MAKNA SYAHADATAIN
MAKNA SYAHADATAIN
Fadhilatus Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin ditanya tentang Syahadatain
Jawab: Syahadat Laa Ilaha Illallah (لا إله إلا الله) dan Muhammad Rasulullah (محمد
رسول الله) keduanya adalah kunci Islam, tidak mungkin
seseorang masuk Islam kecuali dengan keduanya. Oleh karena itu Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan Muadz bin Jabal r.a ketika beliau –shalallahu
‘alaihi wa sallam- mengutusnya ke Yaman agar pertama kali yang dia serukan
kepada mereka adalah syahadat bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali
Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah1).
Kalimat pertama: Laa Ilaha Illallah (لا إله إلا الله), yaitu seseorang mengakui dengan lisan dan hatinya bahwasannya
tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah Azza wa Jalla karena Ilah maknanya
al-ma’luh (yang diibadahi) dan Taalluh (mengilahkan) artinya ta’abud. Maknanya,
tidak ada sesembahan yang hak/benar kecuali Allah semata. Dan kalimat ini
mengandung makna peniadaan dan penetapan. Kalimat peniadaan (لا
إله) dan penetapan (إلا
الله) dan (الله) adalah lafadz jalalah merupakan badal dari khabar (لا) yang ditiadakan dan taqdirnya (لا
إله حق إلا الله)
yakni ikrar lisan
setelah hati mengimaninya bahwasannya tidak ada sesembahan yang hak kecuali
Allah semata. Dan ini mengandung makna ikhlash/memurnikan ibadah hanya untuk
Allah saja dengan meniadakan ibadah dari selain-Nya.
Dengan taqdir khabar berupa kata (حق) maka jawaban menjadi jelas terhindar dari kerancuan yang banyak
disampaikan orang, yaitu: Bagaimana kamu mengatakan tidak ada sesembahan (ilah)
kecuali Allah padahal di sana banyak ilah-ilah yang diibadahi selain Allah dan
Allah Azza wa Jalla menamainya alihah (jamak dari Ilah) dan para penyembahnya
juga menyebutnya alihatun. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا ظَلَمْنَاهُمْ وَلَكِن
ظَلَمُواْ أَنفُسَهُمْ فَمَا أَغْنَتْ عَنْهُمْ آلِهَتُهُمُ الَّتِي يَدْعُونَ مِن دُونِ اللّهِ مِن شَيْءٍ لِّمَّا جَاء
أَمْرُ رَبِّكَ (سورة هود: 101(
“Karena itu tidaklah bermanfaat sedikitpun kepada mereka sesembahan-sesembahan
yang mereka seru selain Allah diwaktu azab Rabbmu dating…”(QS. Huud: 101).
Firman-Nya:
وَلاَ تَجْعَلْ مَعَ اللّهِ إِلَهًا
آخَرَ …(39) سورة الإسراء.
“Dan janganlah kamu mengadakan sesembahan-sesembahan lain di samping Allah…”
(QS. Al-Isro: 39).
Dan firman-Nya:
وَلَا تَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ
….(88) سورة القصص.
“Dan janganlah kamu seru sesembahan lain disamping (menyembah) Allah” (QS.
Al-Qoshosh: 88).
Dan firman-Nya:
لَن نَّدْعُوَ مِن دُونِهِ إِلَهًا …(14)
سورة الكهف
“Kami sekali-kali tidak menyeru sesembahan selain Dia…”(QS. Al-Kahfi: 14).
Bagaimana mungkin kita mengatakan tidak ada sesembahan selain Allah bersamaan
dengan itu ada ketuhanan bagi selain Allah Azza wa Jalla? Bagaimana mungkin
kita menetapkan ketuhanan untuk selain Allah Azza wa Jalla sedangkan para Rasul
mengatakan kepada kaumnya:“Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada
sesembahan bagimu selain-Nya” (QS. Al-A’raf: 59).
Jawaban atas kerancuan ini dengan mentaqdirkan khabar pada kalimat .لا
إله إلا الله Kami katakana
ilah-ilah ini, yang diibadahi selain Allah memang adalah ilah (sesembahan),
akan tetapi ia adalah ilah-ilah yang bathil bukan ilah yang benar dan dia tidak
mempunyai sedikitpun hak uluhiyyah (diibadahi). Dalil yang menunjukkan hal itu
adalah firman Allah Ta’ala sbb:
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ
وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ (30) سورة لقمان.
“Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang hak dan sesungguhnya apa
saja yang mereka seru selain dari Allah itulah yang bathil. Dan sesungguhnya
Allah, Dialah Dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar”
(QS. Luqman: 30).
Dalil lain yang menunjukkan hal ini adalah:“Maka apakah patut kamu (hai
orang-orang Musyrik) menganggap Al-Lata dan Al-’Uzza, dan Manah yang ketiga,
yang paling kemudian (sebagai anak perempuan Allah)? Apakah (patut) untuk kamu
(anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan? Yang demikian itu tentulah
suatu pembagian yang tidak adil. Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu
dan bapak-bapak kamu mengada-adakannya. Allah tidak menurunkan suatu
keteranganpun untuk (menyembah)nya” (QS. An-Najm: 19-24).
Juga firman-Nya tentang Nabi Yusuf alaihi salam:
مَا تَعْبُدُونَ مِن دُونِهِ إِلاَّ
أَسْمَاء سَمَّيْتُمُوهَا أَنتُمْ وَآبَآؤُكُم مَّا أَنزَلَ اللّهُ بِهَا مِن سُلْطَانٍ …(40) سورة يوسف.
“Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama
yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu
keteranganpun tentang nama-nama itu” (QS. Yusuf: 40).
Jadi makna kalimat (لا إله إلا الله) adalah tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah Azza wa
Jalla semata. Adapun sesembahan-sesembahan selain-Nya maka uluhiyyah
(ketuhanan) yang dianggap oleh penyembahnya tidaklah benar, artinya uluhiyyah
yang bathil, sedangkan yang benar adalah uluhiyyah Allah Azza wa Jalla semata.
Adapun makna syahadat (محمد رسول الله)
adalah mengikrarkan dengan lisan dan mengimani dengan hati bahwa Muhammad bin
Abdillah Al-Quraisyi Al-Hasyimi adalah Rasul Allah kepada seluruh makhluk Jin
maupun manusia. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala:
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ
السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ لا إِلَهَ
إِلاَّ هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ فَآمِنُواْ بِاللّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللّهِ
وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ
لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (158) سورة الأعراف.
“Katakanlah (wahai Muhammad):’Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah
kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada
sesembahan selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu
kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummiy yang beriman kepada Allah dan
kepada kalimat-kalimat-Nya dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk”
(QS. Al-A’rof: 158).
Dan firman-Nya:
تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ
عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا (1) سورة الفرقان.
“Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqon kepada hamba-Nya agar dia
menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam” (QS. Al-Furqon: 01).
Konsekuensi kalimat syahadat ini adalah membenarkan Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam tentang apa yang beliau kabarkan, melaksanakan apa yang
beliau perintahkan, menjauhi apa yang beliau larang dan tidak ada ibadah kepada
Allah kecuali dengan cara yang disyariatkan olehnya. Konsekuensi syahadat ini
juga tidak berkeyakinan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mempunyai
hak dalam rububiyyah (hak untuk diibadahi) dan mengatur alam atau hak dalam
ibadah, akan tetapi ia adalah seorang hamba yang tidak diibadahi dan seorang
Rasul yang tidak berdusta, dan dia tidak memiliki kemampuan sedikitpun untuk
memberi manfaat dan mudharot untuk dirinya sendiri maupun orang lain kecuali
apa yang dikehendaki oleh Allah sebagaimana firman Allah Ta’ala:
قُل لاَّ أَقُولُ لَكُمْ عِندِي
خَزَآئِنُ اللّهِ وَلا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلاَّ مَا يُوحَى إِلَيَّ …(50)
سورة الأنعام.
“Katakanlah (ya Muhammad):’Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan
Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula)
aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali
apa yang diwahyukan kepadaku…” (QS. Al-An’am: 50).
Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang hamba yang diperintah dan
mengikuti/mematuhi apa yang diperintahkan kepadanya, firman Allah Ta’ala:
قُلْ إِنَّمَا أَدْعُو رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِهِ أَحَدًا.قُلْ إِنِّي لَا أَمْلِكُ لَكُمْ
ضَرًّا وَلَا رَشَدًا. (20-21) سورة
الجن.
“Katakanlah:’Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudharatan
kepadamu dan tidak (pula) sesuatu kemanfaatan’. Katakanlah:’Sesungguhnya aku
sekali-kali tiada seorangpun yang dapat melindungiku dari (azab) Allah dan
sekali-kali tiada akan memperoleh tempat berlindung selain daripada-Nya” (QS.
Al-Jin: 21-22).
Firman-Nya:“Katakanlah:’Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan
tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya
aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya
dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi
peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman” (QS.
Al-A’rof: 188).
Inilah makna kalimat (لا إله إلا الله محمد
رسول الله)
Dengan makna ini kamu tahu bahwasanya tidak ada yang berhak atas ibadah baik
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam maupun makhluk lainnya dan sesungguhnya
ibadah itu tidak untuk siapapun kecuali Allah semata. Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي
وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.لاَ شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَاْ أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ .
(162-163) سورة الأنعام.
“Katakanlah:’Sesungguhnya sholatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah
untuk Allah, Rabb alam semesta, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
(kepada Allah)” (QS. Al-An’am: 162-163).
Sedangkan hak Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah kamu menempatkannya pada
tempat yang telah Allah tempatkan baginya, yaitu beliau adalah hamba Allah dan
Rasul-Nya, sholawat dan salam Allah atas beliau.
Catatan kaki:
1) HR. Bukhari no. 4347; Muslim no. 19.
Dinukil dari: Majmu’ Fatawa Arkanil Islam, soal no: 17.
Post a Comment