
Ramadhan ini. Semoga Allah menyatukan hati-hati kita di atas Islam dan Iman.
Dan semoga Allah menjadikan bulan Ramadhan ini sebagai jembatan menuju
keridhaan Allah ‘Azza wa Jallah dan meraih ketaqwaan kepada-Nya.
Wallähu a’lam bishawab ...
Post a Comment