Tinggalkan Tempat Persidangan Arak
Tinggalkan Tempat Persidangan Arak
Berdasar sunnah Nabi, orang Islam diharuskan meninggalkan tempat
persidangan arak, termasuk juga berduduk-duduk dengan orang yang sedang minum
arak.
Diriwayatkan dari Umar r.a. bahwa dia pernah mendengar Rasulullah s,a.w.
bersabda:
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah duduk
pada suatu hidangan yang padanya diedarkan arak." (Riwayat Ahmad)
Setiap muslim diperintah untuk menghentikan kemungkaran kalau
menyaksikannya. Tetapi kalau tidak mampu dia harus menyingkir dan menjaga
masyarakat dan keluarganya.
Dalam salah satu kisah diceriterakan, bahwa Khalifah Umar bin Abdul Aziz
pernah mendera orang-orang yang minum arak dan yang ikut menyaksikan
persidangan mereka itu, sekalipun orang yang menyaksikan itu tidak turut minum
bersama mereka.
Dan diriwayatkan pula, bahwa pernah ada suatu kaum yang diadukan kepadanya
karena minum arak, kemudian beliau memerintahkan agar semuanya didera. Lantas
ada orang yang berkata: 'Bahwa di antara mereka itu ada yang berpuasa.' Maka jawab Umar: 'Dera dulu dia!'
Apakah kamu tidak mendengarkan firman Allah yang mengatakan;
"Sungguh Allah telah menurunkan kepadamu dalam al-Ouran, bahwa apabila
kamu mendengar ayat-ayat Allah ditentangnya dan diejeknya. Oleh karena itu jangan
kamu duduk bersama mereka, sehingga mereka itu tenggelam dalam omongan lain,
sebab sesungguhnya kamu kalau demikian keadaannya adalah sama dengan
mereka." (an-Nisa': 140)
Khamar Adalah Penyakit Bukan Obat
Dengan nas-nas yang jelas, maka Islam dengan gigih memberantas arak dan
menjauhkan umat Islam dari arak, serta dibuatnya suatu pagar antara umat Islam
dan arak itu. Tidak ada satupun pintu yang terbuka, betapapun sempitnya pintu
itu, buat meraihnya.
Tidak seorang Islam pun yang diperkenankan minum arak walaupun hanya
sedikit. Tidak juga diperkenankan untuk menjual, membeli, menghadiahkan ataupun
membuatnya. Disamping itu tidak pula diperkenankan menyimpan di tokonya atau di
rumahnya. Termasuk juga dilarang menghidangkan arak dalam perayaan-perayaan,
baik kepada orang Islam ataupun kepada orang lain. Juga dilarang mencampurkan
arak pada makanan ataupun minuman.
Tinggal ada satu segi yang sering oleh sementara orang ditanyakan, yaitu
tentang arak dipakai untuk berobat Dalam hal ini Rasulullah s.a.w. pernah
menjawab kepada orang yang bertanya tentang hukum arak. Lantas Nabi menjawab:
Dilarang! Kata laki-laki itu kemudian: "Innama nashna'uha liddawa' (kami
hanya pakai untuk berobat).
Maka jawab Nabi selanjutnya:
"Arak itu bukan obat, tetapi penyakit." (Riwayat Muslim, Ahmad, Abu Daud dan
Tarmizi)
Dan sabdanya pula:
Sesungguhnya Allah
telah menurunkan penyakit dan obat, dan menjadikan untuk kamu bahwa tiap
penyakit ada obatnya, oleh karena itu berobatlah, tetapi jangan berobat dengan
yang haram." (Riwayat Abu Daud)
Dan Ibnu Mas'ud pernah
juga mengatakan perihal minuman yang memabukkan: "Sesungguhnya Allah tidak
menjadikan kesembuhanmu dengan sesuatu yang Ia haramkan atas kamu."
(Riwayat Bukhari).
Memang tidak
mengherankan kalau Islam melarang berobat dengan arak dan benda-benda lain yang
diharamkannya, sebab diharamkannya sesuatu, sesuai dengan analisa Ibnul Qayim,
mengharuskan untuk dijauhi selamanya dengan jalan apapun. Maka kalau arak
itu boleh dipakai untuk berobat, berarti ada suatu anjuran supaya mencintai dan
menggunakan arak itu. Ini jelas berlawanan dengan apa yang dimaksud oleh
syara'.
Selanjutnya kata Ibnul Qayim: Membolehkan berobat dengan arak, lebih-lebih
bagi jiwa yang ada kecenderungan terhadap arak, akan cukup menarik orang untuk
meminumnya demi memenuhi selera dan untuk bersenang-senang, terutama orang yang
mengerti akan manfaatnya arak dan dianggapnya dapat menghilangkan sakitnya,
maka pasti dia akan menggunakan arak guna kesembuhan penyakitnya itu.
Sebenarnya obat-obat yang haram itu tidak lebih hanya kira-kira saja dapat
menyembuhkan.
Ibnul Qayim memperingatkan juga yang ditinjau dari segi kejiwaan, ia
mengatakan: "Bahwa syaratnya sembuh dari penyakit haruslah berobat yang
dapat diterima akal, dan yakin akan manfaatnya obat itu serta adanya barakah
kesembuhan yang dibuatnya oleh Allah. Sedang dalam hal ini telah dimaklumi,
bahwa setiap muslim sudah berkeyakinan akan haramnya arak, yang karena
keyakinannya ini dapat mencegah orang Islam untuk mempercayai kemanfaatan dan
barakahnya arak itu, dan tidak bisa jadi seorang muslim dengan keyakinannya
semacam itu untuk berhusnundz-dzan (beranggapan baik) terhadap arak dan
dianggapnya sebagai obat yang dapat diterima akal. Bahkan makin tingginya iman
seseorang, makin besar pula kebenciannya terhadap arak dan makin tidak baik
keyakinannya terhadap arak itu. Sebab kepribadian seorang muslim harus membenci
arak. Kalau demikian halnya, arak adalah penyakit, bukan obat."10
Walaupun demikian, kalau sampai terjadi keadaan darurat, maka darurat itu
dalam pandangan syariat Islam ada hukumnya tersendiri.
Oleh karena itu, kalau seandainya arak atau obat yang dicampur dengan arak
itu dapat dinyatakan sebagai obat untuk sesuatu penyakit yang sangat mengancam
kehidupan manusia, dimana tidak ada obat lainnya kecuali arak, dan saya sendiri
percaya hal itu tidak akan terjadi, dan setelah mendapat pengesahan dari dokter
muslim yang mahir dalam ilmu kedokteran dan mempunyai jiwa semangat (ghirah)
terhadap agama, maka dalam keadaan demikian berdasar kaidah agama yang selalu
membuat kemudahan dan menghilangkan beban yang berat, maka berobat dengan arak
tidaklah dilarang, dengan syarat dalam batas seminimal mungkin.
Sesuai dengan firman Allah:
"Barangsiapa terpaksa dengan tidak sengaja dan tidak melewati batas
maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun dan Maha Belas-kasih." (al-An'am: 145)
Narkotik
Al-KHAMRU maa khaamaral aqla (arak ialah semua bahan yang dapat menutupi
akal), suatu ungkapan yang pernah dikatakan oleh Umar Ibnul-Khattab dari atas
mimbar Rasulullah s.a.w. Kalimat ini memberikan pengertian yang tajam sekali
tentang apa yang dimaksud arak itu. Sehingga dengan demikian tidak banyak lagi
pertanyaan-pertanyaan dan kesamaran.
Demikianlah, maka setiap yang dapat mengganggu fikiran dan mengeluarkan
akal dari tabiatnya yang sebenarnya, adalah disebut arak yang dengan tegas
telah diharamkan Allah dan Rasul sampai hari kiamat nanti.
Dari itu pula, semua bahan yang kini dikenal dengan nama narkotik, seperti
ganja, marijuana dan sebagainya yang sudah terkenal pengaruhnya terhadap
perasaan dan akal fikiran, sehingga yang jauh menjadi dekat dan yang dekat
menjadi jauh, dapat melupakan suatu kenyataan, dapat mengkhayal yang tidak akan
terjadi dan orang bisa tenggelam dalam mimpi dan lamunan yang bukan-bukan. Orang
yang minum bahan ini dapat melupakan dirinya, agamanya dan dunianya serta
tenggelam dalam lembah khayal.
Ini, belum lagi apa yang akan terjadi pada tubuh manusia, bahwa narkotik
dapat melumpuhkan anggota tubuh manusia dan menurunkan kesehatan.
Lebih dari itu, narkotik dapat mengganggu kemurnian jiwa, dan menghancurkan
moral, meruntuhkan iradah dan melemahkan perasaan untuk melaksanakan kewajiban
yang oleh pecandu-pecandu dijadikan sebagai alat untuk meracuni tubuh
masyarakat.
Dibalik itu semua, narkotik dapat menghabiskan uang dan merobohkan
rumahtangga. Uang yang dipakai untuk membeli bahan tersebut adalah standard
rumahtangga yang mungkin juga oleh pecandu-pecandu narkotik akan diambilnya
dari harta standard hidup anak-anaknya; dan mungkin juga dia akan berbelok ke
suatu jalan yang tidak baik justru untuk mengambil keuntungan dari penjualan
narkotik.
Kalau di atas telah kita sebutkan bahwa perbuatan haram itu dapat membawa
kepada keburukan dan bahaya, maka bagi kita sudah cukup jelas tentang haramnya
bahan yang amat jelek ini, yang tidak diragukan lagi bahayanya terhadap
kesehatan, jiwa, moral, masyarakat dan perekonomian.
Haramnya narkotik ini telah disepakati oleh ahli-ahli fiqih yang pada
zamannya dikenal dengan nama alkhabaits (yang jelek-jelek).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam tinjauannya, mengatakan: "Ganja
(hasyisy) adalah bahan yang haram, baik orang yang merasakan itu mabuk ataupun
tidak ... Hasyisy ini selalu dipakai oleh orang-orang jahat, karena di dalamnya
mengandung unsur-unsur yang memabukkan dan menyenangkan. Biasanya dicampur
dengan minuman-minuman yang memabukkan.
Bedanya hasyisy dengan arak, bahwa arak dapat menimbulkan suatu reaksi dan
pertentangan. Tetapi hasyisy dapat menimbulkan suatu krisis dan kelemahan.
Justru itu dia dapat merusak fikiran dan membuka pintu syahwat serta hilangnya
perasaan semangat (ghirah). Justru itu dia lebih berbahaya daripada minuman
keras.
Ini sudah pernah terjadi di kalangan orang-orang Tartar.
Dan bagi yang merasakannya, sedikit ataupun banyak didera 80 atau 40 kali.
Barangsiapa yang dengan terang-terangan merasakan hasyisy ini dia akan
ditempatkan sebagaimana halnya orang yang terang-terangan minum arak, dan dalam
beberapa hal lebih buruk daripada arak. Untuk itu dia akan dikenakan hukuman
sebagaimana hukuman yang berlaku bagi peminum arak."
Kata Ibnu Taimiyah selanjutnya: "Menurut kaidah syara', semua barang
haram yang dapat mengganggu jiwa seperti arak, zina dan sebagainya dikenakan
hukum had (hukuman tindak kriminal), sedang yang tidak mengganggu jiwa seperti
makan bangkai dikenakan tindakan ta'zir.11
Sedang hasyisy termasuk bahan yang barangsiapa merasakannya berat untuk mau
berhenti. Hukum haramnya telah ditegaskan dalam al-Quran dan Sunnah
terhadap orang yang merasakannya sebagaimana makan makanan lainnya."12
2.1.20.1 Setiap yang Berbahaya Dimakan atau Diminum, Tetap Haram
Di sini ada suatu
kaidah yang menyeluruh dan telah diakuinya dalam syariat Islam, yaitu bahwa
setiap muslim tidak diperkenankan makan atau minum sesuatu yang dapat membunuh,
lambat ataupun cepat, misalnya racun dengan segala macamnya; atau sesuatu yang
membahayakan termasuk makan atau minum yang terlalu banyak yang menyebabkan
sakit. Sebab seorang muslim itu bukan menjadi milik dirinya
sendiri, tetapi dia adalah milik agama dan umatnya. Hidupnya, kesehatannya,
hartanya dan seluruh nikmat yang diberikan Allah kepadanya adalah sebagai
barang titipan (amanat). Oleh karena itu dia tidak boleh meneledorkan amanat
itu.
Firman Allah:
"Janganlah kamu membunuh diri-diri kamu, karena sesungguhnya Allah
Maha Belas-kasih kepadamu." (an-Nisa': 29)
"Jangan kamu mencampakkan diri-diri kamu kepada kebinasaan." (al-Baqarah: 195)
Dan Rasulullah s.a.w. pun bersabda:
"Tidak boleh membuat bahaya dan membalas bahaya." (Riwayat Ahmad
dan Ibnu Majah)
Sesuai dengan kaidah ini, maka kami berpendapat: sesungguhnya rokok
(tembakau) selama hal itu dinyatakan membahayakan, maka menghisap rokok
hukumnya adalah haram. Lebih-lebih kalau dokter spesialis sudah menetapkan hal
tersebut kepada seseorang tertentu.
Kalaupun toh ditakdirkan tidak jelas bahayanya terhadap kesehatan
seseorang, tetapi yang jelas adalah membuang-buang uang untuk sesuatu yang
tidak bermanfaat, baik untuk agama ataupun untuk urusan dunia. Sedang dalam
hadisnya dengan tegas Rasulullah s.a.w. melarang membuang-buang harta.
Larangan ini dapat diperkuat lagi, kalau ternyata harta tersebut amat
dibutuhkan untuk dirinya sendiri, atau keluarganya.
11. Ta'zir
adalah suatu hukuman yang sifatnya untuk mendidik karena perbuatan dosa yang
tidak ada ketentuan hukumannys. (Lihat: Tasyri'ul Jinai oleh A. Qadir Audeh,
juz 1:685).
12. Fatawa
Ibnu Taimiyah 4:262.
Post a Comment