Hak-Hak al-Bara'
Hak-Hak al-Bara'
Adapun hak-hak al-bara' adalah sebagai berikut.
Pertama, membenci syirik, kufur, penganut-penganutnya, dan senantiasa
menyimpan rasa permusuhan terhadap mereka, sebagaimana Ibrahim telah menyatakan
secara terang-terangan. Firman Allah SWT yang artinya, "Dan ingatlah ketika
Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: 'Sesungguhnya aku tidak bertanggung
jawab terhadap apa yang kamu sembah, tetapi (aku menyembah) Tuhan yang
menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku'."
(Az-Zukhruf: 26 -- 27).
"Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada
Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada
kaum mereka: 'Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu
sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiranmu) dan telah nyata antara kami dan
kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada
Allah saja'." (Al-Mumtahanah: 4).
Kedua, tidak menjadikan orang-orang kafir sebagai
pemimpin dan selalu membenci mereka. Firman Allah SWT, "Wahai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu mengambil musuhku dan musuhmu sebagai teman-teman
setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad) karena kasing
sayang...." (Al-Mumtahanah: 1).
Ketiga, meninggalkan negeri-negeri kafir dan tidak
bepergian ke sana, kecuali untuk keperluan darurat dan dengan kesesanggupan
memperlihatkan syiar-syiar agama dan tanpa pertentangan. Sabda Rasulullah saw.
yang artinya, "Aku melepaskan diri dari tanggung jawab terhadap setiap muslim
yang bermukin di antara kaum musyrikin." (HR Abu Daud).
Keempat, tidak menyerupai mereka pada apa yang telah
menjadi ciri khas mereka dan masalah dunia (seperti gaya makan dan minum) dan
agama (bentuk syiar-syiar agama mereka). Rasulullah saw. bersabda,
"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia adalah bagian dari
mereka." (HR Abu Daud).
"Berbedalah dengan orang-orang musyrik, tipiskanlah kumis
kalian dan lebatkanlah janggut kalian." (HR Al-Bukhari).
Kelima, tidak memuji, membantu, dan menolong orang-orang
kafir dalam menghadapi kaum muslimin.
Keenam, tidak meminta banuan dan pertolongan dari
orang-orang kafir, dan menjadikan mereka sebagai sekutu-sekutu yang dipercaya
menjaga rahasia dan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan penting. Allah SWT
berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan teman
kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak
henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagimu. Mereka menyukai apa yang
menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang
disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan
kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya." (Ali Imran: 118).
Ketujuh, tidak terlibat dengan mereka dalam hari raya
dan kegembiraan mereka, juga tidak memberi ucapan selamat. Sebagian ulama
menafsirkan kalimat syahadatuz zuur pada QS Al-Furqan ayat 72 dengan arti
menyaksikan hari-hari raya orang kafir. (Dari riwayat Ibnu Abbas, Tafsir
al-Qurthubi).
Kedelapan, tidak memohon ampunan bagi mereka dan juga
tidak merasa kasihan terhadap mereka. Firman Allah SWT, "Tiadalah sepatutnya
bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi
orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabatnya,
sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni
neraka Jahanam." (At-Taubah: 113).
Kesembilan, tidak bersahabat dan meninggalkan majelis
mereka. Firman Allah SWT, "Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang
yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada
mempunyai seorang penolong pun selain Allah, kemudian kamu tidak akan diberi
pertolongan...." (Huud: 113).
Kesepuluh, tidak berhukum (tahakum) kepada mereka
dalam menyaksikan perkara, tidak setuju dengan putusan mereka serta meninggalkan
hukum Allah dan Rasul-Nya. Hal ini diisyaratkan dalam firman Allah SWT, "Dan
barangsiapa yang tidak memutuskan perkara berdasarkan apa yang diturunkan Allah,
maka mereka itu adalah orang-orang kafir." (Al-Maidah: 44).
Kesebelas, tidak berbasa-basi dan bercanda dengan mereka
dengan merugikan agama. Firman Allah SWT, "Maka mereka menginginkan supaya
kamu bersikap lunak, lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu)." (Al-Qalam:
9).
Kedua belas, tidak menaati arahan dan perintah mereka.
Firman Allah SWT, "Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menaati
orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang
(kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi." (Ali Imran:
149).
Ketiga belas, tidak mengagungkan orang kafir dengan
perkataan atau perbuatan, sebab bagaimana mungkin orang yang dihinakan Allah,
kita hormati, Rasulullah saw. bersabda, "Janganlah kamu berkata kepada
seorang munafik, 'Tuan,' karena seandainya ia benar tuan, sungguh kamu telah
membuat Allah Azza wa Jalla murka." (HR Ahmad). Orang kafir dalam kaitan ini
tentu lebih utama.
Keempat belas, tidak memulai salam waktu berjumpa dengan
mereka. Sabda Rasulullah saw., "Janganlah kamu memulai dengan salam terhadap
orang-orang Yahudi atau Nasrani, maka jika kamu melihat salah seorang di antara
mereka di jalanan, maka deseklah ia ke tepi yang paling sempit." (HR
Muslim). Kecuali, jika ada orang-orang muslim di tengah orang-orang kafir, maka
hendaklah ia memberi salam, sebagaimana diriwayatkan muslim dari Usamah bin Zaid
bahwa Rasulullah saw. melewati suatu majelis yang di dalamnya bercampur-baur
antara Yahudi dan muslim, maka ia pun memberi salam kepada mereka. (HR
Bukhari).
Kelima belas, tidak duduk bersama mereka ketika membuat
pelecehan terhadap agama. Firman Allah SWT, "Dan sungguh Allah telah
menurunkan kepada kamu di dalam Alquran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat
Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah
kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain.
Karena, sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan
mereka." (An-Nisa: 140). (Katib).
Sumber: Al-Madkhal li Dirasat al-Aqidah al-Islamiyyah 'ala
Madzhai Ahl as-Sunnah wa al-Jama'ah, Dr. Ibrahim bin Muhammad bin Abdullah
al-Buraikan
Post a Comment