Mengenang 100 tahun Imam Syahid Hasan Al-Banna
Mengenang 100 tahun Imam Syahid Hasan Al-Banna
Mengenang seratus tahun Imam Syahid Hasan Al-Banna; kembali
kita mengingat masa hidup beliau, disaat begitu banyak peristiwa yang menerpa
dunia Islam setelah perang dunia I, dan disaat dunia Islam mengalami kemunduran
akibat jatuhnya khilafah Islamiyah, sehingga mesti ada seseorang yang lahir ke
dunia mengembalikan Islam kembali hidup dan mulia.
Saat begitu kuatnya persekongkolan yang dilakukan oleh kekuatan
jahat pemerintahan Arab dan dunia barat, hadir seorang pemuda berumur 21 tahun
yang telah banyak meneguk air sungai nil untuk menghilangkan dahaga dan
menjadikan ajaran Islam sebagai syariat dan minhajul hayah (jalan hidup),
Al-Quran sebagai hidayah. Beliau selalu menyeru “Wahai kaum kami, sesungguhnya
saya menyeru kepada kalian, bahwa Al-Quran ada ditangan kanan saya dan sunnah di
tangan kiri saya dan amal para salafussholih dari umat ini sebagai tauladan.
Kami menyeru kepada kalian untuk kembali kepada Islam; ajaran dan hidayah Islam…
Islam adalah sistem kehidupan yang komprehensif, mencakup segala aspek
kehidupan, dia merupakan negara dan bangsa, atau pemerintahan dan umat, dia
merupakan akhlak dan kekuatan atau rahmat dan keadilan, dia merupakan tsaqofah
dan qonun atau ilmu dan hukum, dia merupakan materi dan harta atau usaha dan
kekayaan, dan dia merupakan jihad dan da’wah atau prajurit dan ideologi,
sebagaimana dia merupakan akidah yang bersih dan ibadah yang benar satu sama
lainnya”.
Jadi melalui cahaya yang bersinar di ufuk mengajak untuk
mengembalikan kehidupan pada ajaran Islam yang agung, melalui tangan yang telah
digerakkan oleh pertolongan ilahi sehingga mampu mengemban beban da’wah ini dan
mengembalikan cahayanya kembali bersinar, memancarkan cahaya kesegala penjuru
dunia. Demikianlah Imam Syahid Hasan Al-Banna, lahir kedunia pada saat dan waktu
yang tepat, guna membangun kembali Islam yang telah luntur dan membina jamaah
yang beriman dan mampu mengemban da’wah yang telah diamanahkan di pundak yang
menisbatkan diri kepada da’wah.
Imam Al-Banna rahimahullah adalah figur yang telah digerakkan
oleh takdir ilahi, dibentuk oleh tarbiyah Rabbaniyah, muncul pada waktu dan
tempat yang tepat, maka sangatlah cocok ungkapan ustadz Umar At-Tilmitsani
dengan “Anugerah yang sangat berharga”. Beliau tidak pernah ragu untuk
mengenalkan dirinya: “Saya adalah seorang pelancong yang sedang mencari
kebenaran, manusia yang mencari petunjuk ditengah kerumunan manusia, rakyat yang
mengidamkan kemuliaan negaranya, kebebasan, ketenangan dan kehidupan yang
sejahtera dibawah naungan Islam yang suci, saya seorang hamba yang mengenal
tujuan hidup, lalu beliau membaca firman Allah: “Sesungguhnya shalatku,
ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah karena Allah Tuhan semesta alam, tiada
sekutu bagi-Nya dan dengan demikian Aku diperintahkan dan Aku termasuk orang
yang pertama muslim”. (Al-An’am : 162-163). Inilah saya, lalu sipakah anda?
Mengenang seratus tahun Imam Al-Banna, saat beliau masih belia,
sosok yang memiliki kecerdasan pada akal dan fikirannya, begitu besar semangat
dan ghirahnya terhadap agama. Saat beliau berumur 10 tahun tidak didapati dalam
dirinya kecuali kegigihan beliau dalam merubah segala kemungkaran yang
dilihatnya, seperti yang pernah dilakukan terhadap seorang penari telanjang yang
menari di atas perahu di sepanjang sungai nil di daerah Al-Mahmudiyah.
Begitupun kita mengenang beliau; Saat menjadi pelajar dalam
berbagai jenjangnya, beliau begitu semangat dalam mengikuti dan membentuk
Jam’iyyah (lembaga) da’wah seperti (Jam’iyah akhlak Al-adabiyah - lembaga akhlak
dan etika, Jam’iyah man’u al-muharramat - lembaga pencegah perbuatan haram,
Jam’iyah Al-ikhwan al-hashofiyah - Lembaga al-Ikhwan al-hashofiyah), kita
belajar dari beliau akan ghirah Islam yang begitu menggelora, semangat dalam
menyampaikan da’wah dan himmah (Antusias) dalam mengajak manusia pada kebajikan
dan mencegah kemungkaran.
Kita mengenang beliau; Sosok yang hidup dengan jujur karena
Allah, menunaikan janjinya bersama Allah saat mendaftarkan dirinya sebagai
tentara Allah, seperti dalam ungkapannya yang masyhur, sebagai bagian dari
impiannya: “Saya harus menjadi seorang yang mursyid (memberikan arahan) dan
muallim (memberikan pelajaran), sehingga sepanjang hari saya bisa mengajarkan
anak-anak, sementara di malam harinya saya bisa mengajarkan orang tua tentang
tujuan agama mereka, sumber kebahagiaan dan perjalanan hidup mereka. Kadang
disampaikan melalui khutbah dan kadang dengan melakukan dialog, mengarang buku,
menulis, dan juga dengan melakukan jaulah (perjalanan)”.
Kita belajar darinya akan tingginya semangat dan tujuan hidup
serta kesempurnaan dalam menunaikna apa yang dinadzarkan terhadap dirinya.
Kita semua mengenang beliau; Seorang muslim yang optimis dan
berani membusungkan dadanya sambil berkata: “Inilah saya”, Sambil menggenggam
Al-quran dan dengan suara yang tinggi beliau berseru: “Jalan yang benar adalah
dari sini”, beliau juga menyampaikan kepada seluruh manusia “Bahwa Islam adalah
sistem yang komprehensif mencakup segala aspek kehidupan, menetapkan hukum pada
setiap keadaan dan meletakkan sistem yang permanen dan teliti serta tidak pernah
berhenti sekalipun berhadapan dengan benturan-benturan dan sistem yang dlalim
dalam memberikan kebaikan kepada manusia manusia”. Kita belajar darinya sikap
optimisme yang membangun.
Mengenang seratus tahun Imam Al-Banna, sosok yang beriman
kepada Allah dan memiliki keyakinan yang penuh akan pembelaan dan dukungan
Rabb-nya, beliau menyeru: “Serukanlah kepada kami karena sesungguhnya kami
membawa suatu kebaikan, kumpulkanlah kepada kami manusia maka akan kami bacakan
kepada mereka dzikir, kami akan menjadi dokter bagi yang sakit, akan diam
teliang penduduk dunia jika tidak mendengar semboyan kami; “Allah adalah tujuan
kami, Rasul adalah pemimpin kami, Al-Quran dustur kami, jihad adalah jalan hidup
kami, mati di jalan Allah adalah cita-cita tertinggi kami…” Kita belajar dari
azzam (semangat) dari seorang pemuda yang beriman yang tidak merasa lemah,
keyakinannya sangat tinggi dalam jiwanya, agamanya, dakwahnya dan kesiapan
dirinya untuk berkorban dijalan da’wah yang diembannya.
Mengenang seratus tahun imam Syahid Hasan Al-Banna; sosok yang
begitu berani menyerukan tujuan ideologinya: “Mencetak generasi baru yang
beriman kepada ajaran-ajaran Islam yang benar, siap bekerja dalam melakukan
perbaikan pada umat dengan shibgah al-islamiyah (celupan islam) yang
komprehensif dalam segala aspek kehidupan”. “Shibgoh Allah, dan adakah shibghoh
yang lebih baik dari shibgoh Allah ?” (Al-Baqoroh : 138). Beliau berhasil
menyelamatkan umat Islam dari penyimpangan, menyambungkan lisannya dan
menyemburkan ruhnya kepada murid-muridnya, dan dengan gambalang beliau berkata
kepada mereka: “Ruh yang berjalan dihati umat ini yang hidup dengan Al-Quran,
cahaya yang bersinar hingga menembus kegelapan materi melalui ma’rifah Allah
swt, suara yang bergema meninggikan dakwah Rasulullah saw… Kita belajar darinya
akan terangnya tujuan dan status serta benarnya petunjuk jalan.
Mengenang beliau; Seorang imam (pemimpin) yang sangat
mengagumkan, di bumi Mesir beliau mampu menembus jalan hingga berpuluh-puluh
kota besar dan beribu desa, berbicara kepada setiap manusia paling sedikit tiga
ribu desa, beliau menanamkan benih cinta melalui senyuman dan kasih sayang,
memberikan keyakinan yang memuaskan dan menyejukkan, menghindar silang pendapat
dan menolak perdebatan dan memberikan komentar dengan gamblang bukan dengan
fenomena, mendahulukan yang lebih penting dari yang penting… Namun sebelum dan
sesudahnya beliau selalu menekankan akan pentingnya taqwa kepada Allah dan
bersiap diri untuk bertemu dengan-Nya, beliau selalu menyeru : “Bahwa fana dalam
kebenaran merupakan kunci kekekalan”. .. Kita belajar darinya usaha yang terus
menerus untuk menyebarkan da’wah dan risalah, dan tidak kekalnya jiwa dari
ajalnya.
Mengenang seratus tahun Imam Al-Banna; Pendiri dua ribu cabang
di berbagai desa di penjuru Mesir, pada tiap cabang didirikan sekolah untuk
menanamkan kebangsaan dan jihad, amal shalih dan dakwah, beliau menghidupkan
kepahlawanan dan keberanian, membuka wawasan terhadap hakikat yang terjadi
didunia politik, membina generasi baru yang memliki kesemangatan kebangsaan dan
memiliki kesiapan untuk mengorbankan jiwanya dan hartanya dan segala apa yang
dimilikinya guna mempertahankan negara dan kehormatan dirinya.
Mengenang seratus tahun Imam Al-Banna; sosok yang memberikan
gambaran kepada kita tentang pengikutnya: “Mata mereka terus bangun hingga larut
sementara manusia terlelap dalam tidurnya, jiwa mereka sibuk sementara yang
lainnya dalam keadaan lalai, salah seorang dari mereka duduk di perpustakaannya
hingga larut malam terus bekerja dan berjuang, menjadi mufakkir dan mujaddid,
terus berjalan selama sebulan sepanjang hidupnya, sehingga saat berada
dipenghujung bulan dijadikan tempat kembalinya adalah untuk jamaah, dikeluarkan
hartanya untuk merealisasikan tujuannya, lisannya berbicara untuk membangunkan
umatnya yang lengah akan pengorbanannya. “Saya tidak berharap kepada kalian
upah, karena tidak ada yang aku harapkan kecuali ganjaran dari Allah”. (Hud :
29).. Kita belajar darinya usaha yang sempurna terhadap dakwah dan permasalan
umat.
Mengenang Imam Syahid Hasan Al-Banna saat beliau berpidato:
“bahwa Umat yang baik dalam mempersiapakan kematian, mengetahui bagaimana
menggapai kematian yang mulia, maka Allah anugerahkan kepadanya kehidupan yang
mulia di dunia dan kenikmaatan yang kekal di akhirat, maka persiapkanlah diri
kalian untuk menyongsong hari yang agung, bersegeralah dalam menyambut kematian
sehingga jiwa kalian akan hidup, dan ketahuilah bahwa kematian merupakan suatu
kepastian, dan tidak akan terjadi kematian kecuali hanya sekali, jika anda
membuatnya berada di jalan Allah maka hal tersebut merupakan keberuntungan
didunia dan ganjaran di akhirat”. Kita belajar darinya bagaimana hakikat
berkorban dan berdakwah dijalan Allah .
Saudaraku yang tercinta…
Seratus tahun telah berlalu kelahiran pemimpin kita, namun
sosok dakwahnya masih tetap menggetarkan dunia, para pembela dakwah dan
ideologinya dan juga para penentangnya, semuanya melihat seperti burung elang
yang terbang diatas langit menembus angin topan, para pengikut dakwahnya masih
terus bergerak di setiap tempat, dakwah yang menembus hingga 90 negara di dunia,
hingga menjadi tandhim Islam yang membawa ideologi, menyeru dan membina manusia
menuju Allah, untaian hikmah beliau masih terus bergema dan selalu diulang di
tengah-tengah kita, beliau selalu menyerukan kepada pendukung dan penentangnya:
“Kami akan memerangi manusia dengan cinta”. Memberikan arahan akan tabiat
perjuangan dan jalan yang sebenarnya: “Bahwa perjuangan kita adalah perjuangan
tarbiyah (pembinaan)”. Guna menebar benih cinta dan tarbiyah dalam dakwah,
keduanya merupakan rahasia keberlangsungan dakwah sekalipun angin topan
menerpanya.
Post a Comment