Antara Keadilan dan Kebencian
Antara Keadilan dan Kebencian
"Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi
orang-orang yang selalu menegakkan keadilan karena Allah, menjadi saksi dengan
adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorongmu
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat pada
ketakwaan. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan." (Al-Maaidah: 8)
Mempertemukan keadilan dan kebencian dalam sebuah tulisan
mungkin hal yang mudah, karena kita hanya tinggal menulis kedua kata-kata itu.
Yang sulit adalah mempertemukan keadilan dengan kebencian dalam hati. Hampir
dapat dipastikan bahwa keadilan akan menguap jika kebencian menguasai hati
seseorang. Mau tak mau kita juga harus mengatakan bahwa inilah salah satu
penyakit penegakkan hukum di negara ini, di samping hukumnya masih hukum
jahiliyyah. Begitu juga sebaliknya, rasa cinta pada seseorang atau suatu kaum
bisa menjadi penghalang tegaknya keadilan. Ditambah lagi dengan kesaksian palsu
yang semakin sering dilakukan oleh orang-orang demi kepentingan tertentu.
Sepertinya kejujuran hanya tinggal beberapa persen lagi dalam jiwa bangsa ini.
Karena hampir setiap sektor kehidupannya sudah dirongrong oleh tipu-menipu,
dusta, kepalsuan, dan kebohongan.
Oleh karena itu, dalam mengemban tugas menegakkan hukum Allah
di muka bumi ini, orang-orang beriman diperintahkan oleh Allah Ta'ala untuk
menegakkan keadilan dan kesaksian dengan benar dan adil karena Allah semata.
Karena, motivasi lain selain itu akan menjerumuskan manusia ke dalam
ketidakjujuran dan ketidakadilan. Akibatnya, kehancuran tatanan hidup yang
manusiawi, penindasan dan kesewenang-wenangan akan merajalela. Otomatis
kedamaian akan menjauh.
Adalah sulit memang bagi seorang hakim yang menyimpan kebencian
terhadap terdakwa untuk memutuskan vonis yang adil, kecuali orang-orang beriman
yang bertakwa kepada Allah, karena bagaimanapun ia pasti akan
mempertanggungjawabkan perbuatannya di akhirat kelak. Karena, sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui segala yang dikerjakan oleh hamba-Nya. Tidak ada yang
tersembunyi dari Allah sedikit pun. Maka, sekecil apa pun kebaikan yang
dilakukan seseorang Allah akan membalasnya, dan sekecil apa pun keburukan yang
dilakukan seseorang Allah pasti membalasnya.
Inilah perbedaan Islam dengan demokrasi. Demokrasi menyuarakan
bahwa keadilan demi rakyat. Padahal, dengan kekuasaan di tangan seorang penguasa
akan dengan leluasa mengibuli rakyatnya. Seorang hakim akan leluasa
mempermainkan hukum karena tidak ada yang ditakutinya. Rakyat? Ah, bisa
dikibulin. Maka tak heran kalau banyak pemimpin menyuarakan demokrasi dengan
penuh semangat. Dengan demokrasi seolah-olah rakyat diberi kedaulatan dan
kebebasan, namun hakekatnya adalah hanya sekedar membesarkan hati rakyat bahwa
mereka ikut terlibat dalam proses pembangunan bangsa dan negaranya, walaupun
dalam peranan yang sesungguhnya mereka hampir tidak bisa berbuat apa-apa.
Jangan pernah mengharapkan keadilan jika hukum kita masih hukum
jahiliyyah, jangan pernah mengharap keadilan jika aparat hukum kita masih
orang-orang tak beriman tak bertakwa. Jangan mengharap keadilan jika mata kita
masih silau melihat harta dan tahta.
Selanjutnya , definisi keadilan tentunya berbeda-beda menurut
setiap orang. Sehingga, tentunya tidak pernah memuaskan. Mereka akan terus
berselisih, kecuali orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh pada
hukum Allah.
Post a Comment