Kufur Nikmat Menyebabkan Rahmat Menjadi Laknat
Kufur Nikmat Menyebabkan Rahmat Menjadi Laknat
"Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak
terduga-duga)? Tiada orang yang merasa aman dari azab Allah kecuali mereka
adalah orang-orang yang merugi. Dan apakah belum jelas bagi orang-orang yang
mempusakai negeri sesudah (lenyap) penduduknya, bahwa kalau kami menghendaki
tentu kami azab mereka karena dosa-dosanya. Dan kami kunci mati hati mereka,
sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran lagi)?" (Al-A'raaf: 99 --
100).
Sebelum turun peringatan itu, Allah 'Azza wa Jalla lebih dulu
berjanji akan menurunkan berkah-Nya dari langit dan dari bumi pada suatu negeri
yang masyarakatnya beriman serta bertaqwa, sebagai sarana pemakmuran dan
penentraman kehidupan. Namun, sayangnya kebanyakan manusia cenderung malalaikan
peringatan itu dan mengingkari nikmat Allah. Sehingga, turunlah ketetapan
hukum-Nya terhadap mereka, yakni siksaan dan hinaan sehina-hinanya didunia dan
akhirat (7: 96).
Ayat pembuka di atas adalah peringatan kepada siapa saja yang
lalai dalam mengemban amanah Allah untuk senantiasa menjaga kehidupan dari
hal-hal yang merusak. Alam adalah nikmat sempurna Allah SWT yang dipersembahkan
kepada umat mnusia. Karena itu, manusia wajib mensyukurinya dengan cara
memelihara kelestariannya serta mempertahankannya sekuat mungkin dari
upaya-upaya destruktif.
Alam ini penuh dengan semilyar pesona dan
keistimewaan-keistimewaan yang luar biasa, karena itu hanya dipersembahkan pada
manusia, sebagai mahluk ciptaan-Nya yang paling istimewa dari segi jatah
pemberian rezeki dari penciptanya.
Bukanlah Allah telah ciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baik
ciptaan diantara ciptaan-Nya yang lain? Bukankah lama dan seluruh habitat tempat
manusia berdiam telah diformat dalam keadan "siap pakai" dengan semua hukum alam
yang pasti dan tetap, sebagai sarana penunjang kelangsungan hidup manusia?
Dan jangan lupa, selain nikmat yang bersifat zahir itu (sarana
hidup), Allah juga menyempurnakan nikmat manusia dengan memberikan mereka
pedoman hidup sempurna (Islam) (31: 20). Sehingga, dengan sarana dan pedoman
hidup sempurna yang Allah karuniakan kepada manusia, seyogyanya mereka dengan
survive, hidup mulia, makmur dan tenram. Dengan kata lain, manusia
mestinya mampu eksis sebagai khalifah-khalifah Allah di atas muka bumi dengan
penuh izzah dan kewibawaan.
Sebagai khalifah Allah di atas muka bumi, ada dua tugas pokok
penting yang harus diemban dan ditunaikan mnusia sampai hari kiamat. Yang
pertama, memakmurkan bumi (al-'Imarah). Kedua, memelihara bumi dari upaya-upaya
perusakan yang datang dari pihak mana pun (ar-Ri'ayah).
Memakmurkan Bumi
Terkait dengan tugas ini, ada kewajiban kolektif yang
dibebankan Allah SWT kepada manusia, yakni mereka harus mengekplorasi kekayaan
bumi bagi kemanfaatan seluas-luasnya umat manusia. Maka, sepatutnyalah hasil
eksplorasi itu dapat dinikmati secara adil dan merata, dengan tetap memelihara
kekayaan agar tidak punah. Sehingga, generasi selanjutnya dapat melanjutkan
eksplorasi itu.
Dengan begitu ada beberapa hal yang harus diperhatikan manusia
dalam menggali kekayaan bumi. Pertama, menggunakan friendly
technology (teknologi ramah lingkungan). Apa pun usaha pemanfataan kekayan
alam, entah pertambangan, pertanian, usaha, kehutanan, industri dan lain-lain
haruslah dengan memberi satu garansi, bahwa ekosistem alam tidak menjadi rusak,
tidak membuat hewan, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan udara menjadi punah dan
tercemar racun-racun yang membahayakan kehidupan.
Kedua, adanya konsep corporate social
responsibility (tanggung jawab sosial perusahaan). Perusahaan atau korporasi
yang bertanggung jawab tak selayaknya mendirikan bangunan-bangunan industrinya
dengan megah, namun tak memberi pemberdayaan baik secara material, akal, maupun
spiritual bagi warga setempat. Logikanya, masyarakat sekitar lokasi industri
yang tercukupi secara materi dan tercerahkan akal spiritualnya, akan ikut
bertanggung jawab memelihara ekosistem alam.
Ketiga, menjalankan usaha dengan cara-cara bersaing yang
sehat. Dengan demikian, sebuah usaha yang baik tidak akan dijalankan dengan cara
monopoli tanpa memberi orang lain kesempatan untuk berusaha dalam bidang yang
sama.
Memelihara Bumi
Memelihara bumi dalam arti luas termasuk juga memelihara akidah
dan akhlak para SDM (sumber daya manusia) sebuah perusahaan serta lingkungannya
dari kebiasaan-kebiasaan jahiliyah. Karena SDM yang rusak akan sangat potensial
merusak alam. Dengan demikian, premis ini menuntut bahwa setiap jenis usaha apa
pun harus memperhatikan hal-hal berikut:
Pertama, tidak membiarkan SDM perusahaan melakukan
kebiasaan-kebiasaan merusak (menonton film-film porno, mabuk, judi, main
perempuan, dan sebagainya).
Kedua, tidak mengizinkan lingkungan sekitar berdiri sarana-sarana kemaksiatan.
Ketiga, tidak membiarkan berkembangnya sarana-saran yang memungkinkan tumbuhnya tradisi syirik dan kekerasan.
Keempa, menjatuhkan saksi yang berat bagi para perusak akidah dan akhlak.
Kelima, menumbuhsuburkan kegiatan-kegiatan keagamaan secara kontinyu dan baik.
Kedua, tidak mengizinkan lingkungan sekitar berdiri sarana-sarana kemaksiatan.
Ketiga, tidak membiarkan berkembangnya sarana-saran yang memungkinkan tumbuhnya tradisi syirik dan kekerasan.
Keempa, menjatuhkan saksi yang berat bagi para perusak akidah dan akhlak.
Kelima, menumbuhsuburkan kegiatan-kegiatan keagamaan secara kontinyu dan baik.
Adalah wajar bila Islam berkepentingan agar manusia secara
kolektif berjuang keras (berjihad) agar syariat-Nya tegak di atas muka bumi.
Karena, hanya Islam yang paling lengkap daan concern aturannya dalam
menjaga kelangsungan hidup, dan dalam memelihara ekosistem alam.
"Oleh karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi bani
Israil, bahwa barangsiapa yang membunuh seorang manusia bukan karen orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan karena dia membuat kerusakan di muka bumi,
maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang
memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara
kehidupan manusia seluruhnya." (Al-Maaidah: 32).
Dalam ayat lain Allah menyuruh manusia agar giat menggali
karunia-Nya untuk investasi di akhirat. Ini berarti konsep pembangunan negara
dan bangsa haruslah berwawasan ketuhanan (berwawasan tauhidullah). Allah SWT
melarang manusia berbuat kerusakan di muka bumi, karena Dia tidak menyukai kamu
perusak (destroyer). Dengan spirit inilah generasi awal Islam membangun
dan berperang dengan rambu-rambu yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Oleh
karena itu, Islam datang tidak membawa bencana, tetapi bahkan sebaliknya, ia
membawa rahmat.
"Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat. Dan janganlan kamu melupakan bagianmu dari
(kenikmatan) dunia. Dan berbuat baiklah (kepada orang lain), sebagaimana Allah
telah berbuat baik kepadamu. Jangan berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (Al-Qashash:
77).
Kalau kita mau merenung sejenak memikirkan tentang bencana demi
bencana yang tak putus menimpa bangsa Indonesia, seharusnya kita mengintrospeksi
tindakan kita dan kebijakkan-kebijakkan pembangunan negara selama ini.
Jikalau turunnya hujan yang semestinya membawa rahmat tetapi malah berubah
menjadi bencana, sekali lagi, hal itu patut patut kita renungkan.
Jangan-jangan banyak sekali kelalaian-kelalaian, baik disengaja maupun tidak,
yang kita lakukan sehingga kita tidak amanah di dalam mengelola kehidupan. Alam
kita biarkan dirusak oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Bahkan,
boleh jadi kita termasuk yang langsung atau tidak langsung melakukan proses
perusakan itu.
Banjir telah menggenangkan berbagai wilayah di tanah air. Di
wilayah ibu kota DKI Jakarta, Bekasi, Tangerang dan beberapa kota di pulau Jawa,
titik-titik daerah banjir kian meluas. Volume banjir kali ini memang terbesar
dalam lima tahun terakhir.
Alangkah bijaknya bila bencana hujan kali ini yang menimpa
berbagai wilayah di Indonesia, kita jadikan bahan instrospeksi. Yang penulis
maksud dengan "kita" adalah pemerintah dan rakyat. Agar kedua komponen bangsa
itu membangun kesadaran secara bersama untuk kembali kepada jalan Allah. Kembali
memperhatikan peraturan-peraturan-Nya tentang pemeliharaan kehidupan, agar kita
menjadi orang-orang yang amanah sekaligus menjadi bangsa yang pandai mensyukuri
nikmat-nikmat-Nya. Maka, tidak ada salahnya jika musibah banjir kali ini kita
jadikan momentum pertaubatan nasional. Wallahu a'lam.
Post a Comment