Persoalan -Persoalan Agama yang Telah Nyata dan Jelas dengan Telah Ditegakkannya Hujjah Allah Melalui Sampainya Alquran dan Sunnah
Persoalan -Persoalan Agama yang Telah Nyata dan Jelas dengan Telah Ditegakkannya Hujjah Allah Melalui Sampainya Alquran dan Sunnah
Allah menciptakan jin dan manusia tidak lain untuk beribadah
kepada-Nya. Allah SWT berfirman yang artinya, "Dan Aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku." (Adz-Dzariyat: 56), dan
Dia juga berfirman, "Hai manusia, sembahlkan Rabb-mu yang telah menciptakanmu
dan orang-orang yang sebelummu agar kamu bertakwa." (Al-Baqarah: 21).
Persoalan ini merupakan persoalan yang terbesar dan terpenting,
yaitu bahwa kita harus mengetahui dengan penuh keyakinan bahwa Allah Ta'ala
telah menciptakan kita semua supaya kita beribadah kepada Allah satu-satunya,
menaati perintah-perintah-Nya dan menjauhi lkarangan-larangan-Nya, menjalankan
ketentuan-ketentuannya, serta menjauhi apa-apa yang telah dilarang oleh Allah
dan Rasul-Nya Muhammad saw.
Persoalan tersebut mencakup perkara-perkara mengenai tauhid,
yaitu kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, sebagai pengakuan dalam
hati, yaitu keyakinan bahwa tidak ada yang berhak disembuh melainkan Allah-lah
satu-satunya yang tidak ada sekutu bagi-Nya, hanya berdoa kepada-Nya, salat dan
puasa untuk-Nya, dan semua ibadah lainnya hanya dipersembahkan untuk Dia Yang
Maha Mulia, Allah SWT.
Perkara ini juga mencakup kesaksian bahwa Muhammad adalah rasul
Allah dan bahwa Rasulullah saw adalah utusan yang haq, yang diutus oleh Allah
kepada seluruh makhluk, dari jin dan manusia, bangsa Arab dan A'jam (non Arab).
Mereka semua diwajibkan mempercayai Rasul ini dan menaatinya dan tunduk
kepadanya, sebagaimana problem ibadah kepada Allah yang mencakup melaksanakan
kewajiban-kewajiban Islam seperti slat, zakat, puasa, dan haji. (Lihat
Fatawa, Syekh Abdul Aziz bin Baz, juz 5, h. 207 -- 223).
Persoalan-persoalan di atas merupakan poros agama Islam sebagai
kandungan dan inti dari agama ini. Perintah-perintah dan penjelasan mengenai
hukum-hukumnya telah disampaikan secara mutawatir di dalam Alquran dan Sunnah
Nabi. Oleh karena itu, persoalan ini dipandang sebagai pengetahuan yang jelas
dan petunjuk yang pasti.
Sesuatu yang kemudian muncul dari persoalan-persoalan besar ini
adalah bahwa hujjah Allah telah ditegakkan dengan penjelasan Alquran dan Sunnah.
Maka setiap orang yang telah mengetahui Alquran dan Sunnah, telah ditegakkan
hujjah baginya, dan tidak adalah alasan bagi seorang muslim untuk meninggalkan
perkara tauhid dan ibadah dengan alasan apa pun, kecuali jika ia hidup di
Daar Kufr atau hidup di wilayah terpencil dan jauh dari wilayah-wilayah
yang pengetahuan tntang Alquran dan Sunnahnya telah tersebar, atau ia masih
anak-anak ketika Islam datang. Adapun asalnya bahwa hujjah itu ditegakkan bagi
orang-orang mukallaf, dan selanjutnya diikuti hukum-hukumnya dengan sampainya
petunjuk dan masalah-masalah agama yang dibawa oleh Rasulullah saw
kepadanya.
Syekh Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata, "Pokok-pokok
agama, baik berupa masalah-masalah yang wajib diyakini, diucapkan secara lisan,
dan dipraktikan dalam bentuk tindakan, seperti masalah-masalah tauhid,
sifat-sifat, takdir, kenabian, dan hari akhir, atau dalil-dalil tentang
masalah-masalah ini... Maka seluruh sarana yang diperlukan oleh manusia untuk
mengetahuinya, meyakininya dan mempercayainya dari masalah-masalah ini, Allah
dan Rasul-Nya telah menjelaskannya secara gamblang dan menggugurkan 'udzr
(alasan meninggalkannya); sebab hal ini merupakan perkara yang paling penting
yang disampaikan oleh Rasulullah dan dan menjelaskannya kepada manusia, dan itu
merupakan perkara yang paling besar yang mana Allah menegakkan hujjah bagi
hamba-hamba-Nya melalui rasul-rasul dan nabi-nabi-Nya yang menjelaskannya dan
menyampaikannya kepada manusia. Kitab Allah yang disampaikan oleh para sahabat
dan tabi'in dari Rasulullah saw, baik lafaz maupun maknanya, dan hikmah yang
merupakan sunnah Rasulullah saw yang juga mereka riwayatkan dari beliau,
mencakup tujuan yang dikehendaki-Nya dan kesempurnaan kewajiban-kewajiban dan
amalan-amalan baik yang diperintah-Nya." (Dar'u Ta'arudh al-'Aql wa
an-Naql, juz 1, h. 27 -- 28).
Syekh Abdullah bin Abdul Wahhab Rahimahullan mengatakan,
"Adapun pokok-pokok agama yang telah dijelaskan oleh Allah dan ditentukan di
dalam kitab-Nya (Alquran), maka hujjah Allah itu adalah Alquran. Orang yang
telah sampai kepadanya Alquran, maka hujjah pun telah ditegakkan baginya."
(Ar-Rasa'il asy-Syakhshiyah, juz 7, h. 244).
Syekh Abdullah al-Babithin Rahimahullah berkata, "Orang yang
telah mengetahui kerasulan Muhammad saw dan telah sampai kepadanya Alquran, maka
hujjah telah ditegakkan baginya, sehingga ia tidak diampuni jika tidak percaya
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari
akhir." (Majmu'ah ar-Rasa'il wa al-Masa'il an-Najdiyah, juz 5, h.
510).
Syekh Hamad bin Mu'ammar Rahimahullah berkata, "Setiap orang
yang telah sampai kepadanya Alquran tidak ada alasan baginya untuk
meninggalkannya, karena pokok-pokok besar yang merupakan pokok agama Islam telah
dijelaskan oleh Allah di dalam kitab-Nya dan dengannya Allah menegakkan hujjah
bagi hamba-hamba-Nya." (An-Nubdzah asy-Syarifah, h. 116).
Inilah persoalan yang telah ditetapkan oeh para ulama dengan
memperhatikan sebagian besar hamba Allah secara umum yang merupakan orang-orang
yang secar syar'i tidak mempunyai alasan untuk meninggalkan perintah Allah atau
melanggar larangan-Nya.
Penyampaian (tabligh) dipandang telah dilaksanakan dengan
melihat berbagai pertimbangan dan syarat-syarat. Di antara beberapa pertimbangan
tersebut adalah diturunkannya nash-nash wahyu yang jelas dan menjelaskan,
terutama dalam persoalan-persoalan dan pokok-pokok agama Islam di atas,
sedangkan di antara syarat-syaratnya adalah adanya orang yang menyampaikannya
yang mengetahui syariat, seperti dijelaskan sebelumnya.
Ketetapan ini berkaitan dengan persoalan-persoalan agama yang
telah dijelaskan dan telah meluas di kalangan masyarakat. Sedangkan
persoalan-persoalan yang detail (terperinci), samar, dan yang tidak ada
pertentangannya dengan tauhid dan kerasulan, serta persoalan yang hanya
diketahui oleh ulama, maka hal tersebut tidak termasuk dalam ketetapan yang
telah kami kemukakan, sebagaimana dikemukakan oeh Syekh Muhammad bin Abdul
Wahhab Rahimahullah sebagai berikut: "Golongan orang-orang yang belum ditegakkan
hujjah bagi mereka adalah anak-anak yang hidup pada masa Islam awal, orang yang
hidup di daerah terpencil, atau menghadapi persoalan yang samar, seperti jual
beli, maka ia tidak dapat dikafirkan hingga ia mengetahui hukum-hukumnya."
(Mu'allafat asy-Syekh, juz 7, h. 244).
Mengenai rincian persoalan yang diperintahkan oleh Allah SWT
telah diwakilkan kepada Rasulullah saw untuk menjelaskannya kepada manusia.
Allah SWT telah berfirman, "Dan Kmi turunkan kepadamu Alquran, agar kamu
menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.
(An-Nahl: 44).
Sabda Nabi saw yang mencakup persoalan ini adalah hadis sahih
yang disampaikan oleh Nu'man bin Bashir ra, seraya berkata, Aku mendengar
Rasulullah saw bersabda, "Yang halal itu jelas dan yang haram juga jelas,
sedang yang di antara keduanya adalah masalah-masalah syubhat, yang tidak
diketahui oleh sebagian besar manusia. Orang yang meninggalkan syubhat, maka ia
telah membersihkan agama dan kehormatannya, dan orang yang terjebak
(melaksanakan) syubhat, maka ia telah terjebak dalam hal yang haram, seperti
seorang penggembala yang menggembalakan di sekitar kandangnya yang hampir
memakan rumput di dalamnya. Ketahuilah, sesungguhnya setiap raja memiliki
larangan (sesuatu yang tidak boleh didekati) dan larangan Allah adalah hal-hal
yang diharamkan-Nya." (HR Bukhari).
Al-Hafizh Ibnu Rajab Rahimahullah mengatakan, "Secara umum
(global), Allah dan Rasul-Nya tidak meninggalkan persoalan halal dan haram
kecuali keduanya dijelaskan ketentuannya, akn tetapi sebagiannya lebih jelas
keterangannya dari sebagian yang lain. Maka persoalan-persoalan agama yang
secara pasti telah dijelaskan, telah tersebar, dan diketahui secara umum tidak
ada keraguan di dalamnya dan tidak ada alasan bagi siapa pun yang hidup di
lingkungan Islam untuk tidak mengetahuinya." (Jami al-'Ulum wa al-Hikam,
h. 67).
Post a Comment