Hak-Hak al-Wala'


Hak-Hak al-Wala'


Seorang mukmin dalam wala' dan barra' harus senantiasa memenuhi hak-hak yang merupakan konsekuensi dari sikap wala' dan barra'nya.
Jika ia berwala', ada hak-hak wala' yang harus ia penuhi. Pertama, hijrah: yaitu hijrah dari negeri kafir ke negeri muslim, kecuali bagi orang yang lemah, atau tidak dapat berhijrah karena kondisi geografis dan poliik kontemporer yang tidak memungkinkan. Allah swt berfirman yang artinya, "Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: 'Dalam keadaan bagaimana kamu ini?' Mereka menjawab, 'Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah).' Para malaikat berkata, 'Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?' Orang-orang itu tempatnya neraka jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak mereka yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun." (An-Nisaa': 97 -- 99).
Kedua, membantu dan menolong kaum muslimin dengan lisan, harta, dan jiwa di semua belahan bumi dan dalam semua kebutuhan, baik dunia maupun agama. Allah SWT berfirman yang artinya, "(Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberkan pertolongan kecuali kepada kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka." (Al-Anfaal: 72).
Rasulullah saw. juga bersabda yang artinya, "Orang mukmin terhadap orang mukmin yang lain bagaikan bangunan yang sebagian menyangga sebagian yang lain." (HR Bukhari Muslim). "Tolonglah saudaramu, dalam keadaan menganiaya atau dianiaya." (HR Bukhari dari Anas dan Muslim dari Jabir). "Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, ia tidak menganiaya, tidak meremehkanya, tidak menyia-nyiakannya, dan tidak menyerahkannya (kepada musuh)." (HR Muslim dari Salim dari bapaknya).
Ketiga, terlibat dalam harapan-harapan dan kesedihan-kesedihan kaum muslimin. Rasulullah saw. bersabda yang artinya, "Perumpamaan kaum muslimin dalam cinta, kekompakan, dan kasih sayang sesama mereka bagaikan satu tubuh, jika salah satu anggotanya mengeluh sakit, maka seluruh anggota tubuh juga ikut menjaga dan begadang." (HR Bukhari dan Muslim). Termasuk dalam hal ini adalah mengangatkan, memberitakan, dan menyebarkan masalah-masalah yang mereka hadapi kepada segenap kaum muslimin.
Keempat, hendaklah ia mencintai bagi kaum muslimin apa yang ia cintai bagi dirinya sendiri, baik berupa kebaikan maupun menolak keburukan. Ia wajib menasihati mereka, tidak menyombongkan diri dan atau mendendam terhadap mereka. Rasulullah saw. bersabda yang artinya, "Tidaklah beriman salah seorang di antara kamu hingga ia mencintai saudaranya apa yang ia cintai bagi dirinya sendiri." (HR Bukhari Muslim dari Anas).
Kelima, tidak mengejek, mencaci, dan berghibah serta menyebarkan namimah (berita yang menyebabkan permusuhan) terhadap kaum Muslimin. Allah SWT berfirman yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diolok-olok) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang." (Al-Hujurat: 11 -- 12).
Keenam, mencintai kaum muslimin dan berusaha untuk selalu berkumpul bersama mereka. Rasulullah saw. bersabda, "Adalah suatu keniscayaan bagiku mencintai orang-orang yang saling menziarahi." (HR Ahmad dari Abu Muslim al-Khalani). "Ikatan iman yang paling kuat adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah." (HR Tabhrani dari Ikrimah). Allah SWT berfirman, "Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini." (Al-Kahfi: 28).
Ketujuh, melakukan apa yang menjadi hak-hak kaum muslimin seperti menjenguk yang sakit atau mengantar jenazah, tidak curang dalam bergaul dengan mereka, tidak memakan harta mereka dengan cara batil dan lainnya. Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang curang terhadap kami, maka dia bukan dari (golongan) kami." (HR Muslim dari Abi Hurairah). "Hak seorang muslim atas seorang muslim yang lain ada enam: bila kamu melihatnya berilah salam padanya, jika ia sakit jenguklah ia, jika ia mai hantarkanlah jenazahnya." (HR Muslim).
Kedelapan, bersikap lemah-lembut terhadap kaum muslimin dan mendoakan serta memohonkan ampun bagi mereka. Allah SWT berfirman, "Barangsiapa tidak menyayangi, maka dia tidak akan disayangi." (HR Bukhari Muslim). "Bukanlah dari (golongan) kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua di antara kami dan tidak menyayangi yang lebih mudan di antara kami." (HR Tirmidzi).
Kesembilan, menyuruh mereka kepada yang makruf dan mencegah mereka dari kemunkaran serta menasihati mereka. Rasulullah saw. bersabda, "Agama itu adalah nasihat." Mereka bertanya, "Untuk siapa ya Rasululla?" Beliau menjawab, "Untuk Allah dan Rasul-Nya dan pemimpin serta masyarakat umum kaum muslimin." (HR Muslim dari Abu Ruqayah). "Barang siapa di antara kamu yang melihat kemunkaran hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, jika ia tidak sanggup maka hendaklah dengan lisannya, jika ia tidak sanggup maka hendaklah dengan hatinya, dan itu selemah-lemahnya iman." (HR Muslim).
Kesepuluh, tidak mencari-cari aib dan kesalahan kaum muslimin serta membeberkan rahasia mereka kepada musuh-musuh mereka. Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu mencari-mencari kesalahan mereka...." (Al-Hujurat: 12).
Kesebelas, memperbaiki hubungan di antara kaum Muslimin. Allah SWT berfirman, "Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya." (Al-Hujurat: 9).
Keduabelas, tidak menyakiti mereka. Sabda Rasulullah yang artinya, "Orang muslim itu ialah orang yang kaum muslimin selamat dari (gangguan) lisan dan tangannya." Maksudnya, dari perkataan dan perbuatannya. (HR Bukhari dari Ibnu Umar dan Muslim dari Ibnu Juraij).
Ketigabelas, bermusyawarah dengan mereka. Firman Allah SWT, "Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu." (Ali Imran: 159). Rasulullah saw. bersabda, "Orang yang dimintai musyawarah itu adalah orang yang dipercaya." (HR Abu Daud dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah).
Kempat belas, bersifat ihsan dalam perkataan dan perbuatan. Firman Allah SWT, "Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (Al-Baqarah: 195). Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan ihsan atas segala sesuatu." (HR Muslim).
Kelimabelas, bergabung dengan jamaah mereka dan tidak terpisah dari mereka. Firman Allah SWT, "Berpegang teguhlah kamu kepada tali Allah dan janganlah kamu bercerai-berai." (Ali Imran: 103). Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang meninggalkan jamaah sejengkal saja, maka ia mati dalam keadaan jahiliyyah." (HR Bukhari dari Anas dan Muslim dari Ibnu Abbas).
Keenambelas, saling tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. Allah SWT berfirman, "Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan ketakwaan, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (Al-Maidah: 2). (Katib)
Sumber: Al-Madkhal Lidiraasat al-Aqidah al-Islamiyyah 'ala Madzhabi Ahl as-Sunnah wa al-Jama'ah, Dr. Ibrahim bin Muhamad bin Abdullah al-Buraikan

Tidak ada komentar