NASEHAT AKHIR RAMADHAN
NASEHAT AKHIR RAMADHAN
Dari Ibnu Abbas ra., dia berkata, Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda:
لَوْتَعْلَمُ
اُمَّتىِ مَا فِى رَمَضَانَ لَتَمَنَّوْا اَنْ تَكُوْنَ السَّنَةُ
كُلُّهَا رَمَضَانَ, لِأَنَّ الْحَسَنَةَ فِيْهِ مُجْتَمِعَةُُُُ
وَالطَّاعَةِ مَقْبُلَةُ وَالدَّعَوَاةِ مُسْتَجَابَةُ وَالذُّنُوْبَ
مَغْفُوْرَةُ وَاْلْجنَّةُ مُشْتَاقَةُ لَهُمْ.
Artinya: “Kalau
sekiranya umatku mengetahui segala (kebaikan) didalam bulan suci
Ramadhan, niscaya mereka menginginkan agar semua tahun itu menjadi
Ramadhan”, dikarenakan semua kebaikan itu berkumpul di bulan suci
Ramadhan, ketaatan bisa diterima, semua doa dikabulkan, semua doasanya
diampuni dan surga senantiasa merindukan mereka” (HR. Ahmad).
Dalam
suatu riwayat disebutkan, bahwa Ramadhan pada hari kiamat nanti akan
datang dalam bentuk wajah yang sangat bagus, kemudian sujud tersungkur
dihadapan Allah Ta’ala. Kemudian Allah berfirman: “Wahai Ramadhan, mintalah apa keinginanmu dan tolonglah orang yang telah menunaikan hakmu”. Maka
Ramadhan pun berkeliling di padang yang luas dan mengajak orang-orang
yang telah menunaikan haknya, kemudian berhenti di hadapan Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman: “Wahai Ramadhan apa yang engkau kehendaki?”. Ramadhan menjawab: “Saya menghendaki agar Tuhan berkenan memberikan untuknya mahkota kebesaran”. Kemudian Allah memberikan seribu mahkota kepadanya dan memberikan pengampunan. Allah Ta’ala kemudian berfirman: “Mau apalagi engkau, hai Ramadhan?”. Ramadhan kemudian menjawab: “Mohon tempatkanlah ia disamping nabi-Mu”, maka Allah pun menempatkannya di surga firdaus (Zahratur-Riyâdhi).
Yang
dimaksud orang yang menunaikan hak Ramadhan adalah orang-orang yang
menjalankan puasa di bulan suci Ramadhan. Mereka ini adalah sahabat
Ramadhan dan mereka akan ditolong oleh Ramadhan tersebut untuk
mendapatkan ampunan Allah Ta’ala.
Jika
memperhatikan begitu banyak keutamaan bulan suci Ramadhan, maka sungguh
merugi orang-orang yang hadir di bulan suci ini namun mereka telah
menyia-nyiakannya. Sungguh merugi orang-orang yang tidak sempat
mendapatkan ampunan. Sungguh merugi orang-orang yang tidak sempat
bertaubat. Sungguh merugi orang-orang yang tidak bertambah amalnya.
Bahkan sangat merugi orang-orang yang tidak ikut serta berpuasa dan
tidak ikut serta memperbanyak shalat tarawih.
Jadi
wajar jika para Sahabat menangis apabila hendak berpisah dengan bulan
suci Ramadhan, mereka takut jika tidak mendapatkan ampunan. Jika pada
bulan Ramadhan saja mereka tidak mendapatkan ampunan apalagi pada
bulan-bulan yang lain. Bulan Ramadhan memiliki keistimewaan yang tidak
dimiliki oleh bulan-bulan yang lain. Yaitu Rahmat dikucurkan, pintu
surga telah dibuka, pintu neraka ditutup dan para setan dibelenggu.
Sedangkan pada bulan-bulan yang lain keistimewaan ini tidak didapatkan.
Apakah masih mungkin jika kita gagal diampuni di bulan Ramadhan dapat
memperolah ampunan pada bulan yang lain?.
Hadirin, Jama'ah Jum'ah, Rahimakumullah.
Diriwayatkan
dari Ka’ab bin ‘Ujrah ra., dia berkata, “Rasulullah SAW telah bersabda,
“Mendekatlah kalian ke mimbar”. Lalu kami mendekatinya. Maka apabila
beliau naik tangga pertama, beliau berkata “amin”, lalu ketika naik ke tangga yang kedua beliau berkata “amin”. Dan ketika naik pada tangga yang ketiga beliau juga berkata “amin”. Maka ketika beliau turun kami berkata: "Wahai Rasulullah, sungguh hari ini kami telah mendengar dari engkau sesuatu yang belum pernah kami dengar?".
Rasulullah SAW menjawab: “Sesungguhnya Jibril telah datang kepadaku lalu berkata: "celakalah orang-orang yang melewatkan bulan Ramadhan begitu saja sedangkan dosanya belum diampuni". Aku berkata, “Aamiin”. Lalu ketika aku naik tangga yang kedua, Jibril berkata, celakalah orang yang mendengar namamu disebut, tetapi dia tidak mengucapkan shalawat untukmu. Aku berkata “Aamiin”. Bila aku melangkah naik ke tangga yang ketiga, Jibril berkata, celakalah
orang-orang yang bersama kedua orang tuanya hingga tua atau salah
satunya hingga tua, namun mereka tidak dapat memasukkannya ke surga. Aku berkata “Amin”. (HR. Al-Hakim, dengan sanad yang Shahih).
Tidak Sekedar Lapar dan Dahaga
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ اِلاَّ الْجُوْعِ وَالْعَطَسِ
Artinya: “Banyak orang yang berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga” (HR. An-Nasa’i).
Yang
dimaksud oleh hadits ini adalah bahwa puasa tidak sekedar menahan diri
dari makan dan minum. Namun yang terpenting adalah menahan diri dari
segala sesuatu yang dapat membatalkan amaliah atau pahala berpuasa.
Sebutan lain dari puasa adalah “imsak ‘anil-hawa”, yaitu menahan diri dari hawa nafsu. Pada saat berpuasa semua nafsu dikekang atau dikendalikan.
Nafsu-nafsu
yang baik saja banyak yang dilarang untuk disalurkan apalagi nafsu yang
buruk. Makan, minum, hubungan suami-istri adalah nafsu yang baik namun
dilarang untuk ditunaikan pada bulan suci Ramadhan. Apalagi nafsu yang
buruk seperti berbohong, mencuri, korupsi, ghibah (mengumpat), mencaci
maki, bertenglkar, marah-marah, berkelahi, sombong, iri, dengki dan lain
sebagainya. Termasuk juga melihat perempuan yang bukan muhrim dengan
penuh syahwat. Kita harus menyadari bahwa tontonan dan iklan di bulan
suci Ramadhan ini masih banyak yang mengumbar auratnya. Masih banyak
wanita yang berkeliaran disiang hari dengan pakaian terbuka (na’udzubillah).
Keadaan ini dapat merusak amaliah orang yang berpuasa. Kedadaan semacam
ini sulit dihindari karena merupakan tanda bahwa zaman telah rusak.
Oleh karena itu, siapa pun baik laki-laki maupun perempuan yang terlibat
dalam budaya telanjang, membuka aurat, mengobral kemolekan,
memamer-mamerkan tubuh maka mereka telah menjadi penyakit zaman dan
merupakan musuh Allah dan musuh orang-orang beriman.
Rasulullah SAW bersabda:
خَمْسُ
خِصَالٍ يُفْطِرْنَ الصَّائِمَ وَيَنْقُضُ الْوُضُوْءَ اَلْكِذْبُ,
وَاْلغَيْبَةُ, وَالنَّمِيْمَةُ, وَالنَّظَرُ بِشَهْوَةٍ, وَالْيَمِيْنُ
الْكَاذِبَةُ
Artinya: “Lima
perkara yang dapat membatalkan puasa dan wudhu seseorang yaitu:
berdusta, ghibah, mengadu domba, melihat perempuan yang bukan muhrimya
dengan syahwat dan sumpah palsu” (HR. Ad-Dailami).
Termasuk
pula yang dapat menjadikan puasa sia-sia adalah meninggalkan perintah
Allah, seperti orang yang meninggalkan shalat. Orang yang malas shalat
atau meninggalkan shalat maka ia termasuk memperturutkan hawa nafsunya.
Itu berarti sia-sialah puasanya, karena Allah tidak akan menerima puasa
orang-orang yang memperturutkan hawa nafsunya.
Post a Comment