Hukum-Hukum al-Wala' wa al-Bara'
Al-wala' wa al-bara' mempunyai konsekuensi hukum yang
sangat banyak. Setiap zaman terkadang muncul berbagai fenomena al-wala' wa
al-bara' yang berbeda dengan zaman sebelumnya. Karena itu, hukum harus
dijelaskan berdasarkan dalil-dalil syariat Islam. Dalam kaitan ini, kami akan
membatasi penjelasan pada beberapa hal saja: hukum bersesuaian dengan orang
kafir, hukum melakukan perjalanan ke negeri kafir, hukum bergaul dengan orang
kafir, dan perbedaan antara akidah al-wala' wa al-bara' dengan keharusan
bermuamalah yang baik.
Hukum Bersesuaian dengan Orang Kafir
Kaitannya
dengan orang kafir, kaum muslimin dihadapkan pada tiga kondisi. Pertama,
bersesuaian dengan mereka secara lahir dan batin. Ini menyebabkan pelakunya
menjadi kafir dan dinyatakan keluar dari Islam secara 'ijma (kesepakatan
ulama).
Kedua, bersesuaian dengan mereka secara batin saja.
Berdasarkan ijma, yang ini juga menyebabkan pelakunya menjadi kafir. Karena, ia
merupakan nifaq besar yang membuatnya keluar dari Islam.
Ketiga, bersesuaian dengan mereka secara lahir saja.
Kondisi ini ada dua jenis.
- Mereka melakukan itu karena adanya intimidasi fisik yang sampai pada tahap
pembunuhan. Dalam kondisi demikian, selama hanya mengucapkan dengan lisan,
sedangkan hatinya tetap penuh dengan iman, pelakunya tidak dianggap kafir
meskipun ia mengucapkan kata-kata kufur. Allah Taala berfirman yang artinya,
"Barangsiapa yang kafir kepada Allah setelah ia beriman (dia mendapat
kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir, padahal hatinya tetap tenang
dalam beriman (dia tidak berdosa)." (An-Nahl:106).
- Mereka melakukannya secara sukarela karena tujuan duniawi, seperti ambisi
berkuasa, memperoleh kedudukan, popularitas, dan sebagainya. Hal ini menjadikan
pelakunya kafir. Namun, para ulama berbeda pendapat tentang jenis kekufurannya.
Mereka ada yang menghukuminya dengan kufur besar yang menyebabkan sang pelaku
keluar dari Islam, sebagaimana firman Allah, "Yang demikian itu disebabkan
karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan
bahwasanya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir." (An-Nahl:
107). Di sini Allah Taala menyatakan mereka kafir karena mendahulukan kehidupan
dunia daripada akhirat. Ada pendapat kedua yang mengategorikan perbuatan ini
sebagai kufur kecil, yang tidak menyebabkan pelakunya keluar dari Islam. Dasar
pendapat ini adalah perbedaan antara muwalaah dan tawalli.
Perbuatan ini termasuk jenis tawalli sehingga tidak bisa dikategorikan
sebagai kufur besar. Namun, menurut Dr. Ibrahim al-Buraikan, yang terkuat adalah
pendapat yang pertama berdasarkan ayat yang telah disebutkan.
Sumber: Al-Madkhal li dirasat al-Aqidah al-Islamiyyah 'ala
Madzhabi Ahl as-Sunnah wa al-Jama'ah, Dr. Ibrahim bin Muhammad bin Abdullah
al-Buraikan
|
Post a Comment