Taubat


Taubat
Di antara konsekuensi orang yang percaya dan bertauhid kepada Allah Ta'ala adalah senantiasa melakukan muhasabah (penghitungan) atas berbagai kelalaiannya dalam memenuhi hak-hak Allah. Ia hendaknya selalu mengingat yaumal hisab (hari per-hitungan), terus memperbanyak bekal sehingga tidak termasuk orang yang menyesal dan merugi pada hari yang penyesalan tiada berguna lagi.

Muhasabah ini hendaknya didasar-kan pada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, karena keduanya itulah hakim yang adil dan timbangan yang jujur. Barang siapa meninggalkan keduanya maka akan tersesat, sebaliknya bagi yang berpegang teguh dengannya berarti ia telah mendapat petunjuk Allah. Muhasabah yang benar adalah mu-hasabah yang diikuti dengan berserah diri dan bertaubat kepada Allah semata.
Taubat adalah permulaan amal shaleh. Setiap kali seseorang mendekat-kan diri kepada Allah, hendaknya selalu disertai taubat kepadaNya. Sebab, seorang mukmin adalah orang yang senantiasa merasa lalai, meskipun ia sesungguhnya telah mencapai derajat ahli ibadah. Allah menjadikan taubat sebagai sebab kemenangan. "Dan bertaubatlah kalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (An Nur: 31)
Barangkali, rahasia ditujukannya seruan taubat -dalam ayat di atas- kepada orang-orang beriman, adalah untuk memberikan pemahaman bahwa taubat itu tak saja karena dosa yang dilakukan, tetapi juga karena perasaan lalai dan lengah dalam memenuhi hak-hak Allah. Semakin dekat seorang hamba kepada Tuhannya ia akan semakin mengetahui kelengahan dan kelalaian dirinya.
Disebutkan dalam hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, -sedang beliau adalah hamba yang paling dekat kepada Allah- : "Wahai manusia, bertaubatlah kalian kepada Allah, dan mohon ampunlah kepadaNya, sesungguhnya aku bertaubat dalam sehari sebanyak seratus kali." (HR. Muslim)
Padahal Allah Ta'ala melindungi beliau dari segala dosa dan menjaganya dari kelalaian, tetapi pengetahuan beliau akan hak-hak Allah menjadikan beliau merasa masih saja lalai dalam memenuhi hak-hak Allah. Disinilah di antara rahasia firman Allah: "Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya, hanyalah ulama." (Fathir: 28)
Karena itu, dalam banyak ayat Allah Ta'ala memerintahkan kita supaya cepat bertaubat, demikian pula anjuran Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dalam banyak haditsnya, sehingga kita tergolong orang yang berlomba-lomba dalam mendapatkan kebaikan dan tidak termasuk orang-orang yang lengah. "Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasuk-kan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman yang bersama dengan dia, sesungguhnya cahaya mereka memancar di hadapan dan sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (At Tahrim: 8)
"Dan barangsiapa tidak bertaubat maka mereka itulah orang-orang yang zhalim." (Al Hujurat: 11) Orang yang tidak bertaubat kepada Rabbnya adalah orang yang menganiaya diri sendiri, karena ia tidak mengetahui Rabbnya, tidak memahami hak-hakNya, padahal betapa besar hak-hak Allah atas dirinya. Taubat dianjurkan dalam setiap saat. Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah bersabda: "Sesungguhnya Allah Ta'ala membentangkan tanganNya pada malam hari agar pendosa di siang hari bertaubat, dan membentangkannya pada siang hari agar pendosa pada malam hari bertaubat, hingga matahari terbit dari arah barat." (HR. Muslim). Dalam hadits lain disebutkan: "Sesungguhnya Allah Ta'ala menerima taubat hamba selama ruhnya belum sampai di tenggorokan." (HR. Tirmidzi)
Jika taubat karena merasa lengah dan lalai -dalam hak Allah- adalah wajib atas manusia maka taubat karena dosa tentu hukumnya lebih wajib. Jika yang pertama mengakibatkan derajat kemuli-aannya berkurang maka yang kedua mengakibatkannya berada pada derajat yang terendah. Sungguh amat jauh perbedaan antara orang yang meminta tambahan nikmat dengan orang yang ingin bebas dari neraka Jahim.
Taubat kepada Allah Ta'ala tidak membutuhkan perantara sehingga ia dikabulkan, juga tidak memerlukan pengakuan dosa di hadapan salah seorang manusia. Tiada lain yang mesti dilakukan oleh orang yang bertaubat kecuali ia harus memohon ampun langsung kepada Allah. Dan sungguh, Allah lebih gembira dengan taubat hambaNya melebihi kegembiraan seorang ibu yang menemukan kembali anaknya yang hilang setelah putus asa mencarinya. "Sungguh Allah lebih gembira dengan taubat hambaNya daripada seorang darikamu yang menemukan kembali ontanya, sedang ia telah kehilangan daripadanya di (tengah) gurun tandus." (Muttafaq 'Alaihi)
"Demi Dzat yang jiwaku ada di tanganNya, seandainya kalian tidak melakukan dosa niscaya Allah akan melenyapkan kalian dan tentu akan mendatangkan suatu kaum yang melakukan dosa kemudian mereka memohon ampun kepada Allah sehingga Allah mengampuni mereka." (Muslim)
Sungguh salah besar, orang yang mengira bahwa taubat harus dengan pengakuan di hadapan seorang syaikh sehingga bisa diterima. Pintu taubat senantiasa terbuka bagi siapa saja yang menginginkan taubat selama ruhnya masih belum sampai ke tenggorokan (sekarat) atau matahari terbit dari arah barat. Allah berfirman: "Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka (barulah) ia mengatakan: "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang." Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih." (An Nisa:17-18)
"Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hambaNya dan menerima zakat, dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Penyayang." (At Taubah: 104) Sebagian orang berlebih-lebihan dalam melakukan ziarah ke kubur Nabi. Mereka memohon agar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam meminta-kan ampun untuk mereka seperti ketika beliau masih hidup. Mereka mendasar-kan perbuatan tersebut kepada ayat: "Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah dan Rasulpun memohon-kan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapatai Allah Maha Pene-rima taubat lagi Maha Penyayang." (An Nisa: 64)
Sungguh jauh berbeda antara orang yang datang kepada Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam ketika beliau masih hidup dengan orang yang datang setelah beliau wafat dan berada di kuburnya. Benar, dan tidak diragukan lagi bahwa Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam hidup dalam kuburnya, tetapi kehidupan itu tidak seperti kehidupan beliau di dunia. Tidak ada yang mengetahui hakekat kehidupan itu selaih Allah Ta'ala. Allah berfirman kepada NabiNya: "Sesungguhnya engkau akan mati dan mereka akan mati (pula)". (Az Zumar: 30) Bahkan hingga orang yang datang kepada Nabi, -saat beliau masih hidup- agar dimintakan ampun kepada Allah, tetapi memang tidak berhak mendapat ampunan Allah, nisaya Allah tidak akan mengampuni dirinya. Allah berfiman kepada RasulNya: "Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu memohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampun kepada mereka." (At Taubah: 80)
Permohonan ampun dan do'a orang hidup untuk orang hidup lainnya adalah dibolehkan dan dianjurkan. Bahkan Allah memerintahkan agar orang-orang beriman mendo'akan orang-orang yang lebih dahulu beriman. Allah berfiman: "Dan orang-orang yang datang sesudah mereka, mereka berdo'a: "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan para saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami." (Al Hasyr: 10). Dalam tafsir ayat: "Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (An Nisa: 64)
Salah seorang ulama berkata, Allah Maha Penerima Taubat dalam setiap saat bagi siapa saja yang bertaubat. Allah Maha Penyayang dalam setiap saat bagi siapa yang mau kembali ... Orang-orang yang mendapatkan turunnya ayat ini, mereka mempunyai kesempatan untuk dimohonkan ampun oleh Rasulullah (karena beliau masih hidup -pent-), tetapi masa itu kini telah lama berakhir, tinggallah pintu Allah yang senantiasa terbuka dan tak pernah dikunci. Sedang janji Allah tetap tegak dan tiada pernah batal. Karena itu, barangsiapa yang ingin maka hendaknya segera bertaubat.
Semakin rahasia taubat dilakukan, semakin lebih berpeluang untuk dikabulkan, dan semakin jauh pula dari sifat riya' yang sering menyelimuti amal manusia. Dalam hadits shahih tentang tujuh orang yang diberi perlindungan pada hari kiamat, di antaranya disebutkan: " ... dan orang yang selalu meng-ingat Allah di kesepian sehingga air matanya mengalir."
Dalam Al Qur'an, disebutkan beberapa sifat orang bertaqwa, yang kelak pada hari kiamat akan tinggal di surga, di antaranya: "Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah)" (Adz Dzariyat: 18). Sebab pada waktu-waktu akhir malam adalah waktu munajat dan khalwat antara hamba dengan Rabbnya. Waktu yang setiap kali Allah turun ke langit bumi seraya berfirman: "Adakah orang yang bertaubat sehingga Aku menerima taubatnya?, adakah orang yang memohon ampun sehingga Aku mengampuninya?, adakah orang yang meminta sehingga Aku memberinya?, hingga terbit fajar." (Hadits Maushul, Shahih)

Tidak ada komentar