Pasukan Sekutu
Pasukan Sekutu
"Hai orang-orang beriman, ingatlah akan nikmat (yang telah
dikaruniakan) kepadamu tatkala datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami
kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya.
Dan adalah Allah maha melihat akan apa yang kamu kerjakan. (Yaitu) ketika mereka
datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu dan ketika tidak tetap lagi
penglihatanmu dan hatimu naik menyesak ke tenggorokan, dan kamu menyangka
terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka. Di situlah orang-orang beriman
diuji dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat hebat."
(Al-Ahzab: 9--11).
Setelah terusir dari Madinah, pemuka Yahudi bani Nadhir
mendatangi Mekah. Mereka adalah Sallam bin Misykam, Allam bin Abul Haqiq, serta
Kinanah bin Abur Rabi'. Misi mereka adalah menggalang kafir Quraisy untuk
memerangi Rasulullah saw. "Kami akan berperang bersama kalian hingga berhasil
menghancurkannya," demikian bujuk mereka. Gayung bersambut, Abu Sufyan bersama
tokoh Quraisy mengamininya. Mereka kemudian menggalang kabilah Ghathafan,
kabilah Aslam, dan kabilah Asyja'. Terbentuklah pasukan sekutu di bawah komando
Abu Sufyan. Terhimpun di dalamnya 10.000 pasukan, sebuah aliansi "super power"
yang dapat menjadi alasan pasukan muslimin untuk gentar, terlebih jumlah mereka
hanya berkisar 3000 personal.
Sebuah syuro digelar di Madinah, menyikapi ekspansi pasukan
sekutu yang sebentar tiba. Adalah Salman al-Farisi yang memiliki ide cemerlang,
ia mengusulkan penggalian parit di sekitar Madinah, sebuah usulan yang membuat
kagum para sahabat, karena taktik semacam itu belum pernah dikenal dalam tradisi
perang Arab. Maklum, Salman berasal dari Persi. Di bawah pimpinan Rasulullah,
para sahabat mulai menggali parit, atau yang dikenal dengan Khandaq. Sebagian
ahli sejarah mencatat peristiwa ini terjadi tahun 4 Hijriah, sebagian yang lain
menyatakan tahun 5 Hijriah. Pendapat terakhir dinyatakan Ibnu Katsir sebagai
terkuat.
Demikianlah, pasukan sekutu mengepung Madinah. Kaum muslimin
bertahan di dalamnya. Padahal, masa itu Madinah paceklik. Adalah sahabat Jabir
yang bercerita, seperti diriwayatkan Imam Bukhari, "? kami tidak pernah
merasakan makanan apa pun selama tiga hari...." Untuk mengatasi lapar,
Rasulullah bahkan mengganjal perutnya dengan batu. Kondisi itu memanggil Jabir
untuk memasak sedikit gandum dan seekor kambing yang dimilikinya, dengan niat
hanya untuk dipersembahkan kepada Rasulullah dan beberapa sahabat terkemuka.
Maklum, porsi masakan hanya cukup untuk beberapa orang. Namun, kehendak Allah
berbicara lain, melalui tangan Rasulullah terjadi mukjizat, masakan yang sedikit
itu mencukupi, bahkan lebih untuk seluruh sahabat, ajaib!
Masalah yang menghimpit umat Islam tidak hanya sekadar
paceklik, kaum munafik juga menebar isu menggelisahkan. Kepada penduduk Madinah
mereka melecehkan ramalan Rasulullah. Mereka berkata, "Muhammad menjanjikan kita
istana Kisra dan Kaisar, padahal ancaman musuh telah membuat seorang di antara
kita hampir tidak bisa membuang hajat." "Dan (ingatlah) ketika orang-orang
Munafik dan orang-orang yang berpenyakit di dalam hatinya berkata: "Allah dan
Rasul-Nya tidak menjadikan kepada kita melainkan tipu daya." (Al-Ahzab: 12).
Demikian kaum Munafik, ular dalam selimut, dalam kondisi genting semacam itu
mereka justru menebar isu yang dapat meruntuhkan moral kaum muslimin.
Belum usai kaum Munafik menebar isu, masalah berikutnya
terhampar di depan mata. Bani Quraidhah, sekte Yahudi yang selama ini masih
terikat perjanjian dengan umat Islam, berkhianat. Mereka termakan hasutan Huyay
bin Akhtab untuk melawan Rasululullah dan sahabatnya. Ini bukan persoalan sepele
karena mereka jelas bertetangga dengan umat Islam. Dus, tinggal dalam lingkaran
Khandaq yang siap membokong dari belakang, padahal menurut Ibnu Katsir, jumlah
mereka berkisar 800 serdadu dan memiliki benteng tinggi di sebelah timur
Madinah.
Rasululullah kemudian mengirim empat sahabat: Sa'ad bin Mu'ad,
Sa'ad bin Ubadah, Abdullah bin Rawahah, dan Jabir bin Khowat. Mereka bertugas
mencari kebenaran info pengkhianatan Quraidhah. Rasulullah mewanti-wanti mereka
agar merahasiakan jika benar Quraidhah berkhianat. Setelah mendapatkan cukup
bukti pengkhianatan, mereka memberi isyarat kepada Rasulullah dengan dua kata:
adhal dan qarah. Maksudnya, mereka berkhianat sebagaimana Adhal
dan Qarah mengkhianati Nabi saw. Arahan Rasulullah tersebut dimaksudkan agar
suasana tidak semakin keruh, terlebih dapat meruntuhkan moral kaum muslimin.
Beratnya masalah yang dirundung kaum muslimin, seperti
dilukiskan dalam ayat di atas, "?ketika mereka datang kepadamu dari atas dan
dari bawahmu dan ketika tidak tetap lagi penglihatanmu dan hatimu naik menyesak
ke tenggorokan, dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam
purbasangka. Di situlah orang-orang beriman diuji dan digoncangkan (hatinya)
dengan goncangan yang sangat hebat."
Ketika pasukan sekutu mengepung, ketika kaum munafik menikam
dari dalam, ketika Yahudi nyata berkhianat, musuh bukan hanya yang di depan
berhadapan. Mereka berada di belakang, samping kanan, samping kiri, bahkan
sebagiannya berbaur dengan mereka dari golongan munafik. Suasana mencekam,
serasa tak ada tempat aman, wajar bila dada para sahabat terasa sesak, mereka
sangat terjepit. Kondisi itu bahkan sempat memunculkan prasangka yang
bermacam-macam terhadap Allah Taala. Alhamdulillah, Allah kemudian menurunkan
nasr (pertolongan), seperti pada ayat di atas, "Hai orang-orang
beriman, ingatlah akan nikmat (yang telah dikaruniakan) kepadamu tatkala datang
kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan
tentara yang tidak dapat kamu melihatnya." (Al-Ahzab: 9).
Moral, termasuk variabel penting untuk menentukan menang
kalahnya sebuah pertarungan. Kuat lemahnya moral, biasa terbangun melalui input
dan isu. Dalam perang Uhud, musuh Islam memberitakan bahwa Rasulullah telah
terbunuh. Isu tersebut sempat menjadikan sebagian pasukan Islam melarikan diri
ke pinggiran kota Madinah. Kata mereka: "Apa yang dapat kita perbuat setelah
Rasulullah saw. terbunuh?" Bahkan, salah satu unsur penyebab kemenangan muslimin
dalam perang Khondaq sendiri adalah perang urat saraf, seperti yang dilakukan
sahabat muallaf; Nu'aim bin Mas'ud, yang berhasil memecah belah koalisi
Musyrikin Arab dengan Yahudi Quroidhah.
Karenanya, menjaga moral sangat penting. Moral yang jatuh,
jangan harap dapat memenangkan sebuah pertarungan, apalagi ia jatuh sebelum
bertarung. Karenanya ia harus dirawat dan dijaga. Itulah sebabnya kenapa muncul
istilah psywar (perang urat syaraf), propaganda weapon, dan sejenisnya. Dalam
kompetisi sepak bola saja, masing-masing kesebelasan perlu memperkuat timnya
dengan supporter, tak lain untuk menjaga stamina moral, disamping untuk
meruntuhkan moral lawan.
Itulah ibrah yang menonjol dalam dalam perang Khondaq. Saat
suasana genting dan mencekam, ditingkahi isu dan gosip yang berseliweran,
Rasulullah selalu menjaga moral para sahabat. Beliau pesankan kepada tim
investigasi agar merahasiakan pengkhianatan Quroidhah. Bahkan, ketika berita
pengkhianatan dinyatakan valid, beliau tetap berujar, seperti banyak ditulis
ahli sejarah: "Allahu Akbar, Bergembiralah kalian wahai kaum muslimin."
Katrol moral yang paling tampak adalah kabar gembira yang
diramalkan Rasulullah. Ketika ada sebongkah batu yang tidak mempan oleh gancu
para sahabat, Rasulullah datang mengatasi. Pukulan pertama Rasulullah
memunculkan percikan api yang berhamburan, demikian juga pukulan kedua. Pukulan
ketiga menjadikan batu hancur berkeping-keping. Rasulullah bertakbir, disusul
takbir para sahabat. Di tengah para sahabat yang tengah goncang, Rasulullah
memberi kabar gembira: "Pada percikan bunga api pertama, tampak dalam
pandanganku istana Bashra dari Syam, Jibril memberitahu kepadaku bahwa umatku
akan mengalahkannya. Pada percikan bunga api yang kedua, tampak dalam
pandanganku istana Hirah dari Iraq, Jibril memberitahu kepadaku bahwa umatku
akan mengalahkannya. Pada percikan bunga api yang ketiga, tampak dalam
pandanganku istana San'a dari Yaman, Jibril memberitahu kepadaku bahwa umatku
akan mengalahkannya.
Benturan peradaban Islam vs non-Islam telah, tengah, dan akan
selalu terjadi. Dewasa ini predator Islam diwakili oleh Barat beserta sekutunya.
Kalkulasi rasio manusia akan menyimpulkan bahwa Barat di atas angin. Bayangkan,
kekuatan apa yang dimiliki Barat? Serasa tak ada jalan bagi Islam untuk menang.
Apalagi, belakangan Barat memiliki senjata baru: memerangi terorisme. sebuah
istilah yang naifnya ditafsirkan seenaknya oleh Barat. Dengan begitu, seolah
mereka mendapat pengesahan untuk melakukan apa pun dengan dalih memerangi
terorisme, yang naifnya juga selalu diarahkan kepada kelompok Islam pro syariat.
Dengan begitu, tak tertutup kemungkinan perburuan terhadap Islam akan terus
terjadi, cepat atau lambat, langsung atau tidak langsung.
Tragisnya, ancaman Islam ternyata tidak hanya dari adidaya
Barat secara langsung. Ia juga mewujud dalam sekelompok "Islam" yang bervisi
Barat, atau sekurang-kurangnya sekelompok boneka Barat. Politik belah bambu,
politik adu domba, stick and carrot adalah instrumen yang lazim digunakan
Barat, "lempar batu sembuyi tangan," kata orang Indonesia.
Dengan begitu, sangat mungkin akan tercipta suasana psikis yang
"mencekam". Yang pasti, suasana semacam itu terjadi pada negeri-negeri muslim
yang tengah bergolak, semisal Palestina, Afghanistan, Filipina Selatan, Kasymir,
dan Irak. Meski demikian, tidak tertutup kemungkinan akan juga terjadi pada
negeri-negeri muslim yang di dalamnya gerakan Islam tumbuh berkembang, terlebih
"keberhasilan" sementara Barat menciptakan common enemy makhluk bernama
teroris. Dalam suasana semacam itu, yang diperlukan umat Islam antara lain
adalah menjaga stamina moral. Suasana hati harus ditata sebaik-baiknya untuk
siap menghadapi risiko yang paling pahit sekalipun. Isu tak bertanggung jawab
yang dapat meruntuhkan moral juga meski dibatasi penyebarannnya, karena jika
larut termakan perang urat syaraf, hanya akan menjadikan musuh bersorak riang.
Dalam keadaan lemah tak berdaya menghadapi makar musuh, hati
bisa menjadi kecil. Meski demikian, jangan lupa, Allah berjanji dalam
firman-Nya, "Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Alquran dan sesungguhnya
Kami benar-benar memeliharanya." (Al-Hijr: 9). Benturan antara haq
dengan bathil adalah sebuah keniscayaan. Tetapi, Allah sendiri yang
memberi garansi akan menjaga al-haq itu sendiri.
Sekarang sejauh mana komitmen kita memegangi prinsip kebenaran
itu sendiri? Jasad muslimin abad ini boleh musnah, namun kebenaran yang diyakini
tidak akan pernah padam. Akan selalu terisisa thaifah manshurah (kelompok
yang mendapat pertolongan) dari umat ini. Seperti banyak dinyatakan oleh
Rasululullah saw., "Akan selalu ada sekelompok dari umatku yang membela
kebenaran, tidak akan membahayakan (ancaman) orang yang memerangi mereka dan
orang yang menyelisihi mereka sampai hari kiamat." (HR Bukhari).
Post a Comment