Orang yang Layak Diikuti


Orang yang Layak Diikuti


"Dan janganlah kamu mengikuti yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan keadaannya melampaui batas."(Al-Kahfi: 28)
Adalah suatu keharusan bagi seorang hamba yang ingin mengikuti orang lain untuk melihat dan mengetahui apakah orang itu termasuk orang yang selalu ingat kepada Allah atau termasuk orang yang lalai kepada-Nya. Apakah yang lebih berkuasa atas dirinya adalah hawa nafsunya ataukah wahyu. Jika yang berkuasa atas dirinya adalah hawa nafsunya, maka ia termasuk orang yang lalai dan melewati batas. Melampaui batas, kesia-siaan, berlebih-lebihan, kehancuran merupakan makna yang saling berdekatan.
Maksudnya, Allah Subhanahu wa Ta'ala melarang menaati orang-orang yang menghimpun sifat-sifat yang disebutkan di atas. Orang yang pantas diikuti dan diteladani adalah orang yang taat dan saleh, tidak lalai akan pengawasan dan mengingat Allah dalam segala keadaan Adapun orang yang tidak pantas diikuti adalah orang yang selalu lalai dari mengingat Allah, selalu mengikuti hawa nafsunya dan berlebih-lebihan serta melampaui batas dalam segala perkaranya.
Kebanyakan generasi muda umat Islam saat ini kehilangan pegangan dan pedoman dalam menentukan panutan dan ikutan yang ditiru dan diteladani. Betapa gampangnya seseorang meniru, mengikuti, mencontoh, dan mengidolakan seseorang hanya karena ia seorang artis, terkenal, berwajah bagus, pintar ini, pintar itu, jago olah raga dan lain sebagainya, walaupun dengan akhlak rendah. Tampilan luar sudah menjadi standar untuk menjadikan seorang figur yang ditiru. Kemuliaan jiwa, akhlak yang luhur, iman dan takwa tidak lagi menjadi teladan dalam tatanan kehidupan nyata, tetapi hanya menjadi sebuah standar dalam tatanan kajian dan harapan yang sulit untuk diwujudkan. Bahkan, kalau pun banyak orang yang patut diteladani, kenyataannya hanya sedikit yang mau meneladani dan mengikuti.
Ketika hawa nafsu menjadi pemimpin dalam segala perbuatan, maka kecelakaan sudah di depan mata. Kebenaran dan keburukan tidak lagi menjadi suatu yang jelas dan bermakna. Kebenaran hanya dilihat dari kepentingan hawa nafsu dalam memenuhi segala keinginannya. Keburukan dan kekejian bisa menjadi kebenaran dan kebaikan menurut hawa nafsu, jika ia berkepentingan dengan hal itu. Rasa takut akan pertanggungjawaban dan azab Allah tidak lagi menjadi pengontrol gerak-gerik hamba di muka bumi.
Maka, tidaklah mengherankan jika bangsa ini tidak melahirkan pemimpin yang dapat dipercaya dan jujur, adil dan bijaksana, beriman dan bertakwa, karena bangsa ini tidak mampu mendidik generasi mudanya dan memberikan mereka identitas diri yang jelas dan benar. Tapi mereka justru mencari jati diri dengan cara ikut-ikutan trend, gaya, dan selera lingkungan sekitarnya. Bahkan, budaya semau gue merupakan trend yang sangat sukar dibendung, sampai-sampai masalah agama dan akidah pun tidak luput darinya.
Sebelum menyesal, seharusnyalah kita sebagai hamba Allah memohon kepada-Nya untuk selalu memberi kita petunjuk kepada jalan-Nya dan agar memberi kita taufik untuk mengikuti orang-orang yang diberi karunia oleh-Nya, para Nabi, orang-orang yang shiddiq, para syuhada, serta para shalihin. 

Tidak ada komentar