Perbedaan antara al-Bara' dan Keharusan Bermuamalah yang Baik
Perbedaan antara al-Bara' dan Keharusan Bermuamalah yang Baik
Sikap permusuhan terhadap orang kafir yang terungkap dalam
konsep al-bara' tidak berarti bahwa kaum muslimin boleh bersikap buruk
terhadap mereka, baik dengan perkataan maupun perbuatan. Seorang muslim bahkan
harus berbuat baik kepada kedua orang tuanya yang masih musyrik. Firman Allah
SWT yang artinya, "Dan jika keduanya memaksamu untuk menyekutukan dengan Aku
sesuatu yang tidak ada pengetahuannya tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik." (Luqman: 15).
Kebencian terhadap orang kafir tidak boleh menghalangi kaum
muslimin untuk menggauli istri dari ahli kitab dengan baik. Allah SWT berfirman,
"Dan pergaulilah mereka (istri-istri kamu) dengan baik." (An-Nisaa':
19).
Kebencian itu juga tidak boleh mencegah kaum muslimin untuk
melakukan apa yang menjadi hak-hak mereka, menerima kesaksian-kesaksian sebagian
mereka atas sebagian yang lain, serta berbuat baik terhadap mereka. Firman Allah
SWT, "Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu
dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil."
(Al-Mumtahanah: 8).
Hukum ini berlaku untuk orang kafir yang mempunyai perjanjian
damai dan jaminan pengamanan dari kaum muslimin dan tidak berlaku bagi orang
kafir yang berstatus ahlul harb (orang yang boleh diperangi).
Sikap baik terhadap kedua orang tua yang musyrik juga berlaku
untuk kerabat yang musyrik, berdasarkan firman Allah SWT, "Sembahlah Allah
dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah
terhadap dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, dan ibnu
sabil, dan hamba sahayamu." (An-Nisaa': 36).
Dengan demikian, jelaslah bahwa muamalah yang baik dengan orang
kafir adalah suatu akhlak mulia yang sangat dianjurkan dan diperintahkan oleh
syariat Islam. Adapun yang diharamkan adalah mendukung dan menolong orang kafir
untuk kekufuran. Pengharaman ini dapat menyebabkan pelanggarnya sampai kepada
kekufuran. Firman Allah SWT, "Barangsiapa yang menjadikan mereka pemimpin,
maka dia itu dari (golongan) mereka." (Al-Maaidah: 51).
Ini berbeda dengan apa yang kini disebut sebagai "persahabatan
antaragama". Yang terakhir ini sebenarnya bertujuan menghilangkan rasa
permusuhan dalam diri kaum muslimin terhadap kekufuran dan orang kafir serta
rasa 'izzahnya dengan Islam. Ini jelas tidak sama dengan muamalah yang
baik, tetapi lebih merupakan peleburan diri dalam kekufuran dan orang kafir.
Inilah sesungguhnya wala' (loyalitas) terhadap mereka. Firman Allah SWT,
"Dan apakah yang ada sesudah kebenaran selain kesesatan?" (Yunus:
32).
"Barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka
sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat
termasuk orang-orang yang rugi." (Ali Imran: 85).
Jadi, hanya ada satu agama yang benar di sisi Allah, yaitu
Islam. Semua agama selain Islam adalah agama batil, atau agama benar yang telah
diselewengkan sehingga ia menjadi batil dan tidak dianggap sebagai agama Allah.
Semua kebenaran yang terdapat dalam agama yang disebut terakhir ini sudah
termaktub dalam kandungan ajaran Islam secara lebih bersih dan tanpa sedikit pun
dicampuri kebatilan. Allah SWT berfirman, "Dia-lah (Allah) yang menguus
Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkan atas seluruh
agama (yang lain), walaupun orang-orang musyrik itu merasa sangat benci."
(Ash-Shaff: 9).
Sumber: Al-Madkhal li Diraasat al-Aqidah al-Islamiyyah 'ala
Madzhabi Ahl as-Sunnah wa al-Jama'ah, Dr. Ibrahim bin Muhamad bin Abdullah
al-Buraikan
Post a Comment