Hari Raya Iedul Qurban : Memperkuat Ikatan Tauhid
Hari Raya Iedul Qurban : Memperkuat Ikatan Tauhid
Tanggal 10 Dzulhijjah adalah satu dari dua hari raya umat Islam, dikenal dengan sebutan hari raya Idul Adha atau Idul Kurban. Selain shalat Idul Adha, pada hari itu umat Islam melakukan ibadah kurban. Ibadah yang sangat dianjurkan ini berawal dari kisah penyembelihan Ismail oleh ayahnya, Ibrahim AS. Peristiwa spektakuler tersebut kemudian diabadikan Allah SWT dalam Alquran surat Shaffat [37] ayat 102-109, sebagai 'ibrah bagi kita.
Tanggal 10 Dzulhijjah adalah satu dari dua hari raya umat Islam, dikenal dengan sebutan hari raya Idul Adha atau Idul Kurban. Selain shalat Idul Adha, pada hari itu umat Islam melakukan ibadah kurban. Ibadah yang sangat dianjurkan ini berawal dari kisah penyembelihan Ismail oleh ayahnya, Ibrahim AS. Peristiwa spektakuler tersebut kemudian diabadikan Allah SWT dalam Alquran surat Shaffat [37] ayat 102-109, sebagai 'ibrah bagi kita.
Peristiwa ini memberikan kesan yang mendalam bagi kita. Nabi
Ibrahim telah menunggu lahirnya seorang anak selama lebih dari delapan puluh
tahun. Hingga ketika usianya telah lanjut Allah SWT mengaruniakan seorang anak
yang alim, Ismail.
Penantian yang begitu lama ternyata berakhir sudah. Kebahagiaan yang dirasakannya sangat luar biasa. Akan tetapi sejak itu ia diuji dengan berbagai cobaan. Dimulai ketika ia diminta Sarah menjauhkan Ismail dan ibunya dari rumahnya. Kemudian setelah dipenuhi permintaannya, anaknya yang sudah beranjak dewasa harus disembelih atas perintah Allah SWT yang disampaikan lewat mimpi.
Penantian yang begitu lama ternyata berakhir sudah. Kebahagiaan yang dirasakannya sangat luar biasa. Akan tetapi sejak itu ia diuji dengan berbagai cobaan. Dimulai ketika ia diminta Sarah menjauhkan Ismail dan ibunya dari rumahnya. Kemudian setelah dipenuhi permintaannya, anaknya yang sudah beranjak dewasa harus disembelih atas perintah Allah SWT yang disampaikan lewat mimpi.
Awalnya ia tidak percaya, sehingga mimpi itu terulang sampai
tiga kali. Ayah mana yang tega menyembelih anaknya sendiri. Ia harus memilih
perintah Allah SWT atau mempertahankan anaknya dengan konsekuensi mengabaikan
perintah Allah SWT. Akhirnya dengan ketaatan yang tinggi, perintah Allah
dilaksanakan. Subhanallah.
Ketaatan dan kepasrahan
Ketaatan yang ditunjukkan oleh ayah dan anak tersebut merupakan
puncak kecintaannya kepada Allah SWT. Beliau lebih mencintai Allah SWT daripada
yang lain, termasuk darah dagingnya sendiri. Kecintaan ini tumbuh berawal dari
keyakinan yang kuat bahwa hidup diserahkan semuanya untuk Allah SWT. Apapun yang
ia miliki digunakan hanya bagi Allah saja. Apapun yang ia lakukan hanya demi
Allah semata.
Keyakinan menjadi kuat tatkala dilandasi dengan pengetahuan,
bukan emosi belaka. Alquran menceritakan bagaimana penjelajahan Ibrahim
menemukan Tuhan. Alquran mengabadikan kisah pencarian tersebut, "Dan demikianlah
Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan di langit dan bumi dan
agar dia termasuk orang yang yakin Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah
bintang dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia
berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam." Kemudian tatkala dia melihat
bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam,
dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku,
pastilah aku termasuk orang yang sesat." Kemudian tatkala ia melihat matahari
terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar". Maka tatkala
matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri
dari apa yang kamu persekutukan" (QS Al An'am [6]:75-78).
Hingga akhirnya ia berkesimpulan bahwa Tuhan yang patut
disembah adalah Tuhan pencipta seluruh alam. Hanya keyakinan yang berlandaskan
pengetahuanlah yang akan membuat hati seseorang menjadi mantap. Keyakinan
seperti inilah yang akan menumbuhkan kecintaan.
Seperti ayahnya, Ismail pun pasrah dengan perintah menyembelih
dirinya. Asalkan benar-benar perintah Allah, ia mau melakukannya. Ia berkata,
"Wahai ayahku, laksanakanlah apa yang diperintahkan (oleh Allah) kepadamu, kau
akan mendapatkanku insya Allah termasuk orang-orang yang sabar". Kepasrahan luar
biasa yang ditunjukkan seorang remaja.
Mereka berdua telah memperlihatkan bahwa Allah di atas
segala-galanya. Kecintaan pada anak dan ayah tidak boleh menghalangi ketaatan
kepada Allah. Wajarlah kiranya kalau Allah menjadikan Ibrahim sebagai model yang
patut kita teladani, Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada
Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia (QS Al Mumtahanah [60]:4)
Hakikat keterikatan
Ibrahim dan Ismail mengajarkan bahwa keterikatan yang paling
agung adalah keterikatan kepada Allah SWT. Dialah yang menghidupkan kita,
memelihara dan memberi segalanya agar kita bisa hidup. Sudah selayaknya hati
kita ikatkan kepada Allah SWT. Sehingga Dialah segala-galanya.
Semua kehendak-Nya harus menjadi kehendak kita. Apapun selain
Dia harus berada di bawah-Nya. Harta, pasangan hidup, anak dan jabatan harus
tunduk terhadap kehendak-Nya. Ketika ini sudah terjadi, maka kita telah menjadi
manusia yang benar-benar merdeka.
Seluruh ritual ibadah bermuara kepada pemurnian ikatan. Pada
setiap ibadah kita dibiasakan untuk berniat terlebih dahulu dengan niat yang
ditujukan hanya kepada Allah. Kemudian kita dituntun untuk belajar memfokuskan
semua aktivitas dengan melupakan selain Allah. Kita juga dilatih untuk sering
menyebut asma Allah. Itu semua adalah latihan-latihan yang dapat mengikatkan dan
memperkuat ikatan diri kepada Allah.
Setiap latihan butuh pengorbanan, paling tidak pengorbanan
perasaan, waktu dan tenaga. Inilah yang ditunjukkan oleh Ibrahim dan Ismail.
Post a Comment