Memadu Antara Dua Saudara
Memadu Antara Dua Saudara
14)
Termasuk yang diharamkan oleh Islam, sedang di zaman jahiliah dibebaskan,
ialah: memadu dua saudara. Sebab hubungan cinta saudara yang selalu ditekan
oleh Islam untuk dikukuhkan itu akan bisa pudar apabila salah satu dijadikan
gundik terhadap yang lain.
Al-Quran
telah menegaskan haramnya permaduan seperti ini, dan disusul dengan penegasan
Rasulullah s.a.w. dalam salah satu sabdanya yang berbunyi sebagai berikut:
"Tidak
boleh dimadu antara seorang perempuan dengan bibinya dari ayah (ammah) dan
antara perempuan dengan bibinya dari ibu (khalah). " (Riwayat Bukhari dan
Muslim)
Dan
dalam riwayat lain ada tambahan (ziadah) yang berbunyi sebagai berikut:
"Dan
Rasulullah sa,w. selanjutnya bersabda: Sesungguhnya kamu apabila mengerjakan
yang demikian itu, maka berarti kamu telah memutuskan kekeluargaanmu."
(Riwayat Ibnu Hibban)
Islam
sangat menekankan masalah hubungan kekeluargaan (silaturrahmi), maka bagaimana
mungkin dia akan membuat suatu peraturan yang dapat memutuskan hubungan
silaturrahmi ini?
Perempuan-Perempuan yang Bersuami
15)
Perempuan yang sudah kawin dan masih menjadi tanggungan suaminya, tidak boleh
dikawin oleh laki-laki lain. Dan supaya perempuan dapat halal untuk laki-laki
lain itu, diperlukan dua syarat sebagai berikut:
a)
Perempuan tersebut sudah lepas dari kekuasaan suaminya baik karena ditinggal
mati oleh suaminya ataupun karena ditalak.
b) Sudah
sampai kepada iddah yang telah ditentukan Allah. Dan selama dalam iddah adalah
menjadi tanggungan suami yang pertama.
Sedang
masa iddah, ialah sebagai berikut:
1.
Untuk
orang yang hamil: sampai melahirkan anak, baik masanya itu pendek ataupun
panjang.
2.
Yang
ditinggal mati oleh suaminya: masa iddahnya empat bulan sepuluh hari.
3.
Untuk
yang dicerai biasa: tiga kali haidh (sampai suci).
Ditetapkannya
tiga kali adalah untuk dapat memastikan terhadap kebersihan rahim, sebab
dikawatirkan masih ada kaitannya dengan air si laki-laki pertama. Untuk itu
maka sangat perlu berhati-hati, demi menjaga tercampurnya nasab. Ini berlaku
untuk perempuan yang sudah dewasa, bukan anak-anak dan bukan yang sudah tua
yang memang sudah tidak haidh. Untuk kedua perempuan ini berlaku iddah bulan,
yaitu tiga bulan.
Tentang
iddah ini Allah telah berfirman dalam al-Quran sebagai berikut:
"Dan
perempuan-perempuan yang ditalak, hendaklah menunggu dirinya itu sampai tiga
kali suci (guru'), dan tidak halal bagi mereka untuk menyembunyikan apa-apa
yang Allah telah jadikan dalam rahim mereka, kalau benar-benar mereka itu
beriman kepada Allah dan hari akhir." (al-Baqarah: 228)
"Dan
perempuan perempuan yang sudah berhenti dari haidh jika kamu ragu-ragu, maka
iddah mereka ialah tiga bulan; dan begitu juga orang-orang perempuan yang belum
haidh. Sedang untuk mereka yang mengandung, masa iddahnya itu ialah sampai
mereka melahirkan kandungannya." (al-Thalaq:
4)
"Dan
orang-orang yang meninggal dunia dan meninggalkan isteri, hendaklah
isteri-isterinya itu menunggu diri-diri mereka empat bulan sepuluh hari." (al-Baqarah: 234)
Limabelas
macam perempuan yang haram dikawin seperti tersebut di atas, telah diterangkan
oleh Allah dalam tiga ayat di surah an-Nisa', yaitu sebagai berikut:
"Jangan
kamu kawin dengan perempuan-perempuan yang pernah dikawin oleh ayah-ayahmu,
kecuali apa-apa yang telah lalu; sebab sesungguhnya dia itu (perbuatan seperti
itu) satu kejelekan dan perbuatan dosa serta cara yang tidak baik. Telah
diharamkan atas kamu ibu-ibu kamu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara
perempuanmu, bibi-bibimu dari ayah, bibi-bibimu dari ibu, anak-anak perempuannya
saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuannya saudaramu yang perempuan,
ibu-ibu kamu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuan kamu yang sesusu,
ibu-ibu isteri kamu, anak-anak tiri yang dalam pangkuanmu yang ibunya telah
kamu campuri, tetapi jika kamu belum mencampuri mereka itu, maka tidaklah
berdosa atas kamu (untuk mengawini anaknya itu), isterinya anak laki-lakimu
sendiri dan memadu antara dua saudara perempuan, karena sesungguhnya Allah
adalah pengampun dan penyayang. Dan (diharamkan juga atas kamu) perempuan
perempuan yang mempunyai suami." (an-Nisa':
22- 24)
Perempuan-Perempuan Musyrik
16)
Termasuk perempuan yang haram dikawin adalah: perempuan musyrik yaitu perempuan
yang menyembah berhala, seperti orang-orang musyrik Arab dahulu dan sebagainya.
Firman
Allah:
"Jangan
kamu kawin dengan perempuan-perempuan musyrik sehingga mereka itu beriman, dan
sungguh seorang hamba perempuan yang beriman adalah lebih baik daripada seorang
perempuan musyrik sekalipun dia itu sangat mengagumkan kamu; dan jangan kamu
kawinkan anak-anak kamu (perempuan) dengan laki-laki musyrik sehingga mereka
itu beriman, dan sungguh seorang hamba laki-laki yang beriman adalah lebih baik
daripada seorang laki-laki musyrik sekalipun sangat mengagumkan kamu. Sebab
mereka itu mengajak kamu ke Neraka, sedang Allah mengajak ke Sorga dan
pengampunan dengan izinNya juga." (al-Baqarah:
221)
Ayat di
atas menjelaskan, bahwa seorang muslim laki-laki tidak dibolehkan kawin dengan
perempuan musyrik, begitu juga perempuan mu'minah tidak dibolehkan kawin dengan
laki-laki musyrik karena ada perbedaan yang sangat jauh antara kedua
kepercayaan tersebut. Di satu pihak mengajak ke sorga sedang di lain pihak
mengajak ke neraka. Di satu pihak beriman kepada Allah dan para Nabi serta hari
kiamat, sedang di lain pihak menyekutukan Allah dan ingkar kepada Nabi serta
hari kiamat.
Tujuan
perkawinan ialah untuk mencapai ketenteraman dan kasih-sayang. Sekarang
bagaimana mungkin dua segi yang kontradiksi ini akan dapat bertemu?
Kawin dengan Perempuan Ahli Kitab
Adapun
perempuan-perempuan ahli kitab baik dari kalangan Yahudi maupun Nasrani, oleh
al-Quran telah diizinkan kawin dengan mereka itu, untuk mengadakan pergaulan
dengan mereka. Dan mereka ini masih dinilai sebagai orang yang beragama samawi
sekalipun agama itu telah diubah dan diganti.
Untuk
itulah, makanannya boleh kita makan dan perempuan-perempuannya boleh kita
kawin. Seperti firman Allah:
"Makanan-makanan
ahli kitab adalah halal buat kamu begitu juga makananmu halal buat mereka.
Perempuan-perempuan mu'minah yang baik (halal buat kamu) begitu juga
perempuan-perempuan yang baik-baik dari orang-orang yang pernah diberi kitab
sebelum kamu, apabila mereka itu kamu beri maskawin, sedang kamu kawini mereka
(dengan cara yang baik) bukan berzina dan bukan kamu jadikan gundik." (al-Maidah: 5)
Ini
adalah salah satu bentuk toleransi dalam Islam yang amat jarang sekali dijumpai
taranya dalam agama-agama lain. Betapapun ahli kitab itu dinilai sebagai kufur
dan sesat, namun tokh seorang muslim masih diperkenankan, bahwa isterinya,
pengurus rumahtangganya, ketenteraman hatinya, menyerahkan rahasianya dan ibu
anak-anaknya itu dari ahli kitab dan dia masih tetap berpegang pada agamanya
juga.
Kita
katakan boleh menyerahkan rahasianya kepada isterinya dari ahli kitab itu,
karena Allah berfirman sendiri tentang masalah perkawinan dan rahasianya
sebagai berikut:
"Di
antara tanda-tanda kekuasaan Allah ialah Dia menjadikan untuk kamu dari
diri-diri kamu sendiri jodoh-jodohnya supaya kamu dapat tenang dengan jodoh itu;
dan Dia telah menjadikan di antara kamu cinta dan kasih-sayang." (ar-Rum: 21)
Di sini
ada suatu peringatan yang harus kita ketengahkan, yaitu: Bahwa seorang muslimah
yang fanatik kepada agamanya akan lebih baik daripada yang hanya menerima
warisan dari nenek-moyangnya. Karena itu Rasulullah s.a.w. mengajarkan kepada
kita tentang memilih jodoh dengan kata-kata sebagai berikut:
"Pilihlah
perempuan yang beragama, sebab kalau tidak, celakalah dirimu." (Riwayat
Bukhari)
Dengan
demikian, maka setiap muslimah betapapun keadaannya adalah lebih baik bagi
seorang muslim, daripada perempuan ahli kitab.
Kemudian
kalau seorang muslim mengkawatirkan pengaruh kepercayaan isterinya ini akan
menular kepada anak-anaknya termasuk juga pendidikannya, maka dia harus
melepaskan dirinya --dari perempuan ahli kitab tersebut-- demi menjaga agama
dan menjauhkan diri dari marabahaya. Dan kalau jumlah kaum muslimin di suatu
negara termasuk minoritas, maka yang lebih baik dan menurut pendapat yang kuat,
laki-laki muslim tidak boleh kawin dengan perempuan yang bukan muslimah. Sebab
dengan dibolehkannya mengawini perempuan-perempuan lain dalam situasi seperti
ini di mana perempuan-perempuan muslimah tidak dibolehkan kawin dengan
laki-laki lain, akan mematikan puteri-puteri Islam atau tidak sedikit dari
kalangan mereka itu yang akan terlantar. Untuk itu, maka jelas bahayanya bagi
masyarakat Islam. Dan bahaya ini baru mungkin dapat diatasi, yaitu dengan
mempersempit dan membatasi masalah perkawinan yang mubah ini sampai kepada
suatu keadaan yang mungkin.
Perempuan Muslimah Kawin dengan Laki-Laki Lain
Perempuan
muslimah tidak boleh kawin dengan laki-laki lain, baik dia itu ahli kitab
ataupun lainnya dalam situasi dan keadaan apapun. Seperti firman Allah:
"Jangan
kamu kawinkan anak-anak perempuanmu dengan laki-laki musyrik sehingga mereka
itu masuk Islam." (al-Baqarah: 221)
Dan
firman Allah tentang perempuan-perempuan mu'minah yang turut hijrah ke Madinah:
"Kalau
sudah yakin mereka itu perempuan-perempuan mu'minah, maka janganlah dikembalikan
kepada orang-orany kafir, sebab mereka itu tidak halal bayi kafir dan orang
kafir pun tidak halal buat mereka (muslimah)." (al-Mumtahinah:
10)
Dalam
ayat ini tidak ada pengecualian untuk ahli kitab. Oleh karena itu hukumnya
berlaku secara umum.
Yang boleh,
ialah laki-laki muslim kawin dengan perempuan Yahudi atau Nasrani. Bukan
sebaliknya, sebab laki-laki adalah kepala rumahtangga dan mengurus serta yang
bertanggung jawab terhadap perempuan. Sedang Islam tetap memberikan kebebasan
kepada perempuan ahli kitab untuk tetap berpegang pada agamanya sekalipun
berada di bawah kekuasaan laki-laki muslim di mana suami muslim itu harus
melmdungi hak-hak dan kehormatan isterinya menurut syariatnya (Islam). Tetapi
agama lain, misalnya Yahudi dan Nasrani, tidak memberikan kebebasan terhadap
isterinya yang berlainan agama dan tidak memberikan perlindungan terhadap
hak-hak isterinya yang berbeda agama itu. Oleh karena itu bagaimana mungkin
Islam menghancurkan masa depan puteri-puterinya dan melemparkan mereka ini di bawah
kekuasaan orang-orang yang tidak mau mengawasi agama si isteri baik secara
kekerabatan maupun secara perjanjian?
Prinsip
ini adalah justru suami berkewajiban menghormati aqidah isterinya supaya dapat
bergaul dengan baik antara keduanya. Sedang seorang mu'min juga beriman kepada
prinsip agama Yahudi dan Nasrani sebagai agama samawi --terlepas dari persoalan
perubahan-perubahan yang terdapat di dalam kedua agama tersebut-- dia juga
beriman kepada Taurat dan Injil sebagai kitab yang diturunkan Allah. Dia pun
beriman kepada Musa dan Isa sebagai utusan yang dikirim Allah, keduanya adalah
tergolong ulul azmi (yang berkedudukan tinggi). Justru itu seorang perempuan
ahli kitab yang berada di bawah kekuasaan suami muslim yang selalu menghargai
prinsip agamanya, Nabinya dan kitabnya. Bahkan tidak akan sempurna iman si
suami yang muslim itu melainkan dengan bersikap demikian. Tetapi sebaliknya,
bahwa laki-laki Yahudi dan Nasrani tidak akan mengakui terhadap Islam, kitab
Islam dan Nabinya orang Islam. Untuk itu, bagaimana mungkin seorang muslimah
dapat hidup di bawah naungan laki-laki lain, di mana agama si isteri muslimah
itu menuntut dia untuk menampakkan syiar-syiar, ibadah-ibadah dan
kewajiban-kewajiban serta menetapkan beberapa peraturan tentang halal dan
haram? Bukankah suatu hal yang mustahil, bahwa seorang muslimah akan mendapat
penghormatan terhadap aqidahnya dan agamanya tetap dilindung, sedang suaminya
itu amat benci terhadap aqidah si isteri?
Justru
itu, logislah kalau Islam mengharamkan seorang laki-laki muslim kawin dengan
perempuan animist dimana Islam itu antipati terhadap apa yang disebut syirik
dan animisme. Oleh karena itu bagaimana mungkin akan dapat diwujudkan
ketenteraman dan kasih-sayang dalam rumahtangga antara suami-isteri itu?
Mempertemukan
antara dua insan dalam situasi seperti itu, sama dengan apa yang dikatakan oleh
penyair Arab zaman dahulu, yaitu sebagai berikut:
Hai
orang yang mengawinkan Tsuraya dengan Suhail
Semoga
Allah panjangkan umurmu!
Bagaimana
mereka akan dapat bertemu?
Tsuraya
seorang Syam tidak dapat bebas
Sedang
Suhail seorang Yaman yang bebas!!!
Post a Comment