MENJAGA LISAN DARI GIBAH DAN FITNAH
MENJAGA LISAN DARI GIBAH DAN FITNAH
Mukadimah
الحمد لله الذي أنعم علينا بنعمة الإسلام والإيمان، وهدانا إلى طريق الحق والبيان، نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا.
من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له.
أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله.
اللهم صل وسلم وبارك على نبينا محمد، وعلى آله وصحبه أجمعين.
Amma ba’du.
Jamaah yang dimuliakan Allah,
Marilah kita tingkatkan ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta‘ala dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Ketakwaan bukan hanya soal ibadah yang tampak — seperti salat, puasa, dan zakat — tetapi juga mencakup ibadah batin dan etika dalam berucap.
Salah satu bentuk ketakwaan yang sering terlupakan adalah menjaga lisan.
Isi Ceramah
1. Lisan: Amanah yang Akan Dipertanggungjawabkan
Saudara-saudaraku yang berbahagia,
Allah telah mengingatkan kita dalam firman-Nya:
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Tidak ada suatu kalimat pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.”
(QS. Qaf: 18)
Ayat ini mengandung peringatan yang sangat dalam. Bahwa setiap kata yang keluar dari mulut kita akan dicatat oleh malaikat, baik atau buruk. Tidak ada satu huruf pun yang luput dari catatan itu.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
“Sesungguhnya seseorang dapat mengucapkan satu kata yang diridhai Allah tanpa ia sadari, namun dengan sebab itu Allah mengangkat derajatnya di surga. Dan seseorang dapat mengucapkan satu kata yang dimurkai Allah tanpa ia sadari, namun dengannya ia terjerumus ke dalam neraka.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Betapa besar pengaruh lisan dalam kehidupan seseorang. Satu kata bisa menjadi sebab keselamatan, namun satu kata pula bisa menjadi sebab kehancuran.
2. Ghibah: Dosa yang Terasa Ringan Tapi Berat Akibatnya
Jamaah yang dirahmati Allah,
Salah satu penyakit lisan yang sering dianggap sepele adalah ghibah, yaitu membicarakan keburukan orang lain tanpa sepengetahuannya. Allah Subhanahu wa Ta‘ala menggambarkan perbuatan ini dengan perumpamaan yang sangat mengerikan:
“Dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kalian merasa jijik.”
(QS. Al-Hujurat: 12)
Bayangkan, Allah menyamakan orang yang suka bergosip atau membicarakan keburukan orang lain seperti memakan daging saudaranya yang sudah mati — sesuatu yang menjijikkan dan tercela.
Ghibah seringkali terjadi tanpa sadar. Dalam obrolan santai, rapat, bahkan dalam percakapan daring di media sosial. Padahal, ghibah dapat menghapus pahala amal kebaikan kita.
Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
“Ketika aku diisra’kan, aku melewati suatu kaum yang mencakar wajah dan dada mereka dengan kuku dari tembaga. Aku bertanya, ‘Siapa mereka, wahai Jibril?’ Jibril menjawab, ‘Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia dan mencela kehormatan mereka.’”
(HR. Abu Dawud)
Ghibah menghancurkan kehormatan orang lain, memutus ukhuwah, menanam kebencian, dan menumbuhkan prasangka buruk di antara sesama.
3. Fitnah: Dosa yang Lebih Kejam dari Pembunuhan
Selain ghibah, penyakit lisan yang tak kalah berbahaya adalah fitnah. Fitnah berarti menyebarkan berita dusta atau mengada-adakan sesuatu untuk menjatuhkan orang lain.
Allah Subhanahu wa Ta‘ala berfirman:
وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ
“Fitnah itu lebih besar bahayanya daripada pembunuhan.”
(QS. Al-Baqarah: 191)
Mengapa fitnah disebut lebih kejam dari pembunuhan? Karena pembunuhan hanya menghilangkan nyawa, sedangkan fitnah dapat menghancurkan nama baik, merusak kepercayaan, memecah belah keluarga, bahkan menimbulkan pertumpahan darah.
Rasulullah ﷺ juga mengingatkan:
“Fitnah itu tidur, dan Allah melaknat siapa yang membangunkannya.”
(HR. Ad-Dailami)
Dalam kehidupan sehari-hari, fitnah bisa tersebar melalui bisikan, kabar burung, atau bahkan jari jemari di media sosial. Betapa sering seseorang tanpa sadar menekan tombol “bagikan” pada berita yang belum tentu benar — padahal di sisi Allah, itu bisa bernilai dosa besar.
Oleh karena itu, sebelum berbicara, menulis, atau menyebarkan sesuatu, kita harus tabayyun, memastikan kebenarannya. Firman Allah dalam QS. Al-Hujurat ayat 6:
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
4. Menjaga Lisan: Jalan Menuju Surga
Saudara-saudaraku yang dimuliakan Allah,
Menjaga lisan bukan hanya sekadar menahan diri dari berkata buruk, tapi juga menggunakannya untuk kebaikan — untuk zikir, dakwah, nasihat, dan doa.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadis lain beliau bersabda:
“Sesungguhnya hamba tidak akan lurus imannya sampai lurus hatinya, dan tidak akan lurus hatinya sampai lurus lisannya.”
(HR. Ahmad)
Artinya, lisan adalah cerminan hati. Jika hati bersih, maka ucapannya akan lembut dan menyejukkan. Tapi jika hati kotor, maka lisan akan penuh kebencian dan kebohongan.
5. Cara Menjaga Lisan
Ada beberapa langkah praktis agar kita bisa menjaga lisan:
1. Berpikir sebelum berbicara.
Tanyakan pada diri sendiri: “Apakah ucapan ini benar? Apakah bermanfaat? Apakah membuat orang lain tersakiti?”
2. Biasakan diam jika tidak perlu bicara.
Diam bukan berarti lemah, tapi tanda kebijaksanaan.
3. Gunakan lisan untuk kebaikan.
Zikir, doa, memberi nasihat, membaca Al-Qur’an, dan menyebarkan ilmu.
4. Jauhi majelis yang berisi ghibah dan fitnah.
Jika tidak bisa menasihati, lebih baik meninggalkan majelis tersebut.
5. Jaga jari-jari di media sosial.
Karena jari juga bagian dari lisan di era digital ini. Ucapan tertulis juga dicatat malaikat.
Penutup
Jamaah yang dirahmati Allah,
Lisan kecil bentuknya, tapi besar pengaruhnya. Ia bisa menjadi sebab turunnya rahmat, atau sebab datangnya azab. Karena itu Rasulullah ﷺ pernah bersabda kepada Mu‘adz bin Jabal:
> “Tahanlah lidahmu.”
Mu‘adz berkata, “Ya Rasulullah, apakah kita akan disiksa karena ucapan kita?”
Beliau menjawab, “Celaka engkau, wahai Mu‘adz! Bukankah yang menjerumuskan manusia ke dalam neraka adalah hasil dari ucapan lidah mereka?”
(HR. Tirmidzi)
Maka marilah kita jaga lisan kita dari ghibah, fitnah, dusta, dan ucapan sia-sia. Gunakan lisan untuk kebaikan, sebab di hari kiamat nanti, semua kata akan dimintai pertanggungjawaban.
اللهم طهر ألسنتنا من الكذب والغيبة والنميمة، واملأها بذكرك وشكرك وحسن عبادتك.
اللهم اجعل ألسنتنا عامرة بذكرك، وقلوبنا بخشيتك، وأعمالنا متقبلة عندك.
آمين يا رب العالمين
والله أعلم بالصواب
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Post a Comment