PERBEDAAN POKOK ANTARA ISLAM DAN TASAWUF Bagian III


PERBEDAAN POKOK ANTARA ISLAM DAN TASAWUF
Bagian III
...dan dia itulah Allah yang bersemayam diatas arsy; sedangkan langit-langit, bumi, arsy, kursi, dan semua alam itu dijadikan dari nurnya ( Nur Muhammad ), dialah awal kejadian, yaitu yang bersemayam diatas Arsy Allah SWT. Inilah aqidah Ibnu Arabi dan orang-orang yang datang setelahnya/ pengikutnya.
3. Aqidah Sufi Mengenai Wali-wali
Sufisme dalam hal wali-wali juga mempercayai dengan kepercayaan yang bermacam-macam. Diantara mereka ada yang melebihkan wali-wali diatas nabi. Pada umumnya orang sufi menjadikan wali itu menyamai/ sejajar dengan Allah dalam segala sifatnya, maka ia ( wali ) itu mencipta, memberi rezki, menghidupkan, mematikan, dan mengatur alam.
Orang sufi membagi-bagi wali menjadi beberapa bagian, ada yang disebut wali Al-Ghauts yang mempunyai kemauan sendiri dalam segala sesuatu didunia ini, dan ada empat wali Kutub yang memegangi pojok-pojok yang empat didunia ini atas perintah wali Al-Ghauts. Dan ada wali Abdal yang tujuh, masing-masing mempunyai kekuasaan disatu benua dari tujuh benua atas perintah wali Al-Ghauts. Dan ada wali Nujaba`, yang mereka itu memiliki kekuasaan dikota-kota setiap wilayah dikota. Dikota-kota, demikianlah seterusnya, maka jaringan wali-wali Internasional ini menguasai makhluk, dan mereka punya dewan tempat mereka berkumpul yaitu di Gua Hira`, setiap malam mereka melihat taqdir. Pendek kata, dunia perwalian ( sufi ) itu adalah dunia khufarat ( kepercayaan yang menyeleweng dari kemurnian Islam ) total.
Ini otomatis berbeda dengan kewalian dalam Islam yang ditegakkan diatas agama dan taqwa, amal shaleh dan ibadah yang sempurna kepada Allah, dan membutuhkan ( pertolongan ) Allah SWT. Sebenarnya wali itu tidak bisa mengurusi urusan dirinya sendiri ( untuk mendatangkan manfaat dan mudharat ) sedikitpun, lebih-lebih untuk menguasai orang lain. Allah SWT berfirman :
"Katakanlah,`Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan suatu kemadharatan pun kepadamu dan tidak ( pula ) suatu kemanfaatan`." ( Al-Jinn:21 )
Sebagian cerita yang dikisahkan orang-orang sufi memang terjadi, namun bercampur dengan sihir, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Taimiyah dalam bukunya yang berjudul Al-Furqan baina Auliya`ir Rahman wa Auliya`is Syaithan ( Perbedaan antara wali-wali Tuhan dan wali-wali Syetan ). Buku ini muncul waktu orang-orang mencampuradukkan antara sihir dan karamah. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa sebagian orang musyrik, baik dari Bangsa Arab, India, Turki, Yunani maupun bangsa lain, mempunyai kegigihan dalam bidang ilmu, kezuhudan, dan ibadah; namun mereka tidak mengikuti dan tidak beriman kepada para Rasul, dan tidak membenarkan berita-berita yang Rasul bawa, dan tidak mentaati perintahnya. Orang-orang seperti itu bukanlah orang-orang yang beriman, dan bukan pula wali-wali Allah SWT. Mereka adalah orang-orang yang dihubungi oleh syetan-syetan. Mereka dapat mengungkapkan beberapa perkara gaib, mereka memiliki beberapa perilaku luar biasa yang merupakan bagian dari sihir. Mereka itu adalah tukang sihir yang dihampiri syetan-syetan. Allah SWT berfirman," Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa syetan-syetan itu turun ? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa. Mereka menghadapkan pendengaran ( kepada syetan ) itu, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta." ( As-Syu`ara:221-223 )
Mereka bersandar kepada, mukasyafat ( penyingkapan perkara-perkara yang ghaib ) dan hal-hal yang luar biasa. Apabila mereka tidak mengikuti Rasul, tentu amalan-amalan mereka mengandung dosa seperti kemusyrikan, kedzaliman, kekejian, sika berlebihan, atau bid`ah dalam ibadah. Mereka dihampiri dan didatangi syetan-syetan, sehingga mereka menjadi wali-wali syetan, bukan wali-wali Ar-Rahman ( Tuhan ). Allah SWT berfirman, " Barang siapa yang berpaling dari pengajaran ( Allah ) Yang Maha Pemurah ( Al Qur`an ), kami adakan baginya syetan ( yang menyesatkan ), dan syetan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya." (Az-Zukhruf:43:36) Pengajaran Allah SWT adalah pengajaran yang dibawa oleh Rasul-Nya, yakni Al Qur`an.
Barang siapa tidak beriman kepada Al Qur`an, tidak membenarkan beritanya, dan tidak meyakini kewajiban perintahnya, berarti dia telah berpaling dari Al Qur`an, kemudian syetan datang menjadi teman setia baginya.
Seseorang yang selalu berdzikir kepada Allah SWT, baik malam maupun siang, disertai dengan puncak kezuhudan dan kesungguhan beribadah kepada-Nya, namun tidak mengikuti dzikir yang Allah SWT turunkan, yakni Al Qur`an, maka dia termasuk wali syetan, meskipun dia mampu terbang diangkasa atau berjalan diatas air. Syetanlah yang membawanya ke angkasa sehingga ia mampu terbang.
4. Aqidah Sufi Mengenai Surga dan Neraka
Mayoritas orang sufi ( menurut Abdurrahman Abdul Khaliq, semuanya ) berkeyakinan bahwa menuntut syurga merupakan suatu aib besar. Seprang wali tidak bole menuntutnya ( mencari syurga ) dan barang siapa menuntutnya, ia telah berbuat aib.
Menurut mereka yang patut dituntut adalah al-fana` ( menghancurkan dir dalam proses untuk menyatu dengan Allah ) yang mereka klaim ( da`wakan ) terhadap Allah, dan melihat keghaiban, dan mengatur alam. Inilah syurga orang sufi yang mereka klaim.
Adapun mengenai neraka, orang sufi berkeyakinan juga bahwa lari darinya itu tida layak bagi orang sufi yang sempurna. Karena takut dari neraka itu watak budak bukan orang-orang merdeka. Diantara mereka ada yang berbangga diri bahwa seandainya ia meludah keneraka pasti memadamkan neraka, seperti kata Abu Yazid Al-Busthami. Dan orang sufi yang berkeyakinan dengan wihdatul wujud ( menyatu dengan Tuhan ), diantara mereka ada yang mempercayai bahwa orang-orang yang memasuki neraka akan merasakan kesegaran dan kenikmatannya, tidak kurang dari kenikmatan syurga, bahkan lebih. Inilah pendapat Ibnu Arabi dan aqidahnya. Seperti disebutkan dalam buku Ibnu Arabi, Fushushul Hukm.
Orang jahil dimasa kita sekarang kadang menyangka bahwa aqidah mengenai syurga ( model sufi ) ini adalah aqidah yang tinggi, yaitu manusia menyembah Allah tidak mengharapkan syurga dan tidak takut neraka. Ini tidak diragukan lagi jelas meneyelisihi aqidah kita yang terdapat dalam Al Qur`an dan As Sunnah. Allah telah mensifati keadaan para nabi dalam ibadah mereka bahwa : " Mereka berdoa kepada kami dengan harap ( roghoban ) dan takut ( rohaban ). Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu".(Al-Anbiyaa`:90)
A-roghob yaitu mengharapkan syurga Allah S.W.T dan keutamaan-Nya, sedang ar-rohab yaitu takut dari siksa-Nya, padahal para Nabi itu adalah sesempurna-sempurnanya manusia ( segi ) aqidahnya, keimanannya dan keadaannya.
Dan landasan dari As Sunnah, perkataan seorang Arab Badui kepada Rasulullah, "Wallahi, sungguh aku tidak bisa mencontoh dengan baik bacaan lirihmu ( dandanik-suara tak terdengarmu ) dan bacaan lirih Mu`adz. Namun hanya aku katakan,`Ya Allah, aku mohon syurga kepada-Mu, dan berlindung kepada-Mu dari neraka.` Lalu Rasulullah berkata,`Sekitar itu juga bacaan lirih kami`." ( Diriwayatkan Ibnu Majah )
Keadaan yang diupayakan oleh orang-orang sufi untuk mewujudkan yaitu beribadah kepada Allah tanpa mengharapkan syurga dan tanpa takut akan neraka, maka menyeret mereka kepada bencana. Mereka berusaha kepada tujuan yang lain dengan ibadah yaitu yang disebut fana` ( meleburkan diri ) dengan Tuhan dan ini menyeret mereka kepada al-jadzdzab ( merasa melekat dengan Tuhan ), kemudian menyeret mereka pula kepada al-hulul ( inkarnasi/ penjelmaan Tuhan dalam diri manusia ), kemudian menyeret mereka pula pada puncaknya kepada wihdatul wujud ( menyatunya Tuhan dengan hamba/ manunggaling kawula Gusti )
5. Aqidah Sufi Mengenai Iblis dan Fir`aun
Mengenal iblis, kebanyakan orang sufi, khususnya para penganut kepercayaan wihdatul wujud, berkeyakinan bahwa iblis adalah hamba yang paling sempurna dan makhluk yang paling utama tauhidnya. Karena menurut anggapan mereka, iblis tidak mau sujud kecuali kepada Allah. Dan mereka mengklaim bahwa Allah telah mengampuni dosa-dosa iblis dan akan memasukkannya ke syurga. Demikian pula anggapan mereka, Fir`aun adalah seutama-utamanya ornag yang mentauhidkan ( mengesakan ) Allah ( muwahidien ). Karena Fir`aun berkata," Saya adalah Tuhanmu yang tertinggi", maka ia mengetahui hakikat, karena setiap yang wujud itu adalah Allah, kemudian dia ( Fir`aun ) menurut klaim mereka, telah beriman dan masuk syurga.

Tidak ada komentar