Waktu adalah Kehidupan
Waktu adalah Kehidupan
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, yang telah memberikan
nikmat Iman dan Islam kepada kita. Aku bersaksi tiada Tuhan yang wajib disembah
kecuali Allah. Tiada sekutu baginya. Dialah yang memiliki kerajaan langit dan
bumi. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah. Semoga
shalawat dan salam selalu tercurahkan kepadanya, kepada shahabat dan kepada
kerabatnya.
Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Tak terasa. Hari berganti hari, pekan berganti pekan, bulan berganti bulan, ternyata sudah tiba lagi di penghujung tahun. Sepertinya, tahun 1422 H baru kemarin kita jumpai. Tapi rasamnya tiba-tiba sekarang kita bertemu dengan tahun 1423 H. Begitulah waktu. Ia berjalan sesuai dengan karakteristiknya. Berlalu sesuai dengan tabiatnya yakni cepat terlewat tanpa terasa dan tidak pernah dapat kembali.
Tak terasa. Hari berganti hari, pekan berganti pekan, bulan berganti bulan, ternyata sudah tiba lagi di penghujung tahun. Sepertinya, tahun 1422 H baru kemarin kita jumpai. Tapi rasamnya tiba-tiba sekarang kita bertemu dengan tahun 1423 H. Begitulah waktu. Ia berjalan sesuai dengan karakteristiknya. Berlalu sesuai dengan tabiatnya yakni cepat terlewat tanpa terasa dan tidak pernah dapat kembali.
Imam Hasan al-Bashri pernah berkata, "Tidaklah sebuah hari itu
berlalu kecuali setiap terbit matahari ada seruan: Hai anak cucu Adam, Aku
adalah ciptaan yang baru, aku menjadi saksi atas perbuatanmu, maka berbekallah
dariku, karena sesungguhnya aku, jika telah berlalu, tidak akan kembali sampai
datang hari kiamat nanti."
Imam Asy-Syahid Hasan Al Banna juga mengungkapkan, "Waktu
adalah kehidupan. Kehidupan manusia adalah waktu yang dilaluinya dari mulai ia
lahir sampai ia meninggal dunia". Karena itu, menurut Yusuf Qaradhawi,
menyia-nyiakan waktu, walau hanya seperseribu detik sekalipun, sama sama halnya
dengan menyia-nyiakan kehidupan. Bagi seorang muslim sedetik saja ia tidak dapat
memanfaatkan waktunya maka ia akan kehilangan sebagian dari kehidupannya.
Ungkapan bijak itu masih senada dengan hikmah yang dilontarkan
Imam Hasan al-Bashri ketika ia mengatakan, "Hai anak cucu adam, sesungguhnya
engkau adalah kumpulan dari hari-harimu. Maka setiap kali hari itu berlalu maka
berlalu juga sebagianmu."
Kaum muslimin yang berbahagia!
Allah SWT dalam Al-Qur'an banyak bersumpah dengan waktu atau masa. Seperti, Demi masa dalam surat Al-'Ashr, Demi waktu fajar, Demi waktu Dhuha, Demi waktu malam dan lain-lain. Sebuah sumpah yang dinisbatkan dengan sesuatu menunjukkan bahwa sesuatu itu sangat penting. Tentunya sumpah-sumpah Allah dalam Al-Quran di atas menunjukkan betapa pentingnya masalah waktu.
Allah SWT dalam Al-Qur'an banyak bersumpah dengan waktu atau masa. Seperti, Demi masa dalam surat Al-'Ashr, Demi waktu fajar, Demi waktu Dhuha, Demi waktu malam dan lain-lain. Sebuah sumpah yang dinisbatkan dengan sesuatu menunjukkan bahwa sesuatu itu sangat penting. Tentunya sumpah-sumpah Allah dalam Al-Quran di atas menunjukkan betapa pentingnya masalah waktu.
Dengan cara itu, Allah secara implisit memerintahkan kepada
hamba-hamba-Nya untuk memperhatikan dan menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya.
Sebagaimana yang dikatakan oleh para ahli tafsir (mufasirin), bahwa tujuan Allah
swt. bersumpah dengan makhluknya, adalah agar mendapatkan perhatian tentang
masalah tersebut dan ditadabburi manfaat apa yang akan dihasilkan darinya.
Rasulullah SAW pun menguatkan dengan bersabda:
"Tidak akan lewat tapak kaki seorang hamba pada hari kiamat, kecuali setelah ditanya empat perkara yakni tentang jatah umurnya yang ia habiskan di dunia, masa mudanya yang telah ia lewatkan, hartanya dari mana didapatkan dan bagaimana dikeluarkan, tentang ilmunya sejauhmana ia amalkan."
(HR. Al-Bazzar dan At-Thabrani).
"Tidak akan lewat tapak kaki seorang hamba pada hari kiamat, kecuali setelah ditanya empat perkara yakni tentang jatah umurnya yang ia habiskan di dunia, masa mudanya yang telah ia lewatkan, hartanya dari mana didapatkan dan bagaimana dikeluarkan, tentang ilmunya sejauhmana ia amalkan."
(HR. Al-Bazzar dan At-Thabrani).
Dalam riwayat lain Nabi SAW bersabda:
"Seorang yang memiliki akal sehat akan membagi waktunya menjadi empat bagian yakni waktu ketika ia bermunajat kepada Rabbnya, waktu ia berintrospeksi, waktu mentafakkuri ciptaan Allah Swt, dan waktu ia makan dan minum."
"Seorang yang memiliki akal sehat akan membagi waktunya menjadi empat bagian yakni waktu ketika ia bermunajat kepada Rabbnya, waktu ia berintrospeksi, waktu mentafakkuri ciptaan Allah Swt, dan waktu ia makan dan minum."
Seorang muslim sejati, ketika ia memulai harinya, akan
membukanya dengan shalat dan ketika ia mengakhirinya akan ia tutup dengan shalat
pula. Ia membukanya dengan shalat subuh dan menutupnya dengan shalat Isya. Tidak
ada sedikitpun waktunya terbuang untuk hal-hal yang tidak bermanfaat karena ia
sadar waktu yang dilaluinya kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti.
Karenanya amat Islam hendaknya janganlah ikut-ikutan seperti
ummat-ummat yang lainnya, dimana jika merayakan hari ulang tahunnya, mereka
melakukannya dengan hura-hura dan penuh hal-hal yang berlebihan yang sangat
boros, apalagi ditambah dengan berbagai kemaksiatan.
Dengan bertambahnya tahun, secara angka usia seorang manusia
memang bertambah. Tapi secara jatah umur, sebetulnya kesempatan hidupnya makin
berkurang. Oleh karena itu berkurang pula kesempatan yang dia miliki untuk
mempersiapkan diri menghadap Allah kelak. Apakah akan dia gunakan untuk
beribadah kepada Allah atau justru bermaksiat kepada-Nya. (lihat! Q. S.
Al-Insyiqaq: 6).
Dengan demikian, pergantian tahun bagi seorang muslim merupakan
momentum untuk bermuhasabah dan merencanakan masa depan selanjutnya layaknya
seorang akuntan dalam sebuah perusahaan yang menghitung untung rugi
perusahaannya selama satu tahun.
Namun demikian bagi seorang muslim bermuhasabah tidak harus
menunggu selama satu tahun karena sesuai dengan substansi akidahnya ia akan
berusaha untuk bermuhasabah setiap hari dan setiap saat. Umar bin Khattab
berkata, "Hisablah diri-diri kalian sebelum kalian dihisab."
Bila telah datang waktu malam Umar RA selalu bertanya, "Apa
yang telah aku kerjakan pada hari ini." Dan ia menjadikan kebiasaan itu
sebagai muhasabah hariannya. Tidak hanya memuhasabahi amalannya akan tetapi juga
merencanakan masa depannya.
Masa depan ini pun, bagi seorang muslim yang paling hakiki
adalah kehidupan di akhirat. Masa depan duniawi yang juga harus menjadi
cita-citanya hanyalah perantara yang harus dimanfaatkan untuk kepentingan
akhirat.
Dalam menyikapi waktu, Yusuf Qaradhawi menasehatkan tiga hal.
Pertama, memandang masa lalu sebagai bahan introspeksi sebagaimana firman
Allah SWT, "Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah,
karena itu berjalanlah di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat
orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)." (Q. S. Ali Imran: 137)
Kedua, merencanakan masa depan. Di antara karakteristik masa
depan adalah ghaib dan terjadi dengan tiba-tiba walaupun orang-orang mengira
kejadiannya akan terjadi beberapa tahun lagi. Firman Allah SWR, "Hai
orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yag telah diperbuatnya untuk hari esok." (QS. Al
Hasyr:18).
Ketiga, lebih memaksimalkan diri pada masa sekarang atau yang
sedang terjadi, Rasulullah SAW bersabda: "Seandainya akan tiba hari kiamat
dan di tangan kalian terdapat bibit korma, maka bila kamu sanggup sebelum
datangnya kiamat untuk menanamnya maka tanamlah."
Artinya dalam beramal sholeh setiap muslim harus maksimal dalam
menuntaskan pekerjaannya. Ia juga harus senantiasa optimis karena setiap amalnya
itu akan mendapatkan balasan kebaikan dari Allah. Sekalipun menurut hitungan
manusiawi hasil pekerjaannya akan hancur lantaran sebentar lagi akan datang
kiamat, minimal ia sudah mendapatkan kebaikan lantaran telah memanfaatkan waktu
untuk berbuat baik.
Kaum muslimin rahimakumullah!
Oleh karena itu wahai kaum muslimin rahimakumullah! Marilah kita bersama-sama untuk merenungkan kehidupan ini, merenungkan usia kita masing-masing. Sudah siapkah bekal yang telah kita persiapkan untuk menghadapi kehidupan esok yang lebih cerah. Semoga Allah senantiasa memberikan pertolongan kepada kita, untuk selalu ingat dan bersyukur kepadanya, amin.
Oleh karena itu wahai kaum muslimin rahimakumullah! Marilah kita bersama-sama untuk merenungkan kehidupan ini, merenungkan usia kita masing-masing. Sudah siapkah bekal yang telah kita persiapkan untuk menghadapi kehidupan esok yang lebih cerah. Semoga Allah senantiasa memberikan pertolongan kepada kita, untuk selalu ingat dan bersyukur kepadanya, amin.
Post a Comment