PERBEDAAN POKOK ANTARA ISLAM DAN TASAWUF


PERBEDAAN POKOK ANTARA ISLAM DAN TASAWUF
Manhaj dan jalan Ialam berbeda sama sekali dengan manhaj tasawuf, dan perbedaan itu mengenai hal yang sangat mendasar. Yaitu perbedaan dalam hal sumber - sumber pengambilan agama dalam akidah dan syari`ah. Dijelaskan, Islam menjadikan sumber pengambilan Aqidah terbatas pada wahyu yang memeberikan kepada para Nabi dan Rasul saja, hal yang kita miliki adalah Al Qur`an dan As Sunnah ( hadits Nabi SAW ) saja. Adapun agama sufisme ( Ad-dienus shufi ).
Istilah Abdurrahman Abdul Khaliq yang mereka jadikan sumbernya adalah bisikan yang dida`wahkan datang kepda para wali dan kasyf ( terbukanya takbir hingga mereka tahu yang ghoib ) yang mereka da`wahkan, dan tempat-tempat tidur ( mimpi-mimpi ), perjumpaan dengan orang-orang mati yang dulu-dulu, dan (mengaku berjumpa ) dengan Nabi Khidir a.s, bahkan dengan melihat Lauh Mahfudh, dan mengambil ( berita ) dari jin yang mereka namakan para badan halus ( Rohaniyyin ).
Adapun sumber pengambilan syari`ah bagi ahli Islam adalah Al Kitab ( Al Qur`an ), As Sunnah ( Al Hadits ), Ijma` ( kesepakatan para ulama terdahulu mengenai awal Islam ), dan Qiyas ( perbandingan, yaitu pengambilan hukum dengan membandingkan kepada hukum yang sudah ada ketegasannya dari Nash/text Al Qur`an atau Al Hadits, dengan syarat kasusnya sama, misalnya beras bisa untuk zakat fitrah karena diqiyaskan dengan gandum yang udah ada nash haditsnya ). Sedangkan bagi orang-orang tasawuf , perbuatan syariat mereka didirikan diatas mimpi-mimpi ( tidur ), khidhir, jin, orang-orang mati, syaikh-syaikh, semua mereka itu dijadikan pembuat syariat. Oleh karena itu, jalan-jalan dan cara-cara pembuatan syariat tasawuf itu bermacam-macam. Sampai-sampai mereka mengatakan jalan-jalan menuju Allah SWT itu sebanyak bilangan nafas makhluk-makhluk. Maka tiap-tiap syaikh memiliki tarekat dan manhaj/jalan untuk pendidikan dan dzikir khusus. Maka tasawuf itu adalah ribuan agama, aqidah, dan syari`at; bahkan ratusan ribu tidak terhitung banyaknya, semuanya itu dibawah apa yang dinamakan tasawuf.
Dan inilah perbedaan asasi ( pokok/dasar ) antara Al Islam dan tasawuf. Islam itu adalah agama yang Muhaddad ( ditegaskan batasan ketentuan ) aqidahnya, ibadahnya, dan syari`atnya. Sedangkan tasawuf itu agama yang tidak ada batasannya, tidak ada pengertian ( yang ditentukan secara pasti ) dalam aqidah ataupun syari`at-syari`atnya. Inilah perbedaan yang paling besar antara Al Islam dan tasawuf.
I. Garis-garis besar Aqidah Sufisme
  1. Aqidah Sufisme mengenai Allah
    Orang-orang tasawuf percaya kepada Allah dengan aqidah-aqidah yang macam-macam diantaranya al-hulul ( inkarnasi, penitisan/ penjelmaan Tuhan dalam diri manusia ) seperti pendapat Al Hallaj ( menyebabkan ia memaklumkan dirinya sebagai "kebenaran" dengan ucapan "anal haq"=Akulah Kebenaran. Al Haq adalah salah satu nama Tuhan. Dengan perkataannya itu berarti ia mengaku,"Akulah Tuhan"). Faham hulul, faham yang menyatakan, bahwa Tuhan telah memilih tubuh-tubuh manusia tertentu sebagai tempat-Nya, setelah sifat-sifat kemanusian dalam tubuh tersebut dihilangkan. Faham hulul dalam tasawuf ditimbulkan oleh Husein Ibnu Manshur al-Hallaj ( lahir di Persia th 858 M.) yang mengajarkan, bahwa Allah memiliki dua sifat dasar ( natur ), yaitu sifat ke-Tuhan-an ( lahuut ) dan sifat kemanusiaan ( nasuuf ). Hal tersebut dilihat dari teori kejadian makhluk-Nya, sebagai berikut : Sebelum Tuhan menciptakan makhluk,Ia hanya melihat dirinya sendiri. Dalam kesendirian-Nya itu terjadilah dialog antara Tuhan dengan diri-Nya. Dialog yang dalam , tidak terdapat dalam kata-kata atau pun huruf-huruf. Yang dilihat Allah hanya kemuliaan dan ketinggian-Nya dan Dia pun cinta pada Dzat-Nya sendiri. Cinta yang tidak dapat disifatkan dan cinta inilah yang menjadi sebab wujud dan sebab dari banyak dan Ia-pun mengeluarkan dari yang tiada, bentuk ( copy ) Diri-Nya, yang mempunyai segala sifat dan nama-Nya, dan bentuk ( copy ) tersebut adalah Adam, dan seterusnya.
    Setelah Adam tercipta dengan cara-Nya, maka Ia sangat mencintai dan memuliakannya di surga dan sebagai khalifah di bumi-Nya. Kemudian akibat pendapatannya yang mengandung kemusyrikan itu maka Al-Hallaj yang lahir di Fars,Persi ( Iran ) 244H/ 26Maret 922 M., di Baghdad di bawah kekhalifahan Abbasiyah, khalifah ke-18 dari 37 khalifah, Al-Muqtadir bi `I-lah ( Ja`far Abu `I-fadl, yang berkuasa pada tahun 295-320 H./ 908-932 M.) Selain Al-Hallaj dituduh membawa paham ang menyesatkan ( paham hulul ), ia juga dituduh mempunyai hubungan dengan Syi`ah Qaramithah, suatu kelompok Syi`ah garis keras yang dipimpin oleh Hamdan bin Qarmat yang menentang pemerintahan Dinasti Abbasiyah sejak Abad ke-10 sampai abad ke-11.
    Sumber lain menyebutkan, Abu Mughits Al-Husein bin Manshur Al-Hallaj ( 244-309 H.) dilahirkan diPersia, seorang cucu dari penganut Zoroaster, dibesarkan di Irak. Tokoh inilah yang terkenal dengan "hululiyyin" ( para penganut paham panteisme ) dan "Ittihadiyyin" ( para penganut paham manunggaling kawula gusti ). Ia dituduh kafir, dibunuh dan disalib karena empat perkara yang dituduhkan kepadanya :
    • Karena berhubungan dengan orang-orang Qaramithah ( Syi`ah ekstrim ).
    • Karena ucapannya, "Aku adalah Tuhan yang Haq ".
    • Karena pengikutnya meyakini akan ke-Tuhan-an diri-nya.
    • Karena pendapatnya tentang haji, bahwa haji ke Baitullah tidak termasuk suatu kewajiban yang harus dilaksanakan.
    Tentang kepribadiannya banyak hal-hal yang tidak jelas. Pertama, sikapnya yang sangat keras kepala, membangkang dan ekstrim. Ia mengarang buku " Al-Thawwasin", yang diteliti dan diterbitkan kembali oleh Louis Massignon ( seorang orientalis ).
    Ulama yang hidup pada masa itu diantaranya At-Thabari ahli tarikh / sejarah (w 923 M./ tidak menemui disalibnya Al-Hallaj 923 M). Al- Asy'ari (260-324 H) ahli ilmu kalam yang pernah berfaham Mu'tazilah selama sekitar 40 tahun, kemudian berubah ke faham yang kini disebut Asy'ariyah Asya'irah, dan kemudian rujuk ke manhaj (jalan) salaf (sahabat, tabi'ien dan tabi'it tabi'in) dengan menyusun kitab Al-Ibanah, kitab tauhidyang manhaj-nya salaf, namun para pengikut kini merujuknya bukan ke salaf tapi ke yang Asy'ariyah yang berdekatan dengan faham Maturidiyah. Beliau wafat tahun 935 M, berarti masih hidup selama tiga tahun setelah disalibnya Al-Hallaj 923 M. Sedang Junaid Al-Baghdadi, mufassir sufi pertama, meninggal tahun 910 M, saat itu Al-Hallaj baru berumur dua atau tiga tahun, ketika umur 25 tahun Al-Hallaj dibunuh dan disalib di jembatan Baghdad lantaran fahamnya yang dinilai sangat membahayakan Islam.
    Dan diantara aqidah sufi yaitu wihdatul wujud (manunggaling kawula Gusti, bersatunya hamba dengan tuhan, lihat pada Bab Nur Muhammad, Hakikat Muhammad, dan wihdatul wujud) di mana tidak ada pemisahan antara khaliq dan makhluk. Inilah aqidah yang terakhir yang tersebar sejak abad ketiga Hijriyah sampai hari ini, dan diterapkan akhir-akhir ini oleh setiap tokoh tasawuf. Yang paling terkenal dalam aqidah ini adalah Ibnu Arabi, Ibnu Sab'in, At-Tilmasani, Abdul Karim Al-jilli, Abdul Ghani An-Nablisi dan para tokoh tarekat-tarekat sufisme baru pada umumnya.
    Ada pula aqidah sufi yanfg namanya ittihad, yaitu bersatunya seorang sufi (tasawuf) sedemikian rupa dengan Allah SWT setelah terlebih dahulu melalui penghancuran diri ( fana`) dari keadaan jasmani dan kesadaran rohani untuk kemudian berada dalam keadaan baka`( tetap/bersatu dengan Allah SWT )
    Paham ittihad pertama kali dikemukakan oleh sufi Abu Yazid al-Bustami ( meninggal diBistam,Iran,261 H/874 M.) Pada suatu waktu dalam pengembaraannya, setelah shalat Subuh Yazid Al-Bustami berkata kepada orang-orang yang mengikutinya,"Innii ana Allah laa ilaaha illaa ana fa`budnii ( Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tiada Tuhan melainkan aku, maka sembahlah aku)." Mendengar kata-kata itu, orang-orang yang menyertainya mengatakan bahwa al-Bustami telah gila.
    Menurut pandangan para sufi, ketika mengucapkan kata-kata itu, al-Bustami sedang berada dalam keadaan ittihad, suatu maqam (tingkatan) tertinggi dalam paham tasawuf.
    Dalam keadaan ittihad, seorang sufi sering mengucapkan kata-lata yang aneh, seakan-akan ia mengaku Tuhan, seperti yang diucapkan al-Bustami diatas. Al-Bustami juga pernah mengucapkan kata-kata,"Subhani, subhani, ma a`dhama sya`ni (mahasuci aku, mahasuci aku, alangkah mahaagungnya aku)."
    Al-Bustami juga berkata,"Laisa fi al-jubbah illa Allah (tidak ada didalam jubah ini kecuali Allah )." Kata-kata seperti itu disebut syathahat (perkataan aneh-aneh yang keluar dari mulut seorang sufi ketika ittihad, menyatu dengan Tuhan). Dalam pandangan sufi, kata-kata itu bukan keluar dari seorang sufi tetapi kata-kata Allah SWT melalui lisan seorang sufi, tetapi sedang dalam keadaan ittihad. Bukan Dzat Allah SWT yang berbicara, tetapi aspek Allah SWT yang ada pada diri sufi itulah yang sedang berbicara.
    Betapa jauh kepercayaan sufi itu dari Islam. Allah SWT disamakan dengan jin atau syetan yang masuk kediri manusia hingga manusianya menjadi kesurupan (majnun), dan bicaranya ngaco (merancu tak karuan), hanya saja dinamakan syathahat yaitu bicara ngaco namun justru dianggap telah mencapai tingkatan tertinggi yang mereka tuduhkan yakni ittihad, menyatu dengan Tuhan. Na`udzubillaahi min dzaalik, dari aqidah yang amat sesat itu.
    Hanya saja, aqidah sesat ini ditampilkan dengan nada miring berupa pembelaan samar dibuku yang disebut Ensiklopedia Islam di Indonesia ini, yang ditangani dan ditulis oleh orang-orang IAIN (Institut Agama Islam) Jakarta dan lainnya, yang memang ada seorang profesor yang dikenal sebagai pengajar tasawuf, sekaligus pembela tasawuf. Pak profesor itu pernah mengajar tasawuf kepada saya dan teman-teman 40-an orang di Jakarta 1997, yang rata-rata mempunyai jama`ah dan keluaran perguruan tinggi Islam dan Insya Allah mampu membaca kitab. Saya katakan pada Pak Profesor tasawuf itu dalam perkuliahan, bahwa tasawuf itu bukan dari Islam, mengotori Islam. Apa itu kasyf (tersingkapnya hijab, hingga seorang sufi bisa mengetahui hal ghaib) yang dibeberkan Abu Hamid Al-Ghozali (1058-1111 M./505 H.)? Itu bukan ajaran Islam, karena teori itu Jayabaya yang sama sekali bukan orang Islam pun kemungkinan bisa, dengan istilah yang dikenal dengan "ramalan Joyoboyo". Disamping itu, Al-Ghazali tidak memperhatikan Islam secara penuh. Dia masih hidup selama 25 tahunan ketika perang salib berlangsung (Tantara Salib menduduki Yerussalem th 1076 M,sedang Al-Ghazali hidup 1058-1111 M.),yaitu perang besar dan berkepanjangan antara Muslimin dengan Kristen. Namun sebagai ilmuwan, Al Ghazali tidak terdengar adanya perhatian dia tentang perang jihad yang sangat besar itu, baik itu tulisan ataupun pidato, padahal dia sangat rajin mengarang. Bahkan di Jawa, Sunan Mangkunegoro IV yang diangkat-angkat sebagai orang yang termasuk tokoh sufi (dijadikan tesis untuk doktor di IAIN Jakarta oleh profesor tersebut dengan tema kesufian) ternyata dia (Mangkunegoro IV) itu sendiri jelas-jelas menulis syair yang menyatakan bahwa dirinya tidak sholat. Jadi tasawuf itu jelas bukan ajaran Islam, bahkan mengotori Islam, tutur saya (penulis).
    Bagaimana reaksi Pak profesor yang bukan sekedar mengenalkan apa itu sufi, namun memang pembawa ajaran tasawuf itu ?

Tidak ada komentar