BERANI
BERANI
وَإِنَّ الشُّجَاعَ مِنَّا لِلَّذِي
يُحَاذِي بِهِ
Sesungguhnya sang
pemberani dari kami sungguh yang sejajar dengannya
Ketika agama seseorang merupakan yang
paling mulia di sisinya di dunia ini, dalam membelanya tentu sangat berani,
memiliki nyali kuat, maju dengan tegar.
Syaja'ah (berani) muncul dari
tabi'at fitrah, dikuatkan oleh tarbiyah jihad, dengan latihan dan
praktik, sehingga pemuda memperoleh akhlak ini. Dan kepada hal ini, Umar t mengisyaratkan dengan
katanya: 'Berani dan takut adalah tabi'at yang ditempatkan oleh Allah I di mana Dia
menghendaki. Maka orang yang penakut lari mencari bapak dan ibunya, dan orang
yang berani berperang dari sesuatu yang tidak kembali dengannya kepada
tunggangannya, dan terbunuh adalah salah satu bentuk kematian.'[1] Fu`ad
Abdul Baqi memberikan komentar untuk kalimat terakhir, ia berkata: 'al-qatl
hatf minal hutuf' salah satu bentuk
kematian, seperti meninggal karena sakit atau semisalnya. Maka wajib tidak
boleh gentar darinya dan tidak merasa takut yang memunculkan sifat pengecut.[2]
Allah I telah menjadikan
agama tidak tegak kecuali dengan keberanian, dan karena itulah jika ahlul haq
ketakutan, mereka akan digantikan dengan satu kaum selain mereka. Inilah yang
dimaksudkan oleh Syaikhul Islam dengan katanya: 'Dan tatkala kebaikan umat
manusia tidak sempurna pada agama dan dunia mereka kecuali dengan sifat syaja'ah
(berani) dan karam (pemurah), Allah I menjelaskan bahwa
barangsiapa yang berpaling dari jihad niscaya Allah I menggantikan dengannya
orang yang menegakkan hal itu.'[3]
Dan tidak mungkin dijadikan pegangan
kepada orang-orang yang mementingkan pribadi (oportunisme) dan munafik, karena
mereka tidak memiliki semangat dan dorongan. Karena itulah, Abu Thalhah t menggambarkan mereka
di hari perang Uhud dengan katanya: '…dan golongan yang lain adalah orang-orang
munafik, mereka tidak punya tujuan selain diri mereka sendiri, menakut-nakuti
kaum dan tidak memperdulikan kebenaran.'[4]
Karena penakut adalah sifat tercela,
maka Rasulullah r berlindung darinya:
اللّهُمَّ إِنِّي
أَعُوْذُبِكَ مِنَ الْجُبْنِ
'Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari
sifat penakut…'[5]
Dan Rasulullah r memandangnya
seburuk-buruk sifat laki-laki:
شَرُّ مَا فِى
رَجٌلٍ: شُحٌّ هَالِعٌ وَجُبْنٌ خَالِعٌ
"Seburuk-buruk sifat pada
laki-laki: bakhil yang luar biasa dan
penakut yang kelewat batas'…"[6]
Dan seperti sifat
penakut yang mencabut hati ini, ia bersumber dari tabi'at tarbiyah dan
pengaruh lingkungan, perumpamaan masyarakat dan nilai-nilainya, karena itulah
menanamkan sifat syaja'ah sejak kecil di dalam jiwa anak-anak persoalan
yang harus dilakukan untuk menyiapkan mereka berjihad.
Dan sesungguhnya ikatan yang kuat
dengan dunia dan gemerlapnya, berbolak-balik kepada pelakunya dan mengajaknya
takut di atas kepentingannya, Karena itulah, Nabi r bersabda:
إِنَّ الْوَلَدَ
مَبخلةٌ ومجبنةٌ
"Sesungguhnya
anak adalah (penyebab) kikir dan takut."[7]
Perbedaan di antara
jiwa yang pemberani dan penakut bisa diperhatikan dan nampak, dan berkaitan hal
itu, Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: …Maka sesungguhnya pemberani lapang
dada,…dan penakut manusia paling sempit dada, picik hati, tidak ada kebahagiaan
dan kesenangan, tidak ada kenikmatan dan kelezatan, kecuali dari sisi seperti
hewan.'[8]
Barangsiapa yang maju ke depan memimpin
manusia, ia harus menjadi panutan dalam keberaniannya. Sungguh Rasulullah r: 'Manusia paling
pemberani dan paling pemurah.'[9] Dan
beliau bersabda:
لَوْ كَانَ لِي
عَدَدُ هذِهِ الْعِضَاه نَعَمًا لَقَسَمْتُهُ بَيْنَكُمْ ثُمَّ لاَتَجِدُوْنِي
بَخِيْلاً وَلاَ كَذُوْبًا وَلاَجَبَانًا
'Jika
aku memiliki unta sejumlah pohon ini niscaya aku membaginya di antaramu,
kemudian kamu tidak menemukan aku sebagai orang yang bakhil, tidak pendusta,
dan tidak pula penakut."[10] Dan
tentang faedah hadits ini, Ibnu Hajar rahimahullah berkata: 'Dalam hadits ini
merupakan celaan sifat-sifat yang disebutkan, yaitu: kikir, pembohong, dan
penakut, dan sesungguhnya pemimpin kaum muslimin tidak pantas memiliki satu
sifat darinya.'[11]
Dan tentara merasa bangga dengan keberanian pemimpin mereka dan mereka
bertambah maju. Karena itulah al-Barra t dalam ceritanya
tentang perang Hunain: 'Adalah kami, demi Allah, apabila peperangan telah
membara, kami berlindung dengannya, dan sesungguhnya sang pemberani dari kami
sungguh yang sejajar dengannya.'[12]
Manakala mereka melihat keberanian Rasulullah r.
Tidak sepantasnya bagi orang yang
beriman bahwa musuhnya melihat sifat penakut pada dirinya, sehingga seorang
sahabat yang syahid, yaitu Khubaib t shalat dua rekaat
sebelum terbunuh, ia berkata kepada orang-orang musyrik: 'Demi Allah, jika
bukan karena kamu mengira aku merasa takut, niscaya aku menambah (jumlah rekaat
shalat).'[13]
Keberanian seorang muslim nampak terhadap
musuh-musuhnya, dalam keberaniannya menasehati saudara-saudaranya, amar ma'ruf
dan nahi munkar, dan syaja'ah itu keluar dari batas sederhana saat di hadapan
saudara dan teman-teman, terhadap fakir miskin dan orang-orang lemah.
Umat syahadah di atas manusia
membutuhkan orang-orang berani dalam menjaga kebenaran dan keberanian yang
santun dalam berdakwah kepadanya.
Kesimpulan:
- Seseorang
sangat berani apabila agama yang paling mulia di sisinya.
- Persoalan
agama tidak tegak kecuali dengan keberanian.
- Tidak
mungkin berpegang kepada orang-orang yang mengurus kepentingan pribagi dan
orang-orang munafik.
- Penakut
adalah seburuk-buruk sifat laki-laki.
- Sesungguhnya
ketergantungan yang kuat terhadap dunia membawa kepada sifat penakut.
- Nabi
r adalah manusia
paling baik, paling berani, dan paling pemurah.
[1] Al-Muwaththa`, kitab jihad, hadits no. 35
[2] Dari hasyiyah Ust Fu`ad Abdul Baqi terhadap
hadits sebelumnya dalam Muwatha`.
[3] Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah 28/157.
[4] Shahih Sunan at-Tirmidzi karya Syaikh Albani,
kitab Tafsir: Alu Imran, hadits no. 2406/3208 (Shahih).
[5] Shahih al-Bukhari, kitab jihad, bab ke 25,
hadits no. 2822.
[6] Shahih Sunan Abu Daud karya Syaikh Albani,
kitab Jihad,bab ke 22, hadits no. 2192/2511
[7] Shahih Sunan Ibnu Majah karya Syaikh
Albani, kitab Adab, bab ke 3, hadits no. 29573666
[8] Zadul Ma'ad 1/187.
[9] Shahih al-Bukhari, kitab jihad, bab ke
24, hadits no. 2820.
[10] Shahih al-Bukhari, kitab jihad, bab ke
24, hadits no. 2821, dan berulang pada no. 3148
[11] Fathul Bari 6/254. kitab fardhil
khumus, bab ke 19, dalam menerangkan hadits no 3148
[12] Shahih al-Bukhari, kitab jihad, hadits 79.
[13] Shahih al-Bukhari, kitab Maghazi, bab ke 10,
hadits no. 3989 (Fathul Bari 7/309).
Post a Comment