Tazkiyah Penyejuk Hati


Tazkiyah Penyejuk Hati
"Dan jiwa serta apa yang disempurnakannya, maka diilhamkan kepadanya keburukan dan ketakwaannya (potensi buruk & potensi baik), Sungguh beruntung orang yang membersihkannya dan merugi orang yang mengotorinya." (Al-Syams: 7-10)

Pendahuluan
Setiap orang bertanggung jawab untuk mencari rizki (baca: dunia) dalam memenuhi kebutuhannya. Tapi tak jarang yang tidak tahu batas sehingga kelewatan (kebablasan) tidak tahu waktu dan tidak mengenal batasan halal dan haram. Dia mengira bahwa kebahagiaan itu terletak pada berapa banyak materi atau harta yang dia punyai. Seperti anggapan umumnya orang bahwa apabila seseorang mempunyai rumah yang mewah, mobil yang wah, perusahaan yang mentereng dan simpanan uang di bank yang menumpuk, istri yang cantik, serta kekayaan lainnya, maka orang tersebut bisa disebut bahagia. Kenyataannya banyak orang kaya seperti gambaran tersebut di atas bahkan lebih, terkadang disebut milyarder, bisa jadi status sosial orang tersebut pengusaha, pejabat atau lainnya, ternyata kehidupannya menderita, sehingga tidak jarang ia terkena penyakit stress oleh berbagai terpaan masalah. Masalah bisa timbul dari persoalan perusahaannya, kadangkala dari persoalan keluarganya dikarenakan istri serong dan anak yang membandel, atau karena sebab-sebab lain. Dalam kondisi seperti itu ternyata harta tidak bisa selalu memecahkan masalah. Memang harta tidak menjamin seseorang akan bahagia. Hanya harta di tangan orang yang sholeh saja yang bisa membahagiakan, demikian pesan Rasulullah saw kepada Amru bin Ash.
Adakalanya orang menyangka bahwa jabatan atau kedudukan sosial itu bisa menghantarkan seseorang kepada kehormatan yang dapat membahagiakan. Untuk tujuan tersebut banyak orang siap menyuap dan berbuat apa saja agar menduduki jabatan tertentu, dengan asumsi bahwa tempat tersebut terhomat dan 'basah'. Biasanya cara perolehan jabatan seperti ini banyak menimbulkan masalah dibelakang hari, terutama menjadi lahan subur bagi para penjilat dan kelompok 'oportunis'. Bisa diduga bahwa karir tersebut akan berakhir dengan kekecewaan-kekecewaan, sebab dibangun dengan landasan yang rapuh dan berkhianat terhadap amanat jabatan tersebut. Memang jabatan tak selamanya membawa kebahagiaan, bahkan tanggung jawabnya berat dikemudian hari. Apabila kamu lemah, jangan kamu memangku jabatan, karena itu adalah amanat dan itu akan menjadi penyesalan di hari kiamat kelak. Demikian petuah Rasulullah saw kepada Abu-Dzar Al-Ghifari suatu saat.
Lain lagi dengan anggapan sebagian manusia berhidung belang, bahwa kebahagiaan itu terdapat pada pelampiasan nafsu kepada wanita sebanyak mungkin dan secantik mungkin. Banyak wanita lemah iman jatuh kepangkuannya. Dia bagaikan orang minum air laut, semakin diminum semakin haus. Tiada hentinya dia mengarungi lautan perzinaan dan banyak dari mereka yang berakhir dengan mengidap penyakit berbahaya. Demikian akibat menyalahi aturan Allah. Model pemuda seperti ini pernah datang kepada Rasulullah saw dan menyatakan bersedia memasuki pelataran Islam, dengan satu syarat agar dia diperbolehkan berzina, karena dia merasa paling suka sama perempuan. Kemudian Rasulullah saw membisiki telinga pemuda tadi seraya bertanya, "Relakah engkau ibumu dizinahi orang?" Dia jawab, "Tidak", "Relakah engkau saudaramu dizinahi orang?" Dia jawab, "Tidak". "Kenapa kamu rela menzinahi, sementara mungkin itu ibunya orang, atau saudara orang, atau tantenya orang lain." Karuan saja pemuda itu bergumam, "Sungguh saya kelewatan." Sejak itu dia berkata bahwa tidak ada perbuatan yang saya benci kecuali berzina. Memang pelampiasan nafsu birahi pada bukan tempatnya (kecuali kawin sah) adalah kenistaan dan tak jarang menghancurkan kehidupan.
Dan ada berbagai macam cara orang mencari kebahagiaan ternyata tidak didapatkan. Siapa hidup di dunia ini tidak ingin hidup bahagia. Ibnu Hazm, seorang ulama yang hebat dari Andalusia, Spanyol, pernah mengatakan bahwa seluruh manusia berjalan ke satu arah yaitu mengusir ketakutan untuk mencapai kebahagiaan; takut miskin bekerja keras mencari harta agar kaya, takut bodoh mencari ilmu agar pintar, takut hina mencari kedudukan agar terhormat, dll. Tetapi semua jalan itu sepanjang perjalanan manusia tidak bisa membahagiakan kecuali Addin (Agama Islam). Bukan saja kebahagiaan dunia tapi juga menembus sampai akhirat.
Kebahagiaan yang tidak dibangun di atas landasan Addin adalah kebahagiaan nisbi/semu. Sementara kebahagiaan yang dibangun di atas landasan Addin adalah kebahagiaan hakiki.
Bagaimana cara membangun kehidupan bahagia yang hakiki..?......,Bersambung

Tidak ada komentar