Dalam Rumah
Dalam Rumah
RUMAH adalah tempat
yang dipakai seseorang untuk melindungi kebiasaan-kebiasaan tabiat dan dapat
melepaskan diri dari ikatan-ikatan masyarakat sehingga dengan demikian tubuh
ini bisa istirahat dan jiwa bisa tenang.
Untuk itulah Allah berfirman dalam hubungannya dengan mengetengahkan
kenikmatannya kepada manusia:
"Allah menjadikan untuk kamu rumah-rumah kamu sebagai tempat
ketenangan." (an-Nahl: 80)
Rasulullah s.a.w. senang sekali rumah yang luas, dan dimasukkan sebagai
unsur kebahagiaan duniawi.
Maka sabdanya:
"Empat hal yang membawa kebahagiaan, yaitu perempuan salehah, rumah
yang luas, tetangga yang baik dan kendaraan yang enak." (Riwayat Ibnu
Hibban)
Dan doa yang sering diucapkan Nabi ialah:
"Ya Allah! Ampunilah dosaku, luaskanlah rumahku, berilah barakah dalam
rezekiku! Kemudian beliau ditanya: Mengapa doa ini yang banyak engkau baca, ya
Rasulullah? Maka jawab Nabi: Apa ada sesuatu yang lain yang kamu cintai?" (Riwayat
Nasa'i dan Ibnu Sunni)
Rasulullah juga memerintahkan supaya rumah-rumah kita itu bersih, agar
nampak syiar Islam yang diantaranya ialah bersih, dan agar merupakan tanda yang
dapat membedakan seorang muslim dengan orang lain yang menurut penilaian
agamanya, bahwa kotor itu merupakan salah satu wasilah untuk berkorban kepada Allah.
Sabda Rasulullah s.a.w.:
"Sesungguhnya Allah itu baik, Dia suka kepada yang baik. Dia juga
bersih, suka kepada yang bersih. Dia juga mulia, suka kepada yang mulia. Dia
juga dermawan, sangat suka kepada yang dermawan. Oleh karena itu bersihkanlah
halaman rumahmu, jangan kamu menyerupai orang-orang Yahudi." (Riwayat
Tarmizi)
Lambang-Lambang Kemewahan dan Kemusyrikan
Seorang muslim tidak dilarang untuk menghias rumahnya dengan karangan bunga
yang warna-warni, dan ukiran-ukiran serta hiasan yang halal.
Sebab Allah telah berfirman:
"Siapakah yang berani mengharamkan perhiasan Allah yang telah ia
keluarkan untuk hamba-hambanya?" (al-A'raf:
32)
Betul seorang muslim tidak berdosa untuk menghias rumahnya, pakaiannya,
sandalnya dan sebagainya.
Sebab Rasulullah pernah juga bersabda:
"Tidak akan masuk sorga orang yang dalam hatinya ada seberat zarrah
daripada kesombongan. Kemudian ada seorang laki-laki yang bertanya: Ya
Rasulullah! Seseorang itu biasa senang kalau pakaiannya itu baik dan sandalnya
pun baik pula, apakah itu termasuk sombong? Jawab Nabi. Sesungguhnya Allah itu
baik, Ia suka kepada yang baik." (Riwayat Muslim)
Dan di satu riwayat disebutkan:
"Ada seorang laki-laki ganteng datang kepada Nabi, kemudian ia
bertanya: Saya ini sangat suka kepada keindahan, dan saya sendiri telah diberi
keindahan itu sebagaimana engkau lihat, sehingga aku tidak suka kalau ada
seseorang yang mau mengatasi aku dengan menyamai sandalnya, apakah ini termasuk
sombong ya Rasulullah? Jawab Nabi."Tidak!" Sebab yang disebut sombong
ialah menolak kebenaran dan menghina orang lain." (Riwayat Abu Daud)
Namun demikian, Islam tidak suka kepada berlebih-lebihan dalam segala hal. Dan
Nabi sendiri tidak senang seorang muslim yang rumahnya itu penuh dengan
lambang-lambang kemewahan dan berlebih-lebihan yang sangat dicela oleh
al-Quran, atau rumahnya itu ada lambang-lambang kemusyrikan yang sangat
ditentang oleh Agama Tauhid dengan segala macam senjata yang mungkin.
Bejana Emas dan Perak
Untuk itulah, maka Islam mengharamkan membuat bejana dari emas atau perak
dan seperei-seperei sutera murni dalam rumah seorang muslim. Nabi sendiri
memberikan ancaman keras terhadap orang yang cenderung kepada cara-cara ini.
Kata Ummu Salamah ummul mu'minin:
"Sesungguhnya orang yang makan dan minum dengan bejana emas dan perak,
maka akan gemercik suara api neraka dalam perutnya." (Riwayat Muslim)
Dan Huzaifah juga pernah mengatakan:
"Rasulullah melarang kami minum dengan bejana emas dan perak atau kita
makan dengannya, dan melarang memakai pakaian sutera tipis dan sutera tebal
serta dilarang kita duduk di atasnya. Kemudian Nabi bersabda pula: Kain ini
untuk mereka (orang-orang kafir) di dunia, dan untuk kamu nanti di
akhirat." (Riwayat Bukhari)
Jadi kalau kita dilarang memakainya, berarti haram juga membuatnya untuk
hiasan.
Diharamkan bejana emas/perak dan seperei-seperei sutera itu, berlaku untuk
laki-laki dan perempuan. Sedang hikmahnya agama mengharamkan hal-hal tersebut
dengan suatu tujuan untuk membersihkan rumah dari unsur-unsur
kemewahan/berlebih-lebihan.
Tepat sekali apa yang dikatakan Ibnu Qudamah: hal tersebut di atas berlaku
sama antara laki-laki dan perempuan karena umumnya hadis, dan karena alasan
diharamkannya justru karena berlebih-lebihan dan kesombongan serta dapat
memecahkan perasaan hati orang-orang fakir. Pengertian seperti ini meliputi
kedua belah pihak. Adapun dibolehkannya perempuan berhias dengan emas dan
sutera adalah demi kepentingan suami, bukan untuk orang lain.
Kalau ditanyakan: Andaikata alasan diharamkannya itu seperti yang tersebut
di atas, niscaya mutiara dan sebagainya adalah juga diharamkan karena harganya
lebih tinggi? Untuk masalah ini akan kami jawab sebagai berikut: Mutiara
(yakut) itu tidak begitu dikenal di kalangan orang miskin, oleh karena itu
tidak dapat memecahkan perasaan hati mereka jika orang-orang kaya itu
menjadikan benda ini sebagai hiasan, walaupun sesudah itu mereka menjadi kenal
dengan yakut. Dan justru jarangnya yakut itu sendiri menyebabkan tidak ada
orang kaya yang memakainya sebagai hiasan, sehingga dengan demikian tidak perlu
lagi diharamkan walaupun ada perbedaan harga yang sangat menyolok.26
Ditinjau dari segi
ekonomi, seperti yang telah kami sebutkan juga dalam hikmah diharamkannya emas
untuk orang laki-laki, maka di bab ini hikmah tersebut akan lebih nampak dan
lebih jelas. Sebab emas dan perak merupakan standard uang
internasional yang oleh Allah dijadikan sebagai ukuran harga uang dan sebagai
standard yang akan menentukan harga itu dengan adil serta memudahkan peredaran
uang di kalangan orang banyak. Maka atas bimbingan Allah kepada umat manusia
untuk menggunakan uang sebagai nikmat yang diberikan kepada mereka, uang
tersebut harus diedarkan di kalangan orang banyak, jangan ditahan di rumah
dalam bentuk uang yang tersimpan, atau dihilangkan dalam bentuk bejana dan
alat-alat perhiasan lainnya.
Betapa indahnya pula apa yang dikatakan Imam Ghazali dalam Syukur Nikmat
didalam bukunya Ihya'. Ia mengatakan sebagai berikut: "Siapapun yang
menjadikan dirham dan dinar sebagai bejana dari emas dan perak, berarti dia
telah kufur nikmah (tidak tahu berterimakasih), dan dia lebih jahat daripada
menyimpannya. Karena hal seperti ini sama halnya dengan orang yang memaksa
kepala negara untuk bekerja sebagai tukang tenun dan tukang sapu tanpa upah,
atau untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh
manusia-manusia rendahan. Jadi menahan harta, lebih rendah dari itu semua.
Sebab perkakas dari tanah, besi, timah dan tembaga menduduki fungsi emas dan
perak sebagai alat untuk menjaga makanan supaya tidak rusak. Karena fungsi
bejana pada hakikatnya adalah guna menjaga makanan. Maka tanpa uang alat-alat
dari tanah dan besi itu tidak dapat memenuhi apa yang dimaksud.
Jelasnya, barangsiapa yang kurang faham persoalan ini, kiranya cukup
memahami terjemahan Tuhan dalam hal tersebut yang dilukiskan dalam bentuk
ungkapannya: "barangsiapa minum dengan bejana emas atau perak, maka
seolah-olah suara api neraka itu gemercik dalam perutnya."
Bentuk larangan ini jangan diartikan mempersempit gerak umat Islam dalam
rumahtangga, sebab dalam masalah halal yang baik, mempunyai lapangan yang
sangat luas. Berapa banyak bejana dari perunggu, dari kaca, dari tanah, dari
tembaga dan dari tambang-tambang lain yang lebih bagus. Berapa banyak pula
seperai dan bantal dari katun dan kapuk yang lebih indah daripada bahan lain!
Islam Mengharamkan Patung
Islam mengharamkan dalam rumahtangga Islam meliputi masalah patung. Sebab
adanya patung dalam suatu rumah, menyebabkan Malaikat akan jauh dari rumah itu,
padahal Malaikat akan membawa rahmat dan keridhaan Allah untuk isi rumah
tersebut.
Dalam hal ini Rasulullah s.a.w. pernah bersabda:
"Sesungguhnya Malaikat tidak akan masuk suatu rumah yang di dalamnya
ada patung." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Ulama-ulama berkata: Malaikat tidak mau masuk rumah yang ada patungnya, karena
pemiliknya itu menyerupai orang kafir, dimana mereka biasa meletakkan patung
dalam rumah-rumah mereka untuk diagungkan. Untuk itulah Malaikat tidak suka dan
mereka tidak mau masuk bahkan menjauh dari rumah tersebut.
Oleh karenanya, Islam melarang keras seorang muslim bekerja sebagai tukang
pemahat patung, sekalipun dia membuat patung itu untuk orang lain.
Sabda Rasulullah s.a.w.:
"Sesungguhnya orang yang paling berat siksaannya nanti di hari kiamat,
yaitu orang-orang yang menggambar gambar-gambar ini. Dalam satu riwayat
dikatakan: Orang-orang yang menandingi ciptaan Allah." (Riwayat Bukhari
dan Muslim)
Dan Rasulullah s.a.w. memberitahukan juga dengan sabdanya:
"Barangsiapa membuat gambar (patung) nanti di hari kiamat dia akan
dipaksa untuk meniupkan roh padanya; padahal dia selamanya tidak akan bisa
meniupkan roh itu." (Riwayat Bukhari)
Maksud daripada hadis ini, bahwa dia akan dituntut untuk menghidupkan
patung tersebut.
Perintah ini sebenarnya hanya suatu penghinaan dan mematahkan, sebab dia
tidak mungkin dapat.
Hikmah Diharamkannya Patung
1) Di antara rahasia diharamkannya patung ini, walaupun dia itu bukan
satu-satunya sebab, seperti anggapan sementara orang yaitu untuk membela
kemurnian Tauhid, dan supaya jauh dari menyamai orang-orang musyrik yang
menyembah berhala-berhala mereka yang dibuatnya oleh tangan-tangan mereka
sendiri, kemudian dikuduskan dan mereka berdiri di hadapannya dengan penuh
khusyu'.
Kesungguhan Islam untuk melindungi Tauhid dari setiap macam penyerupaan
syirik telah mencapai puncaknya. Islam dalam ikhtiarnya ini dan kesungguhannya
itu senantiasa berada di jalan yang benar. Sebab sudah pernah terjadi di
kalangan umat-umat terdahulu, dimana mereka itu membuat patung orang-orang yang
saleh mereka yang telah meninggal dunia kemudian disebut-sebutnya nama mereka
itu. Lama-kelamaan dan dengan sedikit demi sedikit orang-orang saleh yang telah
dilukiskan dalam bentuk patung itu dikuduskan, sehingga akhirnya dijadikan
sebagai Tuhan yang disembah selain Allah; diharapkan, dan ditakuti serta
diminta barakahnya. Hal ini pernah terjadi pada kaum Wud, Suwa', Yaghuts, Ya'uq
dan Nasr.
Tidak heran kalau dalam suatu agama yang dasar-dasar syariatnya itu selalu
menutup pintu kerusakan, bahwa akan ditutup seluruh lubang yang mungkin akan
dimasuki oleh syirik yang sudah terang maupun yang masih samar untuk menyusup
ke dalam otak dan hati, atau jalan-jalan yang akan dilalui oleh penyerupaan
kaum penyembah berhala dan pengikut-pengikut agama yang suka berlebih-lebihan. Lebih-lebih
Islam itu sendiri bukan undang-undang manusia yang ditujukan untuk satu
generasi atau dua generasi, tetapi suatu undang-undang untuk seluruh umat
manusia di seantero dunia ini sampai hari kiamat nanti. Sebab sesuatu yang kini
masih belum diterima oleh suatu lingkungan, tetapi kadang-kadang dapat diterima
oleh lingkungan lain; dan sesuatu yang kini dianggap ganjil dan mustahil,
tetapi di satu saat akan menjadi suatu kenyataan, entah kapan waktunya, dekat
atau jauh.
2) Rahasia diharamkannya patung bagi pemahatnya, sebab seorang pelukis yang
sedang memahat patung itu akan diliputi perasaan sok, sehingga seolah-olah dia
dapat menciptakan suatu makhluk yang tadinya belum ada atau dia dapat membuat
jenis baru yang bisa hidup yang terbuat dari tanah.
Sudah sering terjadi seorang pemahat patung dalam waktu yang relatif lama,
maka setelah patung itu dapat dirampungkan lantas dia berdiri di hadapan patung
tersebut dengan mengaguminya, sehingga seolah-olah dia berbicara dengan patung
tersebut dengan penuh kesombongan: Hai patung! Bicaralah!
Untuk itulah maka Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya orang-orang yang membuat patung-patung ini nanti di hari
kiamat akan disiksa dan dikatakan kepada mereka: Hidupkanlah patung yang kamu
buat itu." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Dan dalam hadis Qudsi, Allah s.w.t. berfirman pula:
"Siapakah orang yang lebih menganiaya selain orang yang bekerja untuk
membuat sesuatu seperti pembuatanku? Oleh karena itu cobalah mereka membuat
zarrah (benda yang kecil), cobalah mereka membuat sebutir beras belanda." (Riwayat
Bukhari dan Muslim)
3) Orang-orang yang berbicara dalam persoalan seni ini tidak berhenti dalam
suatu batas tertentu saja, tetapi mereka malah melukis (memahat) wanita-wanita
telanjang atau setengah telanjang. Mereka juga melukis (dan juga memahat)
lambang-lambang kemusyrikandan syiar-syiar agama lainnya, seperti salib,
berhala dan lain-lain yang pada prinsipnya tidak dapat diterima oleh Islam.
4) Lebih dari itu semua, bahwa patung-patung itu selalu menjadi kemegahan
orang-orang yang berlebihan, mereka penuhinya istana-istana mereka dengan
patung-patung, kamar-kamar mereka dihias dengan patung dan, mereka buatnya
seni-seni pahat (patung) dari berbagai lambang.
Kalau agama Islam dengan gigih memberantas seluruh bentuk kemewahan dengan
segala kemegahan dan macamnya, yang terdiri dari emas dan perak, maka tidak
terlalu jauh kalau agama ini mengharamkan patung-patung itu, sebagai lambang
kemegahan, dalam rumah-rumah orang Islam.
Bimbingan Islam dalam Mengabadikan Orang Besar
Barangkali akan ada orang berkata: Apakah tidak memenuhi suatu maksud umat
untuk mengembalikan sebagian keindahan yang pernah dicapai oleh orang-orang
besar kita yang telah berhasil mengisi lembaran sejarah yang berharga itu,
lantas para pembesar itu diabadikan dalam bentuk patung agar menjadi peringatan
generasi berikutnya terhadap jasa-jasa dan keunggulan yang pernah mereka capai;
sebab peringatan bangsa itu sering dilupakan dan pertukaran malam dan siang itu
sendiri sebenarnya yang membawa lupa?
Untuk menjawab persoalan ini, perlu dijelaskan, bahwa Islam samasekali
tidak suka berlebih-lebihan dalam menghargai seseorang, betapapun tingginya
kedudukan orang tersebut, baik mereka yang masih hidup ataupun yang sudah mati.
Rasulullah s.a.w. pernah bersabda:
"Jangan kamu menghormat aku seperti orang-orang Nasrani menghormati
Isa bin Maryam, tetapi katakanlah, bahwa Muhammad itu hamba Allah dan
RasulNya." (Riwayat Bukhari dan lain-lain)
Mereka bermaksud akan berdiri apabila melihat Nabi, sebagai suatu
penghormatan kepadanya dan untuk mengagungkan kedudukannya.
Cara semacam itu dilarang oleh Nabi dengan sabdanya:
"Jangan kamu berdiri seperti orang-orang ajam (selain Arab) yang
berdiri untuk menghormat satu sama lain." (Riwayat Abu Daud dan Ibnu
Majah)
Beliau pun memberikan suatu peringatan kepada umatnya, sikap yang
berlebih-lebihan terhadap kedudukan Nabi sesudah beliau mati, maka bersabdalah
Nabi sebagai berikut:
"Jangan kamu menjadikan kuburku ini sebagai tempat hariraya." (Riwayat
Abu Daud)
Dan dalam doanya kepada Tuhannya beliau mengatakan:
"Ya Allah! Jangan engkau jadikan kuburku sebagai berhala yang
disembah." (Riwayat Malik)
Ada beberapa orang datang kepada Nabi s.a.w., mereka itu memanggil Nabi
dengan kata-katanya:
"Hai orang baik kami dan anak orang baik kami, hai tuan kami dan anak
tuan kami."
Mendengar panggilan seperti itu, Nabi kemudian menegurnya dengan sabdanya
sebagai berikut:
"Hai manusia! Ucapkanlah seperti ucapanmu biasa atau hampir seperti
ucapanmu yang biasa itu, jangan kamu dapat diperdayakan oleh syaitan. Saya
adalah Muhammad, hamba Allah dan pesuruhNya. Saya tidak suka kamu mengangkat
aku lebih dari kedudukanku yang telah Allah tempatkan aku." (Riwayat
Nasa'i)
Agama ini (baca Islam) pendiriannya dalam masalah menghormat orang, tidak
suka seseorang itu diangkat-angkat seperti berhala yang didirikan dengan biaya
beribu-ribu supaya orang-orang memberikan penghormatan kepadanya.
Banyak sekali material yang dimasukkan oleh penganjur-penganjur kebesaran
dan jurukunci tempat-tempat bersejarah melalui pintu orang-orang atau pengikut
dan ekornya yang telah mampu mendirikan berhala ini. Dengan begitu, maka pada
hakikatnya mereka ini telah menyesatkan rakyat dengan menggunakan orang-orang
besar yang jujur itu.
Keabadian hakiki yang dikenal di kalangan umat Islam hanyalah Allah yang
mengetahui segala yang rahasia dan tersembunyi, yang tidak sesat dan tidak
lupa. Sedang kebanyakan para pembesar yang namanya diabadikan di sisi Allah
adalah orang-orang yang tidak begitu dikenal oleh manusia. Hal ini justru
karena Allah suka kepada orang-orang yang baik, taqwa dan tidak perlu
menampak-nampakkan kepada orang lain. Mereka ini apabila datang tidak dikenal,
dan apabila pergi tidak dicari.
Sekalipun keabadian itu sangat perlu bagi manusia, tetapi tidak mesti
dengan didirikannya patung untuk orang-orang besar yang perlu diabadikan itu. Cara
untuk mengabadikan yang dibenarkan oleh Islam ialah mengabadikan mereka itu ke
dalam hati dan lisan, yaitu dengan menyebut kesuksesan perjuangan mereka dan
peninggalan-peninggalan yang baik-baik yang ditinggalkan untuk generasi sesudah
mereka. Dengan demikian mereka itu akan selalu menjadi sebutan orang-orang
belakangan.
Rasulullah s.a.w. sendiri dan begitu juga para khalifah dan pemuka-pemuka
Islam lainnya, tidak ada yang diabadikan dengan berbentuk materi dan
patung-patung yang terbuat dari batu yang dipahat.
Keabadian mereka itu semata-mata adalah karena sifat-sifat baiknya
(manaqibnya) yang diceriterakan oleh orang-orang dulu (salaf) kepada
orang-orang belakangan (khalaf) dan yang diceriterakan oleh orang-orang tua
kepada anak-anaknya. Sifat beliau itu tertanam dalam hati, selalu disebut dalam
lisan, selalu mengumandang di majlis dan klub-klub serta memenuhi hati,
walaupun tanpa diwujudkan dengan patung dan gambar.
Rukhsah Dalam Permainan Anak-Anak
Kalau macam daripada patung itu tidak dimaksudkan untuk diagung-agungkan
dan tidak berlebih-lebihan serta tidak ada suatu unsur larangan di atas, maka
dalam hal ini Islam tidak akan bersempit dada dan tidak menganggap hal tersebut
suatu dosa. Misalnya permainan anak-anak berupa pengantin-pengantinan,
kucing-kucingan, dan binatang-binatang lainnya. Patung-patung ini semua hanya
sekedar pelukisan untuk permainan dan menghibur anak-anak.
Oleh karena itu kata Aisyah:
"Aku biasa bermain-main dengan anak-anakan perempuan (boneka
perempuan) di sisi Rasulullah s.a.w. dan kawan-kawanku datang kepadaku,
kemudian mereka menyembunyikan boneka-boneka tersebut karena takut kepada
Rasulullah s.a.w., tetapi Rasulullah s.a.w. malah senang dengan kedatangan
kawan-kawanku itu, kemudian mereka bermain-main bersama aku." (Riwayat
Bukhari dan Muslim)
Dan dalam salah satu riwayat diterangkan:
"Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. pada suatu hari bertanya kepada
Aisyah: Apa ini? Jawab Aisyah: Ini anak-anak perempuanku (boneka perempuanku);
kemudian Rasulullah bertanya lagi: Apa yang di tengahnya itu? Jawab Aisyah:
Kuda. Rasulullah bertanya lagi: Apa yang di atasnya itu? Jawab Aisyah: Itu dua
sayapnya. Kata Rasulullah: Apa ada kuda yang bersayap? Jawab Aisyah: Belumkah
engkau mendengar, bahwa Sulaiman bin Daud a.s. mempunyai kuda yang mempunyai
beberapa sayap? Kemudian Rasulullah tertawa sehingga nampak gigi
gerahamnya." (Riwayat Abu Daud)
Yang dimaksud anak-anak perempuan di sini ialah boneka pengantin yang biasa
dipakai permainan oleh anak-anak kecil. Sedang Aisyah waktu itu masih sangat
muda.
Imam Syaukani mengatakan: hadis ini menunjukkan, bahwa anak-anak kecil
boleh bermain-main dengan boneka (patung). Tetapi Imam Malik melarang laki-laki
yang akan membelikan boneka untuk anak perempuannya. Dan Qadhi Iyadh
berpendapat bahwa anak-anak perempuan bermain-main dengan boneka perempuan itu
suatu rukhsah (keringanan).
Termasuk sama dengan permainan anak-anak, yaitu patung-patungan yang
terbuat dari kue-kue dan dijual pada hari besar (hari raya) dan sebagainya
kemudian tidak lama kue-kue tersebut dimakannya.
Patung yang Tidak Sempurna dan Cacat
Di dalam hadis disebutkan, bahwa Jibril a.s. tidak mau masuk rumah
Rasulullah s.a.w. karena di pintu rumahnya ada sebuah patung. Hari berikutnya
pun tidak mau masuk, sehingga ia mengatakan kepada Nabi Muhammad:
"Perintahkanlah supaya memotong kepala patung itu. Maka dipotonglah
dia sehingga menjadi seperti keadaan pohon." (Riwayat Abu Daud, Nasai,
Tarmizi dan Ibnu Hibban)
Dari hadis ini segolongan ulama ada yang berpendapat diharamkannya gambar
itu apabila dalam keadaan sempurna, tetapi kalau salah satu anggotanya itu
tidak ada yang kiranya tanpa anggota tersebut tidak mungkin dapat hidup, maka
membuat patung seperti itu hukumnya mubah,
Tetapi menurut tinjauan yang benar berdasar permintaan Jibril untuk
memotong kepala patung sehingga menjadi seperti keadaan pohon, bahwa yang
mu'tabar (diakui) di sini bukan karena tidak berpengaruhnya sesuatu anggota
yang kurang itu terhadap hidupnya patung tersebut, atau patung itu pasti akan
mati jika tanpa anggota tersebut. Namun yang jelas, patung tersebut harus
dicacat supaya tidak terjadi suatu kemungkinan untuk diagungkannya setelah
anggotanya tidak ada.
Cuma suatu hal yang tidak diragukan lagi, jika direnungkan dan kita insafi,
bahwa patung separuh badan yang dibangun di kota guna mengabadikan para raja
dan orang-orang besar, haramnya lebih tegas daripada patung kecil satu badan
penuh yang hanya sekedar untuk hiasan rumah.
Post a Comment