SENI LAWAK DAN HIBURAN (KOMEDI)
SENI LAWAK DAN HIBURAN (KOMEDI)
Kehidupan
merupakan rihlah (suatu perjalanan) yang panjang dan terasa amat berat. Penuh
dengan kepenatan dan kesusahan. Tidak ada seorang pun yang terlepas dari rasa
sedih dan rasa sakit, meskipun ketika ia dilahirkan seakan sudah ada masa di
mulutnya, kata orang.
Al Quran
telah menyinggung yang demikian itu, yaitu dalam firman Allah SWT,
"Sunggah
Krami telah menciptakan manusia dalam kesusahan." (Al Balad: 4)
Orang-orang
yang beriman adalah yang paling banyak menghadapi cobaan dunia dibanding yang
lainnya, dengan melihat besarnya tanggung jawab mereka di satu sisi, dan
banyaknya orang-orang yang memusuhi mereka di sisi yang lain.
Sehingga
termuat dalam satu atsar, "Orang yang beriman itu berada dalam lima tantangan; orang Muslim
(lainnya) yang menghasudnya, munafik yang membencinya, kafir yang memeranginya,
syetan yang menyesatkannya dan nafsu yang menentangnya."
Tersebut
juga dalam sebuah hadits, "Bahwa orang yang berat cobaannya adalah para
Nabi, kemudian yang mirip dengan mereka (meniti jalan seperti mereka)."
Karena
itu semua manusia memerlukan tempat berteduh di sepanjang perjalanannya untuk
meringankan kepenatan dan megusir kelelahan.
Di
tempat itu mereka bisa tertawa, bergembira dan bersuka ria. Tidak senantiasa
diliputi oleh kesusahan, kesedihan dan kesengsaraan, sehingga merenggut
kehidupannya dan mengotori kebersihannya.
Di
antara bentuk hiburan itu adalah lagu-lagu (nasyid), dan masalah ini telah kita
bicarakan di muka.
Di
antara sarana hiburan yang lainnya adalah seni lawak atau komedi. Artinya
segala sesuatu yang dapat memancing tawa dari manusia, mengusir kesusahan dalam
hatinya, menghapus kelesuan pada wajahnya dan sirnalah kesedihan dalam
hidupnya.
Tetapi
apakah agama menyambut seni semacam komedi ini? Apakah menghalalkan ataukah
mengharamkannya?
Tawa dan Gembira dalam Kehidupan Kaum Muslimin
Kamu
dapat melihat perjalanan fitrah manusia. Sesuai dengan kemampuan mereka
sendiri-sendiri, dan sesuai dengan keluwesan agama mereka, mereka telah
berhasil membuat berbagai sarana dan alat hiburan.
Di
antaranya adalah "An-Nukat" (teka-teki humor). Dalam hal ini
orang-orang Mesir sangat pandai dan terkenal di seluruh dunia dengan beragamnya
kreasi mereka dalam berbagai bidang kehidupan. Seperti dalam bidang siyasiyah
(anekdot politik), biasanya menjadi media untuk mengkritik pemerintah dan rezim
yang berkuasa, terutama di waktu-waktu terjadinya penindasan dan tekanan
politik.
Manusia
sangat sering mengadakan pertemuan antara mereka untuk menghibur diri mereka
dengan tawa dan bergembira. Yang dengan demikian mereka dapat menghilangkan
kepenatan. Bahkan dalam dunia lawak ini kita bisa menyebutkan nama-nama yang
sudah terkenal, seperti Juha, Abu Nawas atau yang lainnya. Terlepas dari apakah
tokoh-tokoh tersebut nyata atau fiktif, tetapi yang jelas nama-nama tersebut
sudah sangat terkenal.
Di Mesir
juga ada majalah-majalah khusus tentang ini, yang paling terkenal adalah
majalah "Al Ba'kukah." Serupa atau disamakan dengan itu adalah
"Al Qafasyaat" yang oleh orang-orang Mesir dinamakan "Ad
Dukhuul, fi Qaafiyah." Di sini mempergunakan majaz dan tauriyah seputar
satu pembahasan yang diungkapkan oleh dua orang (petatah-petitih).
Setiap
zaman selalu ada perubahan, penambahan baru atau pengembangan-pengembangan dari
yang sudah ada. Sebagaimana hal itu kita lihat di dalam seni
"Karikatur," yang mengubah dari bentuk kata yang diucapkan menjadi
gambar yang mengungkapkan sesuatu, baik disertai tulisan atau tidak.
Saya
pernah ditanya mengenai bagaimana sikap agama terhadap semua ini (seni lelucon
atau seni lawak). Mengingat ada dari sebagian aktifis yang sangat anti dan
hampir tidak pernah tertawa, tidak pernah bergurau, sampai ada sebagian orang
mengira bahwa kecemberutan itu merupakan tabiat agama ini dan ummatnya.
Maka
saya jawab, "Sesungguhnya tertawa itu termasuk tabiat manusia. Binatang
tidak dapat tertawa, karena tertawa itu datang setelah memahami dan mengetahui
ucapan yang didengar atau suatu sikap dari gerakan yang dilihat, sehingga ia
tertawa karenanya."
Oleh
sebab itu manusia merupakan 'binatang' yang bisa tertawa, dan benarlah ucapan
orang yang mengatakan, "Saya tertawa, karena saya manusia." Islam
sebagai agama fithrah, tidak pernah terbayangkan darinya, bahwa ia
memerintahkan kita untuk keluar dari fithrah, dalam hal ini untuk tidak tertawa
dan bergembira. Tetapi justru sebaliknya, menyambut segala sesuatu yang membuat
kehidupan ini menjadi tersenyum bergembira. Islam juga menyukai seorang Muslim
agar memiliki kepribadian yang senantiasa optimis dan berseri. Dan tidaklah
membenci kepribadian seperti ini, kecuali yang melihat dengan kaca mata hitam
yang pekat.
Uswah
ummat Islam -Rasulullah SAW- adalah orang yang menghadapi berbagai kesusahan
yang beraneka ragam. Tetapi meski demikian, beliau juga bergurau dan beliau
tidak berbicara sesuatu kecuali yang haq. Beliau juga hidup bersama para
sahabatnya dengan kehidupan yang fithri dan wajar. Beliau ikut serta bergurau
dan bermain dengan mereka, sebagaimana beliau ikut bersusah-payah dan bersedih
bersama mereka.
Zaid bin
Tsabit, ketika diminta untuk menceritakan tentang keadaan Rasulullah SAW maka
ia berkata, "Saya bertetangga dengan Nabi, maka apabila turun kepadanya
wahyu, beliau memerintahkan kepadaku untuk menulisnya. Dan apabila kami
mengingat dunia, maka beliau juga mengingatnya bersama kami, dan jika kami
mengingat akhirat, belian juga mengingatnya bersama kami, dan apabila kami
ingat makanan, beliau juga ingat makanan bersama kami, ini semuanya aku
ceritakan kepadamu dan Rasulullah SAW.,"(HR. Thabrani)
Kita
dapatkan bahwa Rasulullah SAW di rumahnya juga bergurau dengan isteri-isterinya
dan mendengarkan cerita mereka. Sebagaimana diceritakan di dalam haditsnya Ummu
Dzar yang terkenal di dalam shahih Bukhari. Kita lihat juga bagaimana
perlombaan Nabi SAW dengan 'Aisyah RA di mana sesekali 'Aisyah menyalipnya dan
sesekali Nabi mendahuluinya, maka Nabi bersabda kepadanya, "Ini dengan itu
(satu-satu)."
Diriwayatkan
juga bahwa punggung Rasulullah SAW pernah ditunggangi oleh kedua cucunya Hasan dan Husain ketika masih kecil. Beliau dan
kedua cucunya menikmati tanpa rasa berat. Ketika itu ada salah seorang sahabat
yang masuk dan melihat pemandangan itu, maka sahabat itu berkata, ..Sebaik-baik
yang kamu naiki adalah yang kamu naiki berdua." Nabi SAW berkata,
"Sebaik-baik yang naik adalah keduanya."
Rasulullah
SAW juga pernah bergurau dengan nenek-nenek tua yang datang dan berkata,
"Doakan aku kepada Allah agar Allah memasukkan aku ke surga," maka
Nabi SAW berkata kepadanya, "Wahai Ummu Fulan! Sesungguhnya surga itu
tidak dimasuki orang yang sudah tua," maka wanita tua itu pun menangis,
karena ia memahami apa adanya. Maka Rasulullah SAW memahamkannya, bahwa ketika
dia masuk surga, tidak akan masuk surga sebagai orang yang sudah tua, tetapi
berubah menjadi muda belia dan cantik. Kemudian Nabi SAW membaca firman Allah
SWT:
"Sesungguhnya
Kami menciptakan mereka (wanita-wanita surga) itu dengan langsung, dan Kami
jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya." (Al Waqi'ah: 35-37)
Zaid bin
Aslam berkata, Ada
seorang wanita bernama Ummu Aiman datang ke Rasulullah SAW berkata, "Sesungguhnya
suamiku mengundangmu." Nabi berkata, "Siapakah dia, apakah dia orang
yang matanya ada putih-putihnya?." Ia berkata, "Demi Allah tidak ada
di matanya putih-putih!." Maka Nabi berkata. "Ya, di matanya ada
putih-putih," maka wanita itu berkata, "Tidak, demi Allah." Nabi
berkata, "Tidak ada seorang pun kecuali di matanya ada
putih-putihnya." (Az-Zubair bin Bakar dalam "Al Fakahah wal
Mizah" dan Ibnu Abid-Dunya). Yang dimaksud dalam hadits ini adalah putih
yang melingkari hitamnya bola mata.
Anas berkata,
"Abu Talhah pernah mempunyai anak bernama Abu 'Umair, dan Rasulullah SAW
pernah datang kepadanya lalu berkata, 'Wahai Abu 'Umair apa yang diperbuat oleh
Nughair (burung kecil)?' Karena anak burung pipit yang dipermainkan."
'Aisyah
berkata, "Rasulullah SAW dan Saudah binti Zam'ah pernah berada di rumahku,
maka aku membuat bubur dan tepung gandum yang dicampur dengan susu dan minyak,
kemudian aku hidangkan, dan aku katakan kepada Saudah, 'Makanlah' maka Saudah
berkata, 'Saya tidak menyukainya,' Maka aku berkata, 'Demi Allah benar-benar
kamu makan atau aku colekkan bubur itu ke wajahmu, ' maka Saudah berkata, 'Saya
tidak mau mencicipinya, ' maka aku ('Aisyah) mengambil sedikit dari piring,
kemudian aku colekkan ke wajahnya, saat itu Rasulullah SAW menurunkan kepada
Saudah kedua lututnya agar mau mengambil dariku, maka aku mengambil dari piring
sedikit lalu aku sentuhkan ke wajahku, sehingga akhirnya Rasulullah SAW
tertawa." (HR. Zubair bin Bakkar di dalam kitabnya "Al Fukahah")
Diriwayatkan
juga sesungguhnya Dhahhak bin Sufyan Al Kallabi adalah orang yang berwajah
buruk. Ketika dibai'at oleh Nabi SAW maka Nabi bersabda, "Sesungguhnya aku
mempunyai dua wanita yang lebih cantik daripada si Merah Delima ini
('Aisyah),--ini sebelum turun ayat tentang hijab--, "Apakah tidak
sebaiknya aku ceraikan salah satunya untukmu, kemudian kamu menikahinya?"
Saat itu 'Aisyah sedang duduk mendengarkan, maka Aisyah berkata, 'Apakah dia
lebih baik atau engkau?" Maka Dhahhak menjawab, "Bahkan saya lebih
baik daripada dia dan lebih mulia." Maka Rasulullah SAW tersenyum karena
pertanyaan 'Aisyah kepadanya, karena ia laki-laki yang berwajah buruk. ' (HR.
Zubair bin Bakkar di dalam "Al Fukaahah")
Rasulullah
SAW senang untuk menebarkan kegembiraan dan kebahagiaan dalam kehidupan manusia,
terutama di dalam momen-momen seperti hari raya atau pesta pernikahan.
Ketika
Abu Bakar RA tidak setuju dengan nyanyian dua budak wanita pada hari raya di
rumahnya dan mengusir keduanya, maka Nabi berkata kepada Abu Bakar,
"Biarkan keduanya, wahai Abu Bakar, sesungguhnya hari ini adalah hari
raya."
Di dalam
riwayat lain dikatakan, "Agar orang-orang Yahudi mengetahui bahwa
sesungguhnya di dalam agama kita ini ada hiburan."
Rasulullah
SAW juga pernah mengizinkan kepada orang-orang Habasyah untuk bermain dengan
tombak mereka di Masjid Nabawi pada hari-hari besar dan Nabi SAW mendorong
mereka, "Di bawahmu wahai Bani Arfidah."
Rasulullah
SAW memberi kesempatan kepada Aisyah RA untuk melihat mereka dari belakangnya,
sedangkan mereka terus bermain dan menari, dan Nabi tidak memandang demikian
itu sebagai dosa.
Pada
suatu hari beliau pernah menegur suatu pesta perkawinan yang sepi-sepi saja,
tidak disertai permainan atau lagu-lagu. Beliau mengatakan, "Mengapa tidak
ada permainannya? Sesungguhnya kaum Anshar itu tertarik dengan permainan."
Di dalam
sebagian riwayat Rasulullah SAW bersabda, "Mengapa kamu tidak mengirimkan
bersamanya orang yang menyanyi dan mengatakan. 'Kami telah datang kepadamu...
kami telah datang kepadamu... (karena itu) sambutlah kami...,' sebagai ucapan
selamat kami untukmu."
Sebagian
sahabat ada yang bersenda gurau dan Rasulullah SAW pun membiarkan dan
menyetujui. Hal seperti ini terus berjalan setelah Rasul SAW wafat. Semua itu
diterima oleh para sahabat, tidak ada yang mengingkari, meskipun seandainya
peristiwa itu terjadi sekarang pasti akan diingkari oleh sebagian besar aktifis
Islam dengan pengingkaran yang keras, bahkan mungkin mereka menganggap
pelakunya tergolong orang-orang yang fasik atau menyimpang.
Di
antara sahabat yang terkenal sering bergurau adalah Nu'aiman bin Umar Al
Anshari RA, yang telah diriwayatkan darinya beberapa keistimewaan yang aneh dan
menakjubkan.
Beliau
termasuk orang yang ikut berbai'ah 'Aqabah yang kedua, pernah ikut perang Badar
dan Uhud, Khandaq dan seluruh peperangan yang ada.
Zubair
bin Bakkar telah meriwayatkan darinya sejumlah keanehan-keanehan yang langka di
dalam kitabnya "Al Fukahah wal Marakh," di sini kita sebutkan
sebagian darinya:
Zubair
bin Bakkar berkata, "Nu'aiman itu tidak masuk ke Madinah sekejap mata pun
kecuali ia membeli sesuatu darinya, kemudian membawanya ke Rasulullah SAW
kemudian ia berkata, "Ini aku hadiahkan untukmu (wahai Rasulullah
SAW)." Ketika pemiliknya datang ingin meminta uang kepada Nu'aiman, maka
orang itu dibawa kepada Nabi SAW Nu'aiman berkata, "Wahai Rasulullah SAW
berikan kepada orang ini uangnya (harga barangnya), maka Nabi berkata,
"Bukankah kamu telah menghadiahkan kepadaku?" Nu'aiman berkata,
"Demi Allah, saya tidak mempunyai uang (untuk membelinya), tetapi saya
ingin engkau memakannya, maka Rasulullah SAW tertawa, dan memerintahkan untuk
memberikan uangnya kepada pemilik (barang)nya."
Zubair
bin Bakkar juga meriwayatkan kisah lainnya dari Rabi'ah bin Utsman, ia berkata,
"Ada seorang Badui masuk ke rumah Rasulullah SAW dan mengikat untanya di
halaman, maka berkata sebagian sahabat kepada Nu'aiman Al Anshari,
"Bagaimana kalau kamu sembelih unta ini, lalu kami memakannya,
sesungguhnya kami ingin sekali makan daging, maka Nu'aiman pun melakukannya,
sehingga orang Badui itu keluar dari rumah Nabi SAW dan berteriak, "Untaku
disembelih, wahai Muhammad !" Maka Nabi SAW keluar, lalu berkata,
"Siapa yang melakukan ini?," mereka menjawab, "Nu'aiman,"
maka Nabi SAW mencarinya sehingga telah mendapatkannya masuk ke rumah Dhaba'ah
binti Zubair bin Abdul Muththalib dan bersembunyi di bawah gubuk kecil yang
beratap daun kurma. Ada
seorang yang memberi tahu Nabi SAW di mana Nu'aiman bersembunyi, maka Nabi SAW
mengeluarkannya dan Nabi bertanya, "Apa yang mendorong kamu untuk berbuat
demikian?" Nu'aiman berkata. "Mereka yang memberitahu engkau wahai
Rasulullah, merekalah yang menyuruh aku untuk berbuat demikian." Setelah
itu Nabi SAW membersihkan debu yang ada di wajahnya dan tertawa, kemudian
menggantinya kepada Badui itu.
Zubair
bin Bakkar juga berkata, "Pamanku telah menceritakan kepadaku dari
kakekku, kakekku berkata, "Makhrumah bin Naufal telah mencapai usia 115
tahun, maka ia berdiri di masjid ingin kencing, sehingga para sahabat
berteriak, "MasjidÉ ! MasjiiiidÉÉ ! Maka Nu'aiman bin 'Amr menuntunnya
dengan tangannya, kemudian ia membungkuk dengan membawa orang itu di bagian
lain dari masjid. Setelah itu Nu'aiman berkata kepadanya, "Kencinglah di
sini, " maka para sahabat berteriak lagi dan Makhrumah berkata,
"Celaka kalian! Siapakah yang membawaku ke tempat ini?" Mereka
menjawab, "Nu'aiman." Makhrumah berkata, Sungguh jika aku beruntung
aku akan memukulnya dengan tongkatku!" Maka berita itu sampai pada
Nu'aiman, lalu Nu'aiman tinggal beberapa hari, kemudian datang kepada
Makhrumah, sedangkan Utsman sedang shalat di bagian pojok masjid. Maka Nu'aiman
berkata kepada Makhrumah, "Apakah kamu menginginkan Nu'aiman? "Makhrumah
menjawab, "Ya," maka Nu'aiman menuntunnya sehingga berhenti di
hadapan Utsman (yang sedang shalat), dan Utsman kalau shalat tidak pernah
menengok, maka Nu'aiman berkata. "Di depanmu itu Nu'aiman." Maka
Makhrumah memukulkan tongkat itu kepada Utsman sehingga Utsman pingsan, maka
para sahabat berteriak kepadanya, "Apakah engkau tega memukul Amirul
Mukminin ?." 28)
Di
antara kisah yang menarik adalah ada sahabat lainnya yang juga termasuk ahli
melawak. Ia berhasil menjerumuskan Nu'aiman di dalam suatu masalah, sebagaimana
Nu'aiman menjerumuskan orang lain. Yakni dalam kisah Suwaibith bin Harmalah
dengan dia. Orang ini termasuk orang yang ikut perang Badar juga.
Ibnu
Abdil Barr dalam kitabnya "Al Istii'aab" berkata, "Suwaibith RA
adalah seorang tukang melawak, berlebihan dalam bermain-main dan ia memiliki
kisah menarik dengan Nu'aiman dan Abu Bakar As-Siddiq RA sebagai berikut:
Diriwayatkan
dari Ummu Salamah , ia berkata, "Abu Bakar As-siddiq RA
pernah keluar berdagang ke Bushra satu tahun sebelum Nabi SAW wafat. Bersama
Abu Bakar adalah Nu'aiman dan Suwaibith bin Harmalah, kedua-duanya pernah ikut
perang Badar. Saat itu Nu'aiman membawa bekal makanan, maka Suwaibith berkata
kepadanya, "Berilah aku makan.
Nu'aiman
berkata, "Tidak, hingga datang Abu Bakar RA," Suwaibith berkata,
"Ingat, demi Allah aku akan benar-benar marah kepadamu." Ketika
mereka berjalan melewati suatu kaum, maka Suwaibith berkata kepada kaum itu,
"Apakah kalian mau membeli budak dariku?" mereka berkata, "Ya,
mau." Suwalbith berkata, "Tetapi budakku itu doyan ngomong, dan dia
akan berkata kepadamu, "Saya merdeka," karena itu jika ia mengatakan
demikian maka biarkanlah, dan jangan kalian rusak budakku." Mereka
menjawab, "Kita beli saja dari kamu." Suwaibith berkata,
"Belilah dengan sepuluh qalaish, " maka kaum itu datang dan
meletakkan di leher Nu'aima sorban atau tali, dan Nu'aiman berkata,
"Sesungguhnya ia (Suwaibith) itu menghina kamu, karena aku adalah orang
yang merdeka dan bukan budak," mereka berkata, "Dia (Suwaibith) telah
memberi tahu kepadaku tentang engkau." Maka kaum itu membawa Nu'aiman.
Sampai saat datangnya Abu Bakar RA, maka Suwaibith memberitahu kepadanya
perihal Nu'aiman, lalu Abu Bakar mengikuti mereka dan mengganti uang sepuluh
qalaish dan mengambil kembali Nu'aiman. Ketika datang ke hadapan Nabi SAW
mereka pun menceritakannya, maka Nabi tersenyum, demikian juga para sahabatnya
karena kisah ini, selama satu tahun." (HR. Ibnu Abi Syaibah dan lbnu
Majah)
Sikap Orang-orang yang Ekstrim
Tidak
diragukan bahwa di sana
ada beberapa hukama' ahli sastra dan puisi yang mencela lelucon (lawakan) dan
memperingatkan akan akibatnya yang tidak baik dan memandang bahwa itu
berbahaya, tetapi sayang, mereka melupakan sisi-sisi yang lainnya. Padahal
sebenarnya apa-apa yang datang dari Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah
lebih berhak untuk diikuti.
Nabi SAW
pernah berkata kepada Hanzhalah, yakni ketika dia merasa ada perubahan kondisi
di saat berada di rumahnya dan ketika bersama Rasulullah SAW. Hanzhalah mengira
bahwa di dalam dirinya ada kemunafikan. Maka Nabi berkata kepadanya, "Wahai
Handzalah, seandainya kamu tetap seperti ketika bersamaku, maka pasti malaikat
akan berjabat tangan denganmu di jalan-jalan, tetapi wahai Handzalah
pelan-pelan (sedikit-sedikit)." Inilah fithrah, dan inilah kemanusiaan.
Ibnu Abi
Syaibah meriwayatkan dari Abi Salamah bin Abdir
Rahman , ia berkata,
"Sahabat Rasulullah SAW bukanlah orang-orang yang serius terus-menerus,
bukan pula orang-orang bermalas-malas (yang tidak bergerak), tetapi mereka itu
seiring bersenandung dengan paisi-puisi (syair-syairy) dan mengingat masa-masa
jahiliyah mereka, dan apabila diinginkan dari mereka sesuatu dari
masalah-masalah agamanya berkunang-kunanglah sinar matanya, seakan-akan seperti
orang gila. "Al Mushannaf, Ibnu Abi Syaibah.
Ibnu
Sirin pernah ditanya tentang kebiasaan para sahabat, "Apakah mereka itu
juga bergurau? Beliau menjawab, "Mereka tidak lain adalah manusia biasa
seperti umumnya manusia, seperti Ibnu Umar, beliau sering bergurau dan
bersenandung dengan syair." (HR. Abu Nu'aim di dalam Al Hilyah: 2/275)
Dengan demikian
maka sikap mereka, orang-orang yang mengaku aktifis atau orang-orang yang
semangat dalam beragama, yang wajah mereka selalu cemberut--sehingga ada yang
mengira bahwa sikap seperti ini dianggap inti ajaran Islam--padahal sikap ini
sedikit pun tidaklah menampakkan hakekat agama yang sebenarnya, dan tidak
sesuai dengan petunjuk Nabi SAW dan para sahabatnya. Tetapi semata-mata berasal
dari kesalahfahaman mereka terhadap Islam, atau kembali kepada tabiat
kepribadian mereka, atau karena situasi dan kondisi pertumbuhan dan pendidikan
mereka.
Yang
jelas seseorang tidak boleh bodoh bahwa Islam itu tidak diambil dari perilaku
seseorang atau kelompok dari manusia baik mereka salah atau benar. Islamlah
yang semestinya menjadi hujjah atas mereka, bukan mereka yang menjadi hujjah
(dalil) atas Islam. Islam itu diambil dari Al Qur'an dan As-Sunnah.
Batas-batas yang diperbolehkan Syar'i dalam Tertawa dan Bergurau
Sesungguhnya
tertawa dan bersenda-gurau itu sesuatu yang diperbolehkan di dalam Islam,
sebagaimana dinyatakan oleh nash-nash qauliyah maupun sikap dan perilaku
Rasulullah SAW serta perilaku para sahabat.
Yang
demikian itu tidak lain kecuali karena kebutuhan fithrah manusia untuk
memperoleh hiburan yang dapat meringankan beban dan kepenatan hidup serta
keresahan-keresahan dan permasalahan yang ada.
Berbagai
jenis permainan dan hiburan juga dapat berfungsi untuk menumbuhkan semangat
jiwa, sehingga dapat melanjutkan perjalanan untuk menempuh perjuangan yang
panjang. Sebagaimana juga orang yang mengistirahatkan kendaraannya dalam
bepergian, sehingga tidak terputus di tengah jalan.
Tertawa
dan bersendau gurau tidak diragukan kebolehannya menurut syari'at, Tetapi dia
juga terikat dengan persyaratan-persyaratan yang harus dijaga, antara lain
sebagai berikut:
Pertama. Hendaklah senyum dan tawa itu tidak menjadi
sarana kebohongan dan dusta, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian
masyarakat pada setiap permulaan April yang mereka namakan "Kadzibah
April."
Karena
itu Rasulullah SAW bersabda, "Celaka bagi orang yang berbicara lalu
berbohong, untuk ditertawakan oleh manusia. Celaka baginya! Celaka baginya! Dan
celaka baginya!" (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Rasulullah
SAW memang pernah bergurau, akan tetapi tawa dan guraunya adalah benar (tidak
mengandung dusta).
Kedua. Hendaklah tidak bernada penghinaan kepada seseorang
atau meremehkan atau mengolok-olok, kecuali diizinkan dan diridhai oleh yang
bersangkutan. Allah SWT berfirman:
"Hai
orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain
(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang
mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain
(karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari
wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan
janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk
panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman" (Al Hujuraat: 11)
Rasulullah
SAW bersabda:
"Cukuplah
bagi seorang dikatakan buruk jika ia menghina saudaranya (sesama muslim)."
(HR. Muslim)
Aisyah
RA pernah menyebut-nyebut di hadapan Nabi SAW salah seorang dari dharairnya
(pembantunya) bahwa ia pendek, maka Nabi SAW bersabda:
"Wahai
Aisyah, sungguh kamu telah mengatakan suatu perkataan yang kalau seandainya
dicampur dengan air laut maka akan mengotorinya," Aisyah berkata,
"Apakah engkau pernah menceritakan seseorang, yakni menirukan dalam
gerakannya atau suaranya atau lainnya, " maka Nabi SAW bersabda,
"Saya tidak suka menceritakan seseorang dan sesungguhnya bagiku demikian,
demikian." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Ketiga. Hendaknya tidak menakut-nakuti orang
Muslim:
Abu
Dawud meriwayatkan dari Abdur Rahman bin Abi
Laila , ia berkata,
Telah menceritakan kepada kami para sahabat Muhammad SAW bahwa mereka itu
pernah berjalan bersama Nabi SAW maka ada salah seorang dari mereka berdiri,
dan sebagian ada yang berangkat mengambil tali bersama orang itu sehingga orang
itu terkejut, maka Rasulullah SAW bersabda, "Tidak halal bagi seseorang
menakut-nakuti seorang Muslim."
Diriwayatkan
dari Nu'man bin Basyir RA, yang berkata, "Kami pernah berada dalam suatu
perjalanan bersama Rasulullah SAW, maka ada salah seorang yang mengantuk di
kendaraannya, kemudian ada orang lain di antara kami yang mengambil busur/anak
panah dari tempatnya sehingga orang mengantuk itu bangun dan terkejut, maka
Rasulullah SAW bersabda, "Tidak halal bagi seseorang untuk menakut-nakuti
seorang Muslim" (HR. Thabrani).
Di dalam
hadits lainnya Rasulullah SAW bersabda, "Jangan ada di antara kamu yang
mengambil barang saudaranya karena main-main dan jangan pula karena
serius." (HR. Tirmidzi)
Keempat. Hendaknya jangan bergurau di saat sedang
serius, dan jangan tertawa di saat kondisi mengharuskan untuk menangis, karena
segala sesuatu itu ada masanya dan segala sesuatu juga ada tempatnya, setiap
tempat ada ucapannya yang sesuai, dan hikmah (kebijaksanaan) adalah meletakkan
sesuatu pada posisinya yang sesuai.
Allah
SWT membenci orang-orang musyrik, karena mereka itu tertawa ketika mendengar Al
Qur'an, padahal seharusnya mereka menangis. Allah SWT berfirman:
"Maka
apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan (Al Qur'an) ini? Dan kamu
menertawakan dan tidak menangis? Sedang kamu melalaikan(nya)?" (An-Najm: 59-61)
Kelima,
Hendaknya bergurau itu dalam batas yang logis, dengan ukuran sedang dan
tawazun. Yaitu bisa diterima oleh fithrah dan akal yang sehat serta sesuai
dengan masyarakat yang positif yang bekerja secara aktif.
Islam
tidak suka berlebihan dalam segala sesuatu, sekalipun dalam beribadah, apalagi
dalam permainan dan bergurau!
Oleh
karena itu Taujih Nabawi mengatakan, "Janganlah kamu memperbanyak tawa,
karena sesungguhnya memperbanyak tawa itu dapat mematikan hati." Jadi yang
dilarang adalah berlebihan dalam tertawa.
Ali RA
berkata, "Campurilah perkataan itu dengan tawa, seperti kamu mencampur
makanan dengan garam."
Ini
adalah perkataan yang bijaksana, membuktikan atas tidak bolehnya kita untuk
melarang dari bergurau, sebagaimana juga menunjukkan atas bahayanya berlebihan
di dalam tertawa.
Sebaik-baik
perkataan adalah yang tengah-tengah, dan ini merupakan sistem Islam dan
karekteristiknya yang pokok, serta rahasia keutamaan ummatnya atas ummat yang
lainnya.29)
Seni Bermain, Kebutuhan untuk Bermain
Sebagaimana
dikenal oleh bangsa-bangsa, bahwa seni musik itu bisa membawa kenikmatan pada
telinga, seni lukis dan menggambar itu dapat membawa keindahan bagi mata, dan
seni lawak itu dapat membuat bibir mereka tertawa. Di sana masih ada berbagai seni lainnya yang
dikenal oleh manusia, yang dapat membawa suasana kehidupan menjadi indah,
menghilangkan kebosanan, ini meliputi berbagai jenis permainan yang beragam,
baik yang kita ketahui atau pun yang belum kita ketahui. Permainan dan seni
dapat mengisi kekosongan di satu sisi dan dapat memberikan beberapa manfaat
dari sisi-sisi lainnya.
Berbagai Jenis Permainan
Sebagian
permainan ada yang kita kenal dewasa ini dengan jenis. "Olah Raga
Fisik," seperti berenang, lari, Ioncat, angkat besi dan bola. Ada lagi jenis permainan
yang lebih dekat pada kemiliteran, seperti memanah, bermain tombak dan pedang
serta menunggang kuda. Ada
juga jenis permainan yang sifatnya menghibur dan mengisi waktu, dan ada juga
yang memakai akal, seperti catur.
Pada
acara-acara festifal nasional di Mesir, hari raya dan pada momen-momen penting
lainnya, masyarakat dapat melihat berbagai permainan. Dan tentu tiap-tiap
negara mempunyai jenis permainan sendiri-sendiri sebagai warisan budaya
pendahulunya atau bisa juga membuat yang baru.
Yang
menjadi pertanyaan di sini adalah, bagaimana sikap Islam terhadap semua
permainan ini?
28) Lihat dalam Kitab Ibnu Hajar Al Ishaabah dinukil dari
Kirab Zubair bin Bakkar dalam Al Fakahah wal Maraah
29) Lihat Kitab saya, Fatawa Mu'ashirah,
2/445-457. Darul Wafa'
Post a Comment