Bertawakal kepada Allah
Bertawakal kepada Allah
"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan
mengadakan jalan keluar baginya. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya." (Ath-Thalaq: 2 -- 3).
Termasuk di antara sebab diturunkannya rezeki adalah bertawakal
kepada Allah dan hanya kepada-Nya tempat bergantung.
Yang Dimaksud Bertawakkal kepada Allah
Para ulama ?semoga Allah membalas mereka dengan sebaik-baik
balasan? telah menjelaskan makna tawakal. Di antaranya adalah Imam al-Ghazali,
beliau berkata, "Tawakkal adalah penyandaran hati hanya kepada wakil (yang
di-tawakali) semata."
Al-Allamah al-Manawi berkata, "Tawakal adalah menampakkan
kelemahan serta penyandaran (diri) kepada yang di tawakali."
Menjelaskan makna tawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar
tawakkal, al-Mulla Ali al-Qori berkata, "Hendaknya kalian ketahui secara
yakin bahwa tidak ada yang berbuat dalam alam wujud ini kecuali Allah, dan bahwa
setiap yang ada, baik makhluk maupun rezeki, pemberian atau pelarangan, bahaya
atau manfaat, kemiskinan atau kekayaan, sakit atau sehat, hidup atau mati, dan
segala hal yang disebut sebagai sesuatu yang maujud (ada) semuanya itu adalah
dari Allah."
Dalil Syar'i bahwa Bertawakkal kepada Allah Termasuk Kunci
Rizki
Imam Ahmad, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu al-Mubarak, Ibnu
Hibban, al-Hakim, al-Qhudha'i dan al-Baghawi meriwayatkan dari Umar bin
Khaththab bahwa Rasulullah bersabda, "Sungguh, seandainya kalian bertawakal
kepada Allah sebenar-benar tawakal, niscaya kalian akan diberi rezeki
sebagaimana rezeki burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan
lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang."
Dalam hadis yang mulia ini, Rasulullah yang berbicara dengan
wahyu menjelaskan orang yang bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar
tawakkal, niscaya dia akan diberi rezeki oleh Allah sebagaimana burung-burung
diberi-Nya rizki. Betapa tidak demikian, karena dia telah bertawakal kepada Dzat
Yang Maha Hidup, yang tidak pernah mati. Karena itu, barangsiapa bertawakal
kepada-Nya, niscaya Allah akan mencukupinya.
"Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang
dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap
sesuatu." (Ath-Thalaq: 3).
Menafsirkan ayat tersebut, ar-Rabi' bin Khutsaim mengatakan,
"(Mencukupkan) diri setiap yang membuat sempit manusia."
Apakah Tawakkal itu Berarti Meninggalkan Usaha?
Sebagian orang mukmin ada yang berkata, "Jika orang yang
bertawakal kepada Allah itu akan diberi rezeki, mengapa kita harus lelah,
berusaha, dan mencari penghidupan. Bukankah kita cukup duduk-duduk dan
bermalasan-malasan, lalu rezeki kita datang dari langit?"
Perkataan ini sungguh menunjukkan kebodohan orang yang
mengucapkan tentang hakikat tawakkal. Nabi kita yang mulia telah menyerupakan
orang yang bertawakal dan diberi rezeki itu dengan burung yang pergi di pagi
hari dan pulang pada sore hari, padahal burung itu tidak memiliki sandaran apa
pun, baik perdagangan, pertanian, pabrik, atau pekerjaan tertentu. Ia keluar
berbekal tawakal kepada Allah Yang Maha Esa dan yang kepadanya tempat
bergantung. Para ulama ?semoga Allah membalas mereka dengan sebaik-baik
kebaikan? telah memperingatkan masalah ini. Di antaranya adalah Imam Ahmad,
beliau berkata, "Dalam hadis tersebut tidak ada isyarat yang membolehkan
untuk meninggalkan usaha, sebaliknya justru di dalamnya ada isyarat yang
menunjukkan perlunya mencari rizki. Jadi maksud hadits tersebut, bahwa
seandainya mereka bertawakal kepada Allah dalam kepergian, kedatangan, dan usaha
mereka, dan mereka mengetahui kebaikan (rezeki) itu di tangan-Nya, tentu mereka
tidak akan pulang, kecuali dalam keadaan mendapatkan harta dengan selamat,
sebagaimana burung-burung tersebut."
Imam Ahmad pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang hanya
duduk di rumah atau masjid seraya berkata, "Aku tidak mau bekerja sedikit
pun, sampai rezekiku datang sendiri." Maka beliau berkata, Ia adalah
laki-laki yang tidak mengenal ilmu. Sungguh Nabi bersabda,
"Sesungguhnya Allah telah menjadikan rizkiku melalui panahku."
Dan beliau bersabda, "Sekiranya kalian bertawakal kepada
Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya Allah memberimu rezeki sebagaimana
yang diberikan-Nya kepada burung-burung berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar
dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang."
Dalam hadis tersebut dikatakan bahwa burung-burung itu
berangkat pagi-pagi dan pulang sore hari dalam rangka mencari rezeki.
Selanjutnya, Imam Ahmad berkata, "Para Sahabat berdagang dan bekerja dengan
pohon kurmanya. Dan mereka itulah teladan kita."
Syekh Abu Hamid berkata, "Barangkali ada yang mengira bahwa
makna tawakal adalah meninggalkan pekerjaan secara fisik, meninggalkan
perencanaan dengan akal, serta menjatuhkan diri di atas tanah seperti sobekan
kain yang dilemparkan, atau seperti daging di atas landasan tempat memotong
daging. Ini adalah sangkaan orang-orang bodoh. Semua itu adalah haram menurut
hukum syariat. Sedangkan syariat memuji orang yang bertawakkal. Lalu, bagaimana
mungkin sesuatu derajat ketinggian dalam agama dapat diperoleh dengan hal-hal
yang dilarang oleh agama pula?"
Hakikat yang sesungguhnya dalam hal ini dapat kita katakan, "Sesungguhnya pengaruh bertawakal itu tampak dalam gerak dan usaha hamba ketika bekerja untuk mencapai tujuan-tujuannya."
Hakikat yang sesungguhnya dalam hal ini dapat kita katakan, "Sesungguhnya pengaruh bertawakal itu tampak dalam gerak dan usaha hamba ketika bekerja untuk mencapai tujuan-tujuannya."
Imam Abul Qosim al-Qusyairi berkata, "Ketahuilah,
sesungguhnya tawakkal itu letaknya di dalam hati. Adapun gerak secara
lahiriah hal itu tidak bertentangan dengan tawakal yang ada di dalam hati,
setelah seorang hamba meyakini bahwa rezeki itu datangnya dari Allah. Jika
terdapat kesulitan, maka hal itu adalah karena takdir-Nya, dan jika terdapat
kemudahan maka hal itu karena kemudahan dari-Nya."
Di antara yang menunjukkan bahwa tawakal kepada Allah tidaklah
berarti meninggalkan usaha adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban
dan Imam al-Hakim dari Ja'far bin Amr bin Umayah dari ayahnya, ia berkata,
"Seseorang berkata kepada Nabi, Aku lepaskan untaku dan (lalu) aku
bertawakal?' Nabi bersabda: 'Ikatlah kemudian
bertawakallah'."
Dalam riwayat al-Qudha'i disebutkan, "Amr bin Umayah berkata, 'Aku bertanya,'Wahai Rasulullah, apakah aku ikat dahulu (tunggangan)ku lalu aku bertawakal kepada Allah, atau aku lepaskan begitu saja lalu aku bertawakal?' Beliau menjawab, 'Ikatlah kendaran (unta)mu lalu bertawakallah'."
Dalam riwayat al-Qudha'i disebutkan, "Amr bin Umayah berkata, 'Aku bertanya,'Wahai Rasulullah, apakah aku ikat dahulu (tunggangan)ku lalu aku bertawakal kepada Allah, atau aku lepaskan begitu saja lalu aku bertawakal?' Beliau menjawab, 'Ikatlah kendaran (unta)mu lalu bertawakallah'."
Kesimpulan dari pembahasan ini adalah bahwa tawakal tidaklah
berarti meninggalkan usaha. Setiap muslim harus berikhtiar secara lahir dengan
bersungguh-sungguh mendapatkan penghidupan, akan tetapi ia tidak boleh
menyandarkan diri pada kerja keras dan usahanya, tetapi ia harus meyakini
bahwa rezeki itu hanyalah dari Dia semata dengan segala pengaturan-Nya.
Post a Comment