Berbuat Baik Kepada Mayit


Amalan Kedua Puluh Satu
Mendo'akan mayit untuk tetap teguh setelah selesai pemakamannya
       Di riwayatkan dari Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu, ia berkata: 'Adalah Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam apabila telah usai mengubur jenazah, beliau berdiri disisinya sambil bersabda:
قال رسول الله r : «استغفروا لأخيكم وسلوا له بالتثبيت, فإنه الآن يسأل» [ رواه أبو داود ]

"Mintakanlah ampun bagi saudara kalian, do'akan untuknya agar tetap teguh, sesungguhnya sekarang dia sedang ditanya".[1]

Amalan Kedua Puluh Dua
Berdo'a kepada ahli kubur tatkala menziarahinya
     Di riwayatkan dari Buraidah radhiyallahu 'anhu, dia mengatakan: 'Sesungguhnya Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam apabila datang ke kuburan beliau berdo'a:
قال رسول الله r: «السلام عليكم أهل الدار من المؤمنين والمسلمين, وإنا إن شاء الله بكم لاحقون, وأنتم لنا فرط, ونحن لكم تبع, أسأل الله العافية لنا ولكم» [ رواه النسائي ]
"Semoga keselamatan menyertai kalian hai para penghuni alam kubur dari kalangan mukminin dan muslimin. Sesungguhnya kami, insya Allah akan menyusul kalian. Kalian adalah para pendahulu kami sedangkan kami pasti akan menyusulnya. Aku memohon kepada Allah agar memberikan keselamatan kepada kita sekalian".[2]




Amalan Kedua Puluh Tiga
Merawat makamnya
Dan cara merawat makam ada beberapa kategori, diantaranya:
1.       Tidak buang hajat diatas kuburan.

      Berdasarkan haditsnya Uqbah bin Amir radhiyallahu 'anhu, beliau menceritakan: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله r : «لأن أمشي على جمرة أو سيف أو أخصف نعلي برجلي, أحب إلي من أن أمشي على قبر مسلم, وما أبالي أوسط القبور قضيت حاجتي أو وسط السوق» [ رواه ابن ماجه ]
"Sekiranya aku berjalan diatas bara api atau mata pedang, atau hanya sekedar meletakan sandal atau kakiku, niscaya hal itu lebih aku cintai dari pada berjalan di atas kuburnya seorang muslim. Dan aku tidak akan pernah buang air kecil atau besar di komplek kuburan atau ditengah-tengah pasar".[3]

2.       Tidak berjalan di komplek pemakaman dengan memakai sandalnya.

     Di riwayatkan dari Basyir bin al-Khashashiyah, mantan sahaya Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam, bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam pernah melihat ada seseorang yang berjalan di antara kubur memakai sandal. Maka beliau bersabda padanya:
فقال رسول الله r: «يا صاحب السبتيتين اخلع سبتيتيك» [ رواه ابن ماجه]
"Hai orang yang pakai sandal, lepas kedua sandalmu".[4]
    Dan dari Uqbah bin Amir radhiyallahu 'anhu, ia mencertikan: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
فقال رسول الله r: «لأن أمشي على جمرة أو سيفأو أخصف نعلي برجلي, أحب إلي من أن أمشي على قبر مسلم» [ رواه ابن ماجه ]
"Kalau sekiranya aku berjalan diatas bara api atau pedang yang tajam, atau aku meletakan sandal dan kedua kakiku, lebih aku cintai dari pada aku berjalan di atas kuburan muslim".[5]

3.       Tidak duduk-duduk di atas kubur.

     Di riwayatkan dari Abu Murtsad al-Ghanawi radhiyallahu 'anhu, dia berkata: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
 قال رسول الله r : «لا تجلسوا على القبور ولا تصلوا إليها» [ رواه مسلم ]
"Janganlah kalian duduk-duduk di atas kubur, jangan pula kalian sholat diatasnya".[6]
    Dan berdasarkan dengan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia menceritakan: 'Bahwa Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول الله r : «لأن يجلس أحدكم على جمرة فتحرق ثيابه, فتخلص إلى جلده خير له من أن يجلس على قبر» [ رواه مسلم ]
"Seandainya salah seorang di antara kalian duduk di atas bara api lalu membakar pakaiannya, kemudian membakar kulitnya, maka itu lebih baik baginya dari pada duduk di atas kubur".[7]
4.       Tidak membongkar kuburan mereka melainkan bila sangat dibutuhkan sekali.

     Berdasarkan haditsnya Aisyah radhiyallahu 'anhu, dirinya bercerita: 'Sesungguhnya Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menggali kuburan demikian juga perempuan".[8]

Amalan Kedua Puluh Empat
Menulasi hutang si mayit

      Di riwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia berkata: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول الله r : «نفس المؤمن معلقة بدينه حتى يقضى عنه» [ رواه الترمذي ]
"Ruh seorang mukmin akan tergantung dengan hutangnya (ketika dunia) sampai hutang tersebut dilunasi".[9]
      Dan berdasarkan haditsnya Sa'ad bin al-Athwal radhiyallahu 'anhu, yang mengkisahkan: 'Bahwa saudaranya meninggal dan meninggalkan hutang sebanyak tiga ratus dirham, serta keluarga. Maka dia ingin bersedekah kepada keluarganya, namun Rasulallah berkata kepadanya:
قال رسول الله r : «إن أخاك محبوس بدينه فاذهب فاقض عنه» [ رواه ابن ماجه ]
"Sesungguhnya ruh saudaramu tertahan dengan sebab hutangnya dulu, pergilah lunasi hutang-hutangnya".[10]
      Dan dari Samurah bin Jundub radhiyallahu 'anhu, dia menceritakan: 'Pada suatu hari Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam pernah berkhutbah, lalu bertanya: 'Apakah disini ada salah seorang dari Bani Fulan? Tidak ada yang menjawabnya. Kemudian beliau bertanya kembali sampai tiga kali: 'Apakah disini ada Bani Fulan? Dan pada pertanyaan yang ketiga ada salah seorang yang berdiri, lalu menjawab: 'Aku ya Rasulallah'. Maka Rasulalah bertanya: 'Apa yang menyebabkan dirimu tidak menjawabku pada dua pertanyaan sebelumnya? Sesungguhnya aku tidak punya niatan apa-apa terhadap kalian melainkan kebaikan. Sesungguhnya salah seorang saudara kalian tertahan di depan pintu surga dengan sebab hutangnya dulu ketika di dunia. Jika sekiranya kalian mau maka tunaikanlah hutangnya, dan jika mau kalian biarkan saja dirinya di adzab oleh Allah azza wa jalla". Lelaki tersebut lantas menyahut: 'Hutangnya menjadi tanggunganku'. Kemudian dia melunasi hutang tersebut".[11]
      Dan Jabir bin Abdilla pernah menceritakan: 'Ada seseorang yang meninggal, lalu kami memandikan, mengkafani dan memberinya wewangian. Setelah itu kami lalu membawanya kepada Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam supaya di sholati. Lalu kami bilang pada beliau: 'Sholatilah'. Lantas beliau berjalan ke arahnya beberapa langkah, lalu bertanya: 'Apakah dirinya masih punya tanggungan hutang? Ada, dua dinar, ya Rasulallah. Beliau kemudian berpaling dari jenazah tersebut.
Selanjutnya Abu Qotadah mau menanggung dua dinar tersebut, kemudian kami mendatangi kembali Rasulallah. Lalu Abu Qotadah berkata pada beliau: 'Dua dinar berada dalam tanggunganku'. Maka Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sungguh telah ditepati haknya orang yang punya hutang, apakah telah dilepas tanggunganny? Abu Qotadah menjawab: 'Ia'. Setelah itu baru Rasulallah mau menyolatinya.
        Pada keesokan harinya ketika beliau bertemu dengan Abu Qotadah, beliau bertanya: 'Apakah telah kamu tunaikan dua dinar tersebut?. Aku jawab: 'Orang itu baru mati kemarin! Pada keesokannya ketika bertemu kembali, dia mengatakan pada beliau: 'Telah aku lunasi dua dinar tersebut'. maka Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam berkata: 'Sekarang, sungguh kulitnya baru dingin".[12]

Amalan Kedua Puluh Lima
Menunaikan Kafarah yang menjadi tanggungannya

      Menunaikan kafarah syar'iyah yang menjadi tanggungannya namun belum sempat di tunaikan tatkala hidup, adalah suatu bentuk kewajiban, yang diambil dari harta peninggalannya sebelum membagi kepada ahli waris. Berdasarkan keumuman sabda Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam: "(Maka) tanggungan Allah lebih berhak untuk ditunaikan".
      Dan berdasarkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia menceritakan: 'Sesungguhnya ada seorang perempuan yang datang kepada Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, seraya mengatakan: 'Sesungguhnya ibuku mati dan dirinya punya hutang puasa satu bulan'. Maka Nabi bersabda padanya: 'Menurutmu bagaimana kalau sekiranya  ibumu punya hutang, apakah kamu akan membayarnya? Tentu, jawabnya. Beliau bersabda: "Dan hutangnya Allah lebih berhak untuk ditunaikan".[13]

     Semisal kafarah yang seharusnya ditunaikan adalah sumpah, atau berbuka pada siang hari bulan ramadhan karena sakit, bagi siapa yang sudah tidak diharapkan lagi kesembuhannya. Kafarah orang yang mempergauli istrinya pada siang hari ramadhan kemudian tidak mampu membebaskan budak, tidak pula berpuasa dua bulan berturut-turut. Kafarah bagi orang yang tidak sempurna ketika menunaikan ibadah haji, kemudian belum sempat ditunaikan ketika masih hidup.












Amalan Kedua Puluh Enam
Melaksanakan wasiatnya yang sesuai syar'iat, tanpa merubahnya
Allah ta'ala berfirman:
قال الله تعالى ] كُتِبَ عَلَيۡكُمۡ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ ٱلۡمَوۡتُ إِن تَرَكَ خَيۡرًا ٱلۡوَصِيَّةُ لِلۡوَٰلِدَيۡنِ وَٱلۡأَقۡرَبِينَ بِٱلۡمَعۡرُوفِۖ حَقًّا عَلَى ٱلۡمُتَّقِينَ ١٨٠ فَمَنۢ بَدَّلَهُۥ بَعۡدَ مَا سَمِعَهُۥ فَإِنَّمَآ إِثۡمُهُۥ عَلَى ٱلَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٞ ١٨١ فَمَنۡ خَافَ مِن مُّوصٖ جَنَفًا أَوۡ إِثۡمٗا فَأَصۡلَحَ بَيۡنَهُمۡ فَلَآ إِثۡمَ عَلَيۡهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٞ [ (سورة البقرة 180-182).
'Di wajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. Maka barangsiapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya, Maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (akan tetapi) barangsiapa khawatir terhadap orang yang berwasiat itu, berlaku berat sebelah atau berbuat dosa, lalu ia mendamaikan antara mereka, maka tidaklah ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".  (QS al-Baqarah: 180-182).

      Namun jika isi wasiatnya adalah perkara yang haram, atau menghalangi haknya salah seorang ahli waris, atau memberi wasiat lebih banyak dari jumlah sepertiga hartanya, atau berwasiat lebih banyak bagi ahli waris dibanding lainnya.[14] Kalau demikian isinya, maka boleh untuk merubahnya sesuai dengan syari'at, namun, bila tidak maka pada asalnya bagi keluarganya wajib melaksanakan isi wasiat tersebut sesuai dengan kemauan si mayit, dan hukumnya haram untuk merubahnya atau mengingkari adanya wasiat tersebut kalau sudah diketahui secara pasti.

Amalan Kedua Puluh Tujuh
Bersedekah atas nama mayit
       Di riwayatkan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia berkata: 'Sesungguhnya pernah ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam: 'Sesungguhnya ayahku mati, dan meninggalkan harta yang banyak, namun tidak memberi wasiat apa-apa, apakah boleh bersedekah untuknya? Maka beliau menjawab: 'Ia'.[15]

     Sedangkan dalam riwayatnya Aisyah radhiyallahu 'anha, dia bercerita: 'Ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam. Sesungguhnya ibuku mati mendadak, dan aku kira kalau sekiranya aku berbicara dengannya ia mau bersedekah. Apakah aku akan mendapat pahala dengannya? Beliau menjawab: 'Ia'.[16]
      Dan masih dalam riwayat Aisyah, dia berkata: 'Ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya ibuku mati mendadak. Dan aku kira kalau sekiranya aku berbicara dengannya tentu dia mau bersedekah, apakah aku boleh bersedekah untuknya? Beliau shalallahu 'alaihi wa sallam berkata: 'Ia, bersedekahlah untuknya'.[17]
       Dalam riwayat lain, dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, dia berkata: 'Sesungguhnya Sa'ad bin Ubadah radhiyallahu 'anhu ditinggal ibunya meninggal sedangkan dirinya tidak ada dirumah. Lalu dia mendatangi Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam sambil mengatakan: 'Wahai Rasulallah, sesungguhnya ibuku meninggal dan aku tidak menjumpainya. Apakah masih ada yang bisa aku lakukan yang bermanfaat untunya? Beliau menjawab: 'Ia'. Ia lalu mengatakan: 'Sesungguhnya aku bersaksi bahwa kebunku aku sedekahkan baginya'.[18]



Amalan Kedua Puluh Delapan
Menunaikan nadzarnya

       Di riwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu, bahwa Sa'ad bin Ubadah meminta fatwa kepada Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam, sambil mengatakan: 'Sesungguhnya ibuku meninggal dan masih mempunyai nadzar'. Maka beliau mengatakan padanya: 'Tunaikanlah nadzarnya'.[19]
      Dan dalam riwayat yang lain, masih dari Ibnu Abbas, dia mencertikan: 'Ada seorang perempuan yang datang kepada Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam dan mengatakan: 'Ya Rasulallah, sesungguhnya ibuku mati, sedangkan dirinya mempunyai tanggungan puasa nadzar, apakah aku harus berpuasa untuknya? Beliau menjawab:
قال رسول الله r : «أرأيت لو كان على أمك دين فقضيتيه أكان يؤدي ذلك عنها» قالت: نعم. قال: «فصومي عن أمك» [ رواه مسلم ]
"Apa menurut pendapatmu, jikalau sekiranya ibumu mempunyai hutang kemudian engkau bayar apakah hal tersebut mampu menutupnya? Ia, jawabnya. Beliau melanjutkan: 'Puasalah untuk ibumu'.[20]
     Masih dalam riwayatnya, dia menceritakan: 'Ada seorang perempuan yang naik perahu ditengah lautan, kemudian dia bernadzar akan berpuasa selama satu bulan penuh. Akan tetapi dirinya mati sebelum menunaikan nadzarnya.
     Setelah itu, saudara perempuannya datang kepada Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam lalu menceritakan semua kejadiannya. Maka Nabi memerintahkan supaya dirinya berpuasa untuk saudaranya'.[21]











Amalan Kedua Puluh Sembilan
Tidak menyebut kejelekan dan kesalahannya
      Di riwayatkan dari Zaid bin Arqam radhiyallahu 'anhu, dia berkata: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam melarang mencela orang yang sudah meninggal'.[22]
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, dia bercerita: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله r : «لا تذكروا هالككم إلا بخير» [. رواه النسائي ]
"Janganlah kalian mengingat orang telah meninggal (diantara) kalian melainkan yang baik".[23]
Dan masih darinya, ia berkata: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله r : «لا تسبوا الأموات, فإنهم قد أفضوا إلى ما قدموا» [ رواه النسائي ]

"Janganlah kalian mencela orang yang telah meninggal. Sesungguhnya mereka telah meninggalkan apa yang mereka kerjakan".[24]
Dan darinya, dia berkata: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله r : «إذا مات صاحبكم فدعوه لا تقعوا فيه» [ رواه أبو داود ]
"Jika saudara kalian meninggal maka do'akanlah, jangan mencelanya".[25]







Amalan Ketiga Puluh
Memuji kebaikan mayit, yang dia ketahui

      Di riwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, dia bercerita: 'Pernah ada seorang jenazah yang lewat dihadapan kami, kemudian kami saling memuji kebaikan padanya. Maka Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam berkata: 'Wajib'.
      Kemudian tidak selang berapa lama kemudian ada seorang jenazah lagi yang lewat. Lalu para sahabat saling memperbincangkan tentang kejelekannya. Maka Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam berkata: 'Wajib'.
      Setelah itu Umar bib Khatab bertanya kepada Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, apa maksud ucapannya: 'Wajib'? Beliau menjelaskan:
قال r : «هذا أثنيتم عليه خيرا فوجبت له الجنة. وهذا أثنيتم عليه شرا فوجبت له النار. أنتم شهداء الله في الأرض» [ رواه البخاري ]
"Jenazah yang pertama, kalian saling memuji kebaikannya, maka wajib baginya surga. Sedangkan jenazah kedua, kalian saling berbicara tentang keburukannya, maka wajib baginya neraka. Dan kalian ada para saksi Allah yang ada didunia ini".[26]
      Dan dari Umar bin Khatab radhiyallahu 'anhu, dia berkata: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله r : «أيما مسلم شهد له أربعة بخير أدخله الله الجنة». فقلنا: وثلاثة. قال: «وثلاثة». فقلنا: واثنان. قال: «واثنان». ثم لم نسأله عن الواحد [ رواه البخاري ]
"Siapa saja, seorang muslim yang dipersaksiakan kebaikannya oleh empat orang, maka Allah akan memasukkan ke dalam surga".
      Maka kami bertanya kepada beliau: 'Bagaimana kalau Cuma tiga orang? Ia, tiga orang. Jawab beliau. Kami tanya lagi: 'Bagaimana kalau dua orang? Ia, dua orang. Jawabnya. Kemudian kami tidak bertanya bagaimana kalau sekiranya yang bersaksi cuma seorang'.[27]
Dari Rubayi' binti Mua'wadz radhiyallahu 'anha, bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أن النبي r قال: «إذا صلوا على جنازة, وأثنوا خيرا. يقول الرب -عز وجل-: أجزت شهادتهم فيما يعلمون, وأغفر له ما لا يعلمون». أخرجه البخاري في التاريخ الكبير، انظر: السلسلة الصحيحة (3/351) (1364).

"Apabila kalian sholat jenazah, ucapkan yang baik. Karena Allah azza wa jalla berfirman: 'Persaksian mereka telah mencukupkan, itu sesuai apa yang mereka ketahui. Dan Aku ampuni dia apa yang mereka tidak ketahui'.[28]
Dan dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
أن النبي r قال: «ما من مسلم يموت فيشهد له أربعة أهل أبيات من جيرانه الأدنين أنهم لا يعلمون إلا خيرا, إلا قال الله: قد قبلت عملكم فيه, وغفرت له ما لا تعلمون». رواه أبو يعلى وابن حبان في صحيحه، انظر: صحيح الترغيب والترهيب (3/377) (3515).

"Tidaklah seorang muslim yang meninggal, kemudian ada empat orang dari tetangga dekatnya yang bersaksi, bahwa mereka tidak mengetahui darinya melainkan kebaikan, melainkan pastia Allah berkata: 'Telah aku terima amal kalian, dan Aku telah ampuni (orang ini), apa yang kalian tidak pahami'.[29]



Amalan Ketiga Puluh Satu
Berpuasa untuk mayit, jika sekiranya ia meninggalkan puasa wajib, selagi dirinya tidak menyengaja untuk melalaikannya
        Hal itu berdasarkan haditsnya Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia bercerita: 'Ada seorang perempuan yang datang kepada Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, lalu mengatakan: 'Sesungguhnya ibuku meninggal sedangkan dirinya masih punya beban puasa satu bulan'. Maka Nabi berkata: 'Apa pendapatmu kalau sekiranya ibumu mempunyai hutang, apakah kamu akan membayarnya? Tentu, jawab wanita tersebut. Maka hutang Allah lebih berhak untuk ditunaikan. Sabda Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam'.[30]
      Dan dari Buraidah radhiyallahu 'anhu, ia menceritakan: 'Takala aku sedang duduk-duduk disisi Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam, tiba-tiba datang seorang perempuan. Lalu ia mengatakan: 'Sesungguhnya aku pernah bersedekah kepada ibuku seorang budak, dan sekarang dia meninggal. Maka Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam menjawab: 'Engkau akan mendapat pahalanya, kembalikan sebagai harta waris'.
     Kemudian wanita tadi bertanya kembali: 'Ya Rasulallah, sesungguhnya ibuku masih punya beban hutang satu bulan, apakah aku boleh berpuasa untuknya? Ia, berpuasalah untuk ibumu. Jawan beliau. Wanita tersebut masih bertanya lagi: 'Dan dia belum haji, apakah boleh aku menghajikannya? Pergilah haji untuk ibumu. Kata Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam'.[31]
Dan dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله r : «من مات وعليه صيام, صام عنه وليه» [ رواه مسلم ]
"Barangsiapa meninggal dan dirinya punya beban puasa, maka walinya harus berpuasa untuknya".[32]










Amalan Ketiga Puluh Dua
Haji dan umrah untuk si mayit

        Di riwayatkan dari Abdulallah bin Amr radhiyallahu 'anhuma, bahwa al-Ash bin Wail berwasiat untuk membebaskan seratus budak, maka anaknya Hisyam melaksanakan wasiat bapaknya, namun cuma lima puluh budak. Kemudian anaknya, Amr berkeinginan untuk membebaskan sisanya. Dirinya berkata: 'Sampai kiranya aku bertanya langsung kepada Rasulallah dan meminta fatwa dari beliau shalallahu 'alaihi wa sallam. Dia berkata: 'Ya Rasulallah, sesunggunya ayahku berwasiat supaya membebaskan seratus budak, dan Hisyam telah membebaskan lima puluh, kemudian masih tersisa lima puluh lagi, apakah aku harus membebaskan sisanya? Maka Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam mengatakan:
قال رسول الله r : «لو كان مسلما, فأعتقتم عنه, أو تصدقتم عنه أو حججتم عنه, بلغه ذلك» [ رواه أبو داود ]
"Kalau sekiranya dia muslim, maka penuhilah wasiatnya, dengan memerdekakan budak, atau kalian bersedekah atasnya, atau kalian menghajikan dirinya, maka hal itu akan sampai (pahalanya)".[33]
      Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia bercerita: 'Ada seorang lelaki yang datang kepada Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, lalu mengatakan: 'Apakah boleh aku pergi haji untuk ayahku? Maka Nabi menjawab:
قال رسول الله r : «نعم. حج عن أبيك, فإنك إن لم تزده خيرا لم تزده شرا» [ رواه ابن ماجه ]
"Tentu, pergi hajilah untuk ayahmu, sesungguhnya engkau jika tidak menambah padanya kebaikan maka tidak akan bertambah kejelekannya".[34]
      Masih dalam riwayatnya, dia bercerita: 'Ada seorang perempuan yang menyuruh Sanan bin Salamah al-Juhani untuk menanyakan kepada Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam tentang ibunya yang mati, namun belum sempat berangkat haji, apakah dia boleh pergi haji untuk menghajikan ibunya? Jawab Rasulallah:

قال رسول الله r : «نعم! لو كان على أمها دين, فقضته عنها, ألم يكن يجزئ عنها! فلتحج عن أمها» [ رواه أبو داود ]
"Ia, boleh. Kalau seandainya ibunya mempunyai hutang kemudian dia membayarnya, bukankah itu telah mencukupinya? Perintahkan dia untuk menghajikan ibunya".[35]

Amalan Ketiga Puluh Tiga
Tetap menjalin hubungan, bersama keluarga mayit setelah kematiannya

      Di riwayatkan dari Abu Burdah radhiyallahu 'anhu, ia berkata: 'Aku pernah datang ke Madinah, lalu di sana aku didatangi oleh Abdullah bin Umar, seraya mengatakan: 'Tahukah kamu kenapa saya menemuimu? Tidak, jawabku. Dia melanjutkan: 'Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله r: «من أحب أن يصل أباه في قبره, فليصل إخوان أبيه بعده» [ رواه ابن حبان و أبو يعلى ]

"Barangsiapa yang ingin tetap menyambung hubungannya bersama ayahnya yang sudah di alam kubur, maka hendaknya ia menyambung saudara dekatnya setelah kematiannya".
     Ibnu Umar melanjutkan: 'Sesungguhnya antara ayahku dan ayahmu ada hubungan yang sangat erat, oleh karena itu aku senang bila aku menyambung hubungannya denganmu'.[36]
      Dan dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia berkata: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول الله r: «من البر أن تصل صديق أبيك» [ رواه الطبراني ]
"Termasuk dari bentuk berbuat baik terhadap orang tua ialah menyambung kekeluargaan bersama teman ayahmu".[37]
      Di riwayatkan dari Abdullah bin Dinar dari Abdullah bin Umar. Beliau mengkisahkan, bahwa Ibnu Umar biasanya kalau safar ke Makkah dia membawa keledai yang biasa digunakan untuk mengangkut barang bila sudah capai berjalan. Serta sorban yang melingkar di kepalanya. Dan pada suatu ketika di tengah perjalanan, manakala ia berada diatas kedelainya, dirinya bertemu dengan seorang arab badui, lalu dia berhenti sejenak dan bertanya: 'Bukankah kamu Fulan bin Fulan? Ia, jawabnya.
     Kemudian dia memberikan keledainya, lalu berkata padanya: 'Naiklah ini', lalu melepas sorban yang ada diatas kepadalnya, dan berkata: 'Pakailah ini, tutup kepalamu'.
      Melihat pemandangan seperti itu, maka para sahabat yang ikut safar bersamanya, merasa keheranan, lalu sebagian diantara mereka berkata: 'Semoga Allah mengampunimu. Kenapa engkau berikan keledai yang bisa engkau naiki bila terasa capai, kemudian sorban yang bisa menutupi kepalamu dari panas mentari? Ibnu Umar menjawab: 'Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
يقول الله r: «إن من أبر البر صلة الرجل أهل ود أبيه بعد أن يولى» وإن أباه كان صديقا لعمر [ رواه مسلم ]
"Sesungguhnya termasuk berbuat baik kepada orang tua yang paling utama ialah seseorang menyambung kekeluargaan bersama keluarga teman ayahnya setelah dirinya meninggal".
Lalu beliau menjelaskan alasannya kenapa melakukan itu semua, seraya berkata: 'Sesungguhnya bapaknya arab badui ini adalah teman umar bin Khatab'.[38]
      Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata: 'Tidak ada yang lebih membikinku cemburu terhadap istri-istri Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam melebihi kecemburuanku pada Khadijah padahal aku tidak pernah melihatnya. Akan tetapi Nabi seringkali menyebut dirinya. Terkadang, bila beliau menyembelih kambing kemudian dibagi-bagi maka dia pasti mengutus untuk diberikan kepada teman-temannya Khadijah. Sehingga pada suatu ketika aku pernah nyeletuk: 'Seakan-akan tidak ada wanita lain di dunia ini melainkan Khadijah! Maka beliau mengatakan: "Sesungguhnya dia adalah begini dan begitu (padanya kebaikan), dan dengannya aku dikarunia anak".[39]

Amalan Ketiga Puluh Empat
Mendo'akan dan memintakan ampun padanya

Hal itu sesuai dengan perintah Allah azza wa jalla dalam firmanNya:
قال الله تعالى : ]وَٱلَّذِينَ جَآءُو مِنۢ بَعۡدِهِمۡ يَقُولُونَ رَبَّنَا ٱغۡفِرۡ لَنَا وَلِإِخۡوَٰنِنَا ٱلَّذِينَ سَبَقُونَا بِٱلۡإِيمَٰنِ وَلَا تَجۡعَلۡ فِي قُلُوبِنَا غِلّٗا لِّلَّذِينَ ءَامَنُواْ رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٞ رَّحِيمٌ [ (سورة الحشر 10)
"Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb Kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang".  (QS al-Hasy: 10).
      Di riwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول الله r : «إذا مات الإنسان انقطع عمله إلا من ثلاث: صدقة جارية, أو علم ينتفع به, أو ولد صالح يدعو له» [ رواه مسلم ]
"Jika seseorang telah meninggal dunia maka amalnya terputus kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendo'akannya".[40]
Dan dalam redaksi lain, Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله r : «إن الرجل لترفع درجته في الجنة. فيقول: أنى لي هذا, فيقال: باستغفار ولدك لك» [ رواه ابن ماجه ]
"Sesungguhnya ada seseorang disurga yang tiba-tiba dinaikan derajatnya, maka dia bertanya: 'Apa yang menyebabkan aku begini? Di katakan padanya: 'Ini dengan sebab permintaan ampun dari anakmu".[41]

Dari Ubadah radhiyallahu 'anhu, dia berkata: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله r : «من استغفر للمؤمنين وللمؤمنات, كتب الله له بكل مؤمن ومؤمنة حسنة». أخرجه الطبراني في الكبير، انظر: صحيح الجامع (2/1042) (1026) وقال الألباني: حسن.

"Barangsiapa berdo'a untuk kaum mukminin dan mukminat, niscaya Allah akan menulis untuk setiap mukmin dan mukminat satu kebaikan".[42]
Dalam haditsnya Anas dikatakan, Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله r : «سبع يجرى للعبد أجرهن وهو في قبره بعد موته: من علم علمًا, أو أجرى نهرًا, أو حفر بئرًا, أو غرس نخلًا, أو بنى مسجدًا, أو ورث مصحفًا, أو ترك ولدًا يستغفر له بعد موته». أخرجه ابن خزيمة في صحيحه والبيهقي، انظر: صحيح الترغيب والترهيب (1/36) (74).

"Ada tujuh perkara yang pahalanya bisa tetap mengalir bagi seorang hamba, sedangkan dirinya sudah di alam kubur. Orang yang mengajari ilmu, membikin saluran air, menggali sumur, menanam kurma, membangun masjid, meninggalkan mushaf, dan orang yang meninggalkan anak, lalu anak tersebut mendo'akan dirinya setelah meninggal".[43]

Amalan Ketiga Puluh Lima
Melanjutkan amal sholehnya setelah kematiannya

       Sebagaimana yang tercantum dalam haditsnya Abu Umamah radhiyallahu 'anhu, dia berkata: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله r : «أربعة تجري عليهم أجورهم بعد الموت, من مات مرابطًا في سبيل الله, ومن علم علمًا, أجري له عمله ما عمل به, ومن تصدق بصدقة فأجرها يجري له ما وجدت, ورجل ترك ولدًا صالحًا فهو يدعو له». [ رواه أحمد والطبراني ]
"Ada empat perkara yang tetap mengalir pahalanya pada seseorang setelah kematiannya: Seseorang yang mati berjaga dijalan Allah, di perbatasan negeri muslim, orang yang mengajari ilmu, amal sholeh yang di tiru sama orang, orang yang bersedekah dengan satu sedekah, lalu sedekahnya bermanfaat dan seseorang yang meninggalkan anak sholeh yang mendo'akannya".[44]
      Demikian juga dalam haditsnya Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia berkata: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله r : «إن مما يلحق المؤمن من عمله وحسناته, بعد موته. علمًا نشره, وولدًا صالحًا تركه أو مصحفًا ورثه أو مسجدًا بناه أو بيتًا لابن السبيل بناه أو نهرًا أجراه أو صدقة أخرجها من ماله في صحته وحياته,  تلحقه من بعد موته» [ رواه ابن ماجه ] .
"Termasuk dari perkara yang akan menemui seorang mukmin dari amal sholeh dan kebajikannya, setelah kematiannya ialah: Ilmu yang diajarkan, anak sholeh, mushaf yang ditinggalkan, masjid yang dibangunnya, rumah yang dibangun untuk ibnu sabil, sungai yang dialirkannya, sedekah yang dikeluarkan dari hartanya, tatkala sehat, semuanya akan menemui pelakunya setelah kematiannya".[45]
      Dalam haditsnya Salman radhiyallahu 'anhu, dia berkata: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله r : «أربع من عمل الأحياء تجرى للأموات: رجل ترك عقبًا صالحًا يدعوا له ينفعه دعاؤهم, ورجل تصدق بصدقة جارية من بعده له أجرها ما جرت بعده, ورجل علم علمًا فعمل به من بعده, له مثل أجر من عمل به من غير أن ينقص من أجر من يعمل به شيء». أخرجه الطبراني في الكبير، انظر: صحيح الجامع (1/215) (888).

"Empat hal dari amal sholeh yang dikerjakan oleh orang ketika masih hidup, kemudian pahalanya terus mengalir sesudah mati: Seseorang yang meninggalkan anak sholeh, yang mendo'akan dirinya, sehingga mereka banyak mengambil manfaat dari do'anya. Sesorang yang bersedekah jariyah, yang terus mengalir manfaatnya. Seseorang yang mengajari ilmu, kemudian ilmunya diamalkan setelahnya. Maka dirinya akan memperoleh pahala tiap orang yang mengamalkannya tanpa dikurangi pahala mereka sedikitpun".[46]







Amalan Ketiga Puluh Enam
Kebajikan orang yang masih hidup, sebagai bentuk kabar gembira bagi mayit
      Di riwayatkan dari Abu Ayub radhiyallahu 'anhu, ia berkata: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله r : «إذا قبضت نفس العبد, تلقاه أهل الرحمة من عباد الله كما يلقون البشير في الدنيا, فيقبلون عليه ليسألوه. فيقول بعضهم لبعض: انظروا أخاكم حتى يستريح, فإنه كان في كرب. فيقبلون عليه, فيسألونه: ما فعل فلان ؟ ما فعلت فلانة ؟  هل تزوجت ؟ فإذا سألوا عن الرجل قد مات قبله, قال لهم: إنه قد هلك! فيقولون: إنا لله وإنا إليه راجعون, ذهب به إلى أمه الهاوية! فبئست الأم! وبئست المربية! قال: فيعرض عليهم أعمالهم, فإذا رأوا حسنا فرحوا واستبشروا. وقالوا: هذه نعمتك على عبدك فأتمها, وإن رأوا سوءا قالوا: اللهم راجع بعبدك». أخرجه ابن المبارك في الزهد والطبراني في الكبير، انظر: السلسلة الصحيحة (6 – 1/604) (2758).

"Apabila ruh seorang hamba dicabut, hamba-hamba Allah yang sholeh menemuinya, selayaknya manusia menemui saudaranya ketika di dunia. Mereka menengoknya untuk bertanya (tentang berita di dunia). Maka ada sebagian yang berkata kepada yang lainnya: 'Lihatlah saudara kalian, biarkan dulu sebentar agar bisa istirahat sejenak, sesungguhnya bara saja dalam kesulitan'. Setelah mereka berduyun-duyun menemuianya, lalu menanyakan: 'Apa kabarnya si Fulan? Apa yang dilakukan si Fulan? Apakah dia sudah menikah?
      Dan jika dia ditanya tentang seseorang yang telah meninggal sebelumnya, maka dia menjawab: 'Dia telah mati'. Mereka menyahut: 'Inna lillahi wa inna ilahi raji'un. Dia berada di ummu Hawiyah, itu adalah sejelek-jelek tempat! Celakalah dia!.
     Kemudian setelah itu dinampakan pada mereka amalannya, bila mereka melihat baik maka mereka berbahagia dan senang, lalu di katakan: 'Inilah nikmat-nikmatmu bagi hamba Allah', kemudian nikmatnya di sempurnakan. Dan bila mereka melihat amalannya buruk, mereka berkata: 'Ya Allah, kembalikan hambaMu'.[47]







Penutup
       Dan setelah pejelasan ini semua, maka hendaknya kamu perbaiki selalu jiwamu, dengan memperbaharui keimananmu dan selalu menyambung dengan amal sholeh, sebelum datangnya hari yang tidak ada lagi kesempatan untuk kembali. Pada saat itu kamu hanya bisa menunggu orang yang mendo'akanmu namun tidak kunjung datang.
      Berapa banyak kita lihat, orang yang bakhil pada jiwanya, dengan harta benda yang telah dia kumpulkan dan simpan, kemudian setelah dia mati, ahli warisnya begitu kikir untuk berinfak atas namanya, dengan harta yang telah dia tinggalkan dan kumpulkan di hadapan mereka?!
     Betapa banyak yang kita ketahui, anak-anak yang kikir terhadap orang tua mereka, untuk mendo'akan orang tuanya, dengan do'a yang jujur, yang bisa menembus dan sampai terhadap orang tuanya yang berada di alam kubur, sedangkan daging mereka tumbuh dari asuhan orang tuanya?!
     Dan betapa banyak orang tua yang sangat giat untuk beramal kebajikan, namun dirinya meninggal sebelum sempat merampungkannya. Lalu datang anak-anaknya yang berusaha untuk menyempurnakannya. Itulah taufik dari Allah, serta ilham ilahi bagi siapa saja yang dikehendakiNya.
      Berbuat baiklah terhadap dirimu sendiri sebelum datang ajalmu. Renungkanlah, Siapa orang yang akan menyolati dirimu setelah kematianmu? Siapa orang yang akan berpuasa untukmu, setelah engkau meninggal? Dan siapa yang akan bersedekah untukmu tatkala engkau mati? Siapa orangnya yang akan memintakan ampun untukmu setelah engkau mati?
   Oleh karena itu, kamu harus segera beramal sebelum ajal mendekatimu, sebagai bekal untuk menatap hari kiamat, dan persiapan untuk meninggalkan orang yang dicintai, istiqomah sebelum hari kiamat, karena barangsiapa yang mati maka telah tegak dan sampai kiamatnya, semoga Allah merahmati kita semua.


[1] . Shahih Sunan Abi Dawud 2/620 no: 2758.
[2] . Shahih Sunan an-Nasa'i 2/438 no: 1928.
[3] . Shahih Sunan Ibni Majah 1/261 no: 12773.
[4] . Shahih Sunan Ibni Majah 1/261 no: 1274.
[5] . Shahih Sunan Ibni Majah 1/261 no: 1273.
[6] . HR Muslim 2/556 no: 972.
[7] . HR Muslim 2/556 no: 971.
[8] . Di keluarkan oleh al-Baihaqi. Lihat Silsilah ash-Shahihah al-Albani 5/181 no: 2148.
[9] . Shahih Sunan at-Tirmidzi 1/313 no: 861.
[10] . Shahih Sunan Ibni Majah 2/57 no: 1973.
[11] . Di riwayatkan oleh al-Hakim serta yang lainnya. Lihat Shahih Targhib wa Tarhib al-Albani 2/354. 1/1810.
[12] . Di keluarkan oleh Ahmad, al-Hakim dan Daruquthni. Lihat Shahih Targhib wa Tarhib 2/355 no: 1812.
[13] . HR Bukhari 3/262 no: 2761.
[14] . Oleh karena itu, pada ayat pertama hukumnya dihapus. Sehingga tidak boleh memberi wasiat lebih bagi ahli waris dari bagian harta waris sesuai dengan penghitungan yang telah ditentukan oleh syari'at. Dan tidak boleh melaksanakan wasiat tersebut melainkan sesuai dengan izin ahli waris seluruhnya.
[15] . HR Muslim 3/1014 no: 1620.
[16] . HR Muslim 3/1015 no: 1004.
[17] . HR Bukhari 3/262 no: 2760.
[18] . HR Bukhari 3/262 no: 2761.
[19] . HR Bukhari 3/262 no: 2761.
[20] . HR Muslim 2/661 no: 1148.
[21] . Shahih Sunan an-Nasa'i 2/807 no: 3573.
[22] . Dikeluarkan oleh al-Hakim dalam Mustadraknya. Lihat Silsilah ash-Shahihah 5/520 no: 23297.
[23] . Shahih Sunan an-Nasa'i 2/417 no: 1827.
[24] . Shahih Sunan an-Nasa'i 2/417 no: 1828.
[25] . Shahih Sunan Abi Dawud 3/926 no: 960.
[26] . HR Bukhari 2/416 no: 1368.
[27] . HR Bukhari 2/417 no: 1368.
[28] . Di keluarkan oleh Bukhari di dalam kitab Tarikh Kabir. Lihat Silsilah ash-Shahihah 3/351 no: 1364.
[29] . Di riwayatkan Abu Ya'la, Ibnu Hibban di dalam Shahihnya. Lihat Shahih Targhib wa Tarhib 3/377.
[30] . HR Bukhari 3/262 no: 2761.
[31] . HR Muslim 2/662 no: 1149.
[32] . HR Muslim 2/661 no: 1148.
[33] . Shahih Sunan Abi Dawud 2/558 no: 2507. Dan hadits ini di nilai hasan oleh al-Albani.
[34] . Shahih Sunan Ibni Majah 2/152 no: 2348.
[35] . Shahih Sunan Abu Dawud 2/558 no: 1148.
[36] . Di keluarkan oleh Abu Ya'la dan Ibnu Hibban. Lihat Silsilah ash-Shahihah 3/417 no: 1432.
[37] . Di keluarkan ath-Thabarani di dalam al-Ausath. Lihat Silsilah ash-Shahihah 5/382 no: 2303.
[38] . HR Muslim 4/1571 no: 2552.
[39] . HR Bukhari 4/606 no: 3818.
[40] . HR Muslim 3/1016 no: 1631.
[41] . Shahih Sunan Ibnu Majah 2/294 no: 2953.
[42] . Dikeluarkan ole hath-Thabarani dalam al-Kabir. Lihat Shahihul Jami' 2/1042 no: 1026. Hadits ini dinyatakan hasan oleh al-Albani.
[43] . Di keluarkan Ibnu Khuzaimah di dalam shahihnya dan al-Baihaqi. Lihat Shahih Targhib wa Tarhib 1/36 no: 74.
[44] . Di riwayatkan Ahmad dalam Musnadnya, ath-Thabarani dalam al-Kabir. Lihat Shahihul Jami' 1/ no: 890.
[45] . Shahih Sunan Ibnu Majah 1/46 no: 198.
[46] . Di keluarkan ole hath-Thabarani dalam al-Kabir. Lihat Shahihul Jami' 1/215 no: 888.
[47] . Di keluarkan Ibnu Mubarak di dalam Zuhd dan ath-Thabarani di al-Kabir. Lihat Silsilah ash-Shahihah 6-1/604 no: 2758.

Tidak ada komentar