Kesadaran Dunia, Kehidupan yang Fana, dan Renungan tentang Kematian

Kesadaran Dunia, Kehidupan yang Fana, dan Renungan tentang Kematian

Pendahuluan

Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah,
Dunia ini tampak indah dan menyenangkan, penuh kemegahan, harta, dan kesenangan yang memikat. Namun, keindahan itu hanyalah sementara dan bisa menjadi sebab lemahnya hati manusia jika tidak disertai kesadaran akan akhirat. Nabi Muhammad ﷺ telah mengingatkan kita untuk tidak terperdaya oleh dunia.


1. Dunia yang Menipu dan Bahaya Harta serta Kesenangan

Dalam hadis, Nabi ﷺ bersabda:

“Dunia ini dalam penampilannya tampak manis dan menyenangkan. Tuhan menciptakan manusia sebagai khalifah-Nya, sehingga dia mampu menilai perilakunya sendiri. Ketika orang-orang Yahudi, pengikut Nabi Musa berkuasa, wanita, emas, dan baju-baju yang indah menjadi kelemahan mereka.”

Ulasan Ulama:
Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulum al-Din menyebutkan bahwa manusia mudah tergoda oleh kenikmatan dunia, sehingga hati menjadi lalai dari mengingat Allah. Kesadaran akan kefanaan dunia harus menuntun kita kepada istiqamah dalam ibadah dan pengendalian diri.

Dalil Al-Qur’an:
Allah SWT berfirman:

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَإِنَّ الدَّارَ الآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, kalau mereka mengetahui.”
(QS. Al-Ankabut: 64)

Komentar:
Ayat ini menegaskan bahwa segala kemegahan dan kenikmatan dunia hanyalah sementara, sedangkan kehidupan akhirat abadi. Ulama menekankan perlunya menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat, tidak terbuai oleh harta dan kesenangan semata.


2. Renungan dari Kisah Putra Harun ar-Rasyid

Raja Harun ar-Rasyid memiliki seorang putra yang sejak usia muda sering mengunjungi kuburan dan merenungi kematian. Dia berkata:

“Engkau telah menjalani kehidupan yang fana. Engkau telah meninggalkan dunia yang tidak memberikan kedamaian. Karena engkau sekarang sudah mencapai kubur, aku hanya ingin mengetahui apa yang terjadi padamu dan pertanyaan-pertanyaan apa yang harus kalian jawab.”

Ulasan:
Kebiasaan ini mencerminkan tafakur atau perenungan yang diajarkan Nabi ﷺ untuk menenangkan hati dan menumbuhkan kesadaran akan kematian. Imam Nawawi menekankan pentingnya mengingat kematian untuk memperkuat akhlak dan menjauhi perbuatan dosa.

Dalil Al-Qur’an:
Allah SWT berfirman:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۗ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Dan Kami menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kami kamu dikembalikan.”
(QS. Al-Anbiya: 35)

Hadis Nabi ﷺ:

“Perbanyaklah mengingat pemutus kesenangan (yaitu kematian), karena itu menenangkan hati dan mengingat akhirat.”
(HR. Tirmidzi)

Komentar Ulama:
Para ulama seperti Ibnu Qayyim menekankan bahwa mengingat kematian dan meninjau kuburan akan membuat manusia sadar akan kefanaan dunia, memperkuat niat ibadah, dan menjauhkan dari keserakahan.


3. Hikmah dan Nasihat

  • Dunia hanyalah sementara dan penuh ujian.
  • Kesadaran akan kematian dan akhirat membuat hati lebih tenang dan menyeimbangkan sikap terhadap harta dan kesenangan.
  • Kisah putra Harun ar-Rasyid mengajarkan pentingnya mendidik anak sejak muda untuk berfikir tentang akhirat.

Praktik yang disarankan:

  1. Sering mengunjungi kuburan dengan niat tafakur.
  2. Mengingat kefanaan dunia dalam doa dan dzikir harian.
  3. Menilai diri sendiri secara rutin: apakah sudah mengendalikan hawa nafsu dan mengikuti tuntunan Allah dan Rasul-Nya.


Tidak ada komentar