MENGHINDARI JIMAT, JAMPI, PERDUKUNAN DAN PARANORMAL
MENGHINDARI JIMAT, JAMPI, PERDUKUNAN DAN
PARANORMAL
TUJUAN
Setelah mengikuti materi
ini, pemirsa diharapkan mampu :
1. Mendefinisikan jimat, jampi
dukun dan paranormal
2. Membedakan jimat yang
diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan agama
3. Menunjukkan bahaya jimat dan
jampi dalam akidah Islam
4. Menunjukkan cara kerja dukun
dan paranormal
5. Menunjukkan dalil-dalil
tentang jimat, jampi, dukun dan paranormal
6. Menunjukkan hukum menjadi
dukun dan paranormal
7. Menunjukkan bahaya
mengunjungi dukun dan paranormal
POKO-POKOK MATERI
Bertawakkal dan berpegang
teguh hanya kepada Allah dalam semua urusan adalah prinsip dasar keimanan.
Firman Allah :
“ Karena itu, hendaklah kepada Allah saja, orang –orang mukmin bertawakkal”
QS. 3:160
“ Dan hanya kepada Allah, hendaklah kamu bertawakkal, jika kamu
benar-benar orang beriman” QS. 5:23
“Dan barang siapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan
mencukupkannya” QS. 65:3
Penggunaan
sarana-sarana untuk mencapai tujuan
dengan tetap berkeyakinan - bahwa keberhasilannya tergantung pada
Allah- tidak menafikan makna tawakkal. Rasulullah SAW orang yang paling
bertawakkal kepada Allah tetap menggunakan sarana-sarana fisik untuk memenuhi
kebutuhannya seperti berobat sewaktu
sakit, dsb.
Penggunaan sarana-sarana
jahiliyyah untuk mencapai tujuan, tidak diperbolehkan bagi setiap muslim,
bahkan ia wajib menolak dan memeranginya. Demikianlah yang pernah dilakukan
oleh Nabi beserta para sahabatnya. Islam memberikan penjelasan yang membedakan
cara jahiliyyah dan Islamiyyah dalam hal jimat dan jampi untuk menjaga dan
melindungi aqidah ummat dari keterpurukan syirik.
Ta’rif dan Hukumnya
1. AT TAMA’IM/JIMAT
At Tama’im adalah bentuk jama’ dari
kata Tamimah,
yaitu untaian batu atau semacamnya yang oleh orang Arab terdahulu dikalungkan
pada leher, khususnya anak-anak, dengan dugaan ia bisa mengusir jin, atau
menjadi benteng dari pengaruh jahat, dan semacamnya. Dalam bahasa kita sering
disebut dengan jimat, atau pusaka.
Tradisi ini kemudian
dibatalkan oleh Islam. Bahwa tidak ada yang bisa menolak dan menghalangi bahaya
kecuali Allah. (QS. 6:17) Sabda Nabi :
Dari Uqbah bin Amir, ia berkata
: Rasulullah saw bersabda: “ Barang siapa menggantungkan tamimah (jimat) semoga
Allah tidak mengabulkan keinginannya, dan barang siapa menggantungkan wada’ah
(sesuatu yang diambil dari laut, menyerupai rumah kerang. Menurut anggapan
jahiliyah dapat digunakan sebagai penangkal penyakit) semoga Allah tidak
memberi ketenangan pada dirinya”. HR. Ahmad.
Termasuk dalam pengertian tamimah
adalah : jami’ah (aji-ajian terbuat dari tulisan), khorz (jimat penangkal
terbuat dari benda-benda kecil dari laut dan semacamnya), hijab (jarum tusuk atau
semacamnya yang diyakini bisa membentengi diri) dan semacamnya.
Jika tamimah terbuat dari
ayat-ayat Al Qur’an, atau memuat nama-nama dari sifat Allah, ulama salaf
berbeda pendapat dalam hal ini. Sebagian memperbolehkan dan sebagian lain
melarang, dengan alasan :
a. Umumnya dalil yang melarang
bentuk tamimah
b. Saddudz-Dzari’ah (preventif),
karena memperbolehkan tamimah dari Al Qur’an akan membuka peluang dari
selainnya.
c. Diperbolehkannya tamimah
dari Al Qur’an, menjadi bentuk pelecehan Al Qur’an. Karena pemakainya akan
membawanya ke tempat-tempat najis atau sejenisnya. Seperti waktu buang hajat,
haidh, junub, dan sebagainya.
d. Tamimah dengan Al Qur’an
akan berdampak pada pengecilan peran dan tujuan Al Qur’an diturunkan. Sebab Al
Qur’an diturunkan untuk menjadi petunjuk,bukan untuk tamimah dan isi kalung.
2. RUQYAH/JAMPI-JAMPI
Ruqyah adalah kalimat-kalimat atau
gumaman-gumaman tertentu yang biasa dilakukan orang jahiliyah dengan keyakinan
bisa menangkal bahaya, menyembuhkan penyakit, dsb, dengan meminta bantuan
kepada jin, atau dengan menyebut nama-nama asing dan kata-kata yang tidak
difahami. Islam melarang perbuatan ini, sebagaimana dalam sabda Nabi :
“Sesungguhnya ruqyah, tamimah, dan tiwalah (sesuatu yang dibuat/dibikin
dengan anggapan menjadikan suami/istri mencintai pasangannya, sering disebut
:guna-guna/pelet ) adalah syirik” HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibn Majah.
Ruqyah yang dimaksudkan dalam
hadits tersebut adalah ruqyah yang berisi permohonan pertolongan kepada selain
Allah.
Adapun ruqyah yang menggunakan
Asma, sifat, firman Allah, dan pernah dicontohkan Rasulullah , maka hukumnya jaiz/boleh,
bahkan dianjurkan. Seperti yang ditunjukkan oleh hadits Imam Muslim :
Dari Auf bin Malik ra, berkata:”Saya pernah meruqyah di masa
jahiliyyah, lalu saya bertanya kepada Rasulullah: “Bagaimana menurutmu Ya
Rasulallah? Sabda Nabi : “Tunjukkan kepadaku jampi-jampi kalian, tidak apa-apa
selama tidak mengandung syirik”.
Dengan demikian hukum mantera ada dua macam : haram dan
halal.
a.
Haram
Mantera/jampi yang haram
adalah yang di dalamnya terdapat permohonan bantuan kepada selain Allah, atau
dengan selain Bahasa Arab. Mantera yang demikian bisa menyebabkan kafir atau
ucapan yang mengandung syirik.
b.
Halal/boleh
Imam Nawawi, Ibn Hajar, dan
As Suyuti memperbolehkan ruqyah selain yang tersebut di atas dengan syarat :
1. menggunakan kalamullah,
asma’ atau sifat-Nya
2. menggunakan Bahasa Arab dan
diketahui maknanya
3. berkeyakinan bahwa ruqyah
tidak mempunyai pengaruh dengan sendirinya, akan tetapi karena taqdir Allah.
3. AR RAML/MERAMAL
Ar Raml adalah cara mencari
barang yang hilang dengan cara membuat
garis-garis di atas pasir/tanah.. Termasuk dalam kategori ini adalah ramalan
bintang/astrologi, yang dalam agama dikenal dengan istilah tanjim. Perbuatan ini
termasuk dalam kategori sihir dan dajl (kebohongan besar). Rasulullah
bersabda :
“Barangsiapa mengutip ilmu (pengetahuan) dari bintang, ia telah
mengutip satu cabang dari sihir, ia bertambah sesuai dengan tambahan yang
dikutip”. HR.
Abu Daud, Ibn Majah, Ahmad
Hadits ini ditujukan kepada
orang yang mempelajari aspek perbintangan yang bisa menghantarkan kepada
kekufuran, seperti mengklaim ilmu ghaib. Hal ini termasuk sihir dan syirik,
sebab tidak ada yang mengetahui alam gaib selain Allah.
Hadits ini tidak ditujukan
kepada orang yang mempelajari jarak bintang, posisi, ukuran besar, daerah
edarnya dan semacamnya, yang bisa diketahui dengan pengamatan, teleskop dan
semacamnya yang dikenal dengan ilmu falak (astronom). Sebab ilmu
ini memiliki dasar kaidah dan sarananya.
Perbuatan yang sama dengan tanjim
adalah kahanah dan arrafah, pelakunya disebut Kahin
dan Arraf.
Kahin adalah orang yang
menginformasikan tentang hal-hal gaib di masa datang, atau yang
menginformasikan tentang sesuatu yang ada pada hati manusia.
Arraf adalah nama yang mencakup Kahin,
Munajjim (pelaku tanjim)Rammal (peramal) dan semacamnya,
yang mengaku mengetahui ilmu gaib, baik tentang masa datang atau yang ada pada
hati manusia, baik dengan cara berhubungan dengan jin, atau melihat (mengamati)
atau dengan menggaris-garis di pasir, atau membaca telapak tangan, lepek (tatakan gelas) atau benda
lainnya. Rasulullah SAW bersabda tentang mereka:
“Siapa yang mendatangi Arraf lalu ia menanyakan sesuatu dan
membenarkannya, maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh hari” HR. Muslim dan Ahmad.
“Barangsiapa mendatangi Kahin (dukun) lalu ia membenarkan apa yang
diucapkannya, niscaya ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada
Muhammad SAW.
HR. Abu Dawud, at Tirmidzi, Ibn Majah, Ahmad dan Ad Darimiy.
Demikian ini keadaan orang yang mendatangi
dukun. Bagaimana dengan yang ditanya (dukunnya)? Perbuatan demikian dilarang
dalam Islam dan dianggap kufur terhadap ajaran yang diturunkan kepada Muhammad,
karena dalam ajaran itu ditegaskan bahwa tidak ada yang mengetahui ilmu gaib
selain Allah SWT.
Pola perdukunan di masa
Jahiliyah terbagi dalam tiga macam :
1. Bekerja sama dengan jin,
yang memberikan informasi kepada dukun itu, setelah mencuri informasi dari
langit.
2. Memberitahukan sesuatu yang
diketahui dan pernah terjadi di wilayah lain, kepada orang yang bertanya
sesuatu kepadanya.
3. Munajjim, dengan menggunakan
bintang-bintang.
Wallahu a’lam
Post a Comment