Qurban dan Kemanusiaan
Qurban dan Kemanusiaan
Qurban, untuk selanjutnya di-EYD-kan menjadi kurban, dihubungkan dengan
kemanusiaan tetap menjadi aktual. Pertama kali dimunculkan sebagai thema
khuthbah yang saya sampaikan di Lapangan IKIP (kampus lama) pada 10 Dzulhijjah
1400 (19 Oktober 1980). Ini adalah hasil renungan/pengolahan akal untuk dapat
memahami dengan baik apa yang menjadi dasar keimanan.
Yaitu pertanyaan filosofis tentang hikmah apa yang terkandung yang harus
disimak yang tersirat di belakang perintah Allah kepada Nabi Ibrahim AS untuk
menyembelih anak sulungnya dan hakekat makna penggnntian Ismail dengan domba.
Kedua kalinya dimunculkan pula 7 tahun kemudian, 10 Dzulhijjah 1407 (1987) dalam
khuthbah saya di Lapangan Karebosi, Makassar, dan yang ketiga kalinya dalam
tahun ini 1412 (1992) di 2 tempat, yaitu di Lapangan Karebosi oleh khathib DR
Umar Syihab dan di komplex AURI Mandai tempat saya membaca khuthbah tahun ini.
Marilah kita mulai dengan puisi di bawah ini.
I
know that I hung on the windy tree
For nine whole nigths
Wounded with the spear dedicated to Odin
Myself to Myself
For nine whole nigths
Wounded with the spear dedicated to Odin
Myself to Myself
Puisi ini menggambarkan suatu suasana upacara kurban bangsa Viking.
Dahulu bangsa ini mendiami jazirah Skandinavia, bangsa pelaut ulung yang
menemukan benua Amerika berabad-abad sebelum Columbus lahir di dunia. Bangsa
Viking menyembah Odin, dewa perang. Sambil memegang pedang dalam keadaan sekarat
menyeru nama Odin, agar supaya dapat masuk ke dalam Valhalla yang disediakan
Odin, demikian keyakinan mereka. Bangsa ini melakukan upacara kurban dengan
mengikatkan atau menggantung kurban pada pohon yang suci yang selalu digoyang
angin. Kemudian kurban ditusuk dengan tombak. Kurban itu bukan binatang
sembelihan, melainkan berupa manusia, seorang pendeta yang dianggap titisan
Odin. Jadi terjadi hal yang unik dalam upacara ini, yaitu titisan Odin
dipersembahkan kepada Odin. Myself to Myself. Tujuan upacara kurban menurut
bangsa Viking itu ialah untuk mencuci dan menebus dosa manusia. Darah kurban
merupakan suatu yang sakral. Inilah sacrifice.
Huitzilpochtli adalah seorang dewa yang menjelmakan dirinya dalam wujud
matahari. Dewa ini adalah dewa bangsa Aztec, penduduk asli Mexico. Pekerjaan
Huitzilpochtli adalah bertempur terus menerus dengan dewa Malam, dewa
Bintang-bintang dan dewi Bulan. Hasil pertempuran itu selalu seri yang berwujud
dalam fenomena alam yaitu siang dan malam. Pada waktu Huitzilpochtli menang
terjadilah siang, dan waktu lawan-lawannya menang terjadilah malam. Karena
Huitzilpochtli dikeroyok, kekuatan lama-kelamaan akan tidak seimbang, dan
akhirnya akan kalah. Dan itu berarti terjadinya malam tersu- menerus. Untuk itu
bangsa Aztec harus membantunya, agar tetap tegar bertempur melawan
musuh-musuhnya. Caranya membantu Huitzilpochtli ialah dengan menyuguhkan jantung
manusia. Inilah offering, persembahan.
Bukan hanya bangsa Viking dan Aztec yang berkurban manusia, tetapi juga
bangsa-bangsa penyembah berhala di sekitar tempat bermukin Nabi Ibrahim AS.
Bangsa Kan'an melakukan upacara kurban dengan mempersembahkan bayi-bayi kepada
dewa Ba'al. Bangsa Mesir melemparkan gadis-gadis perawan ke pada dewi s.Nil
dalam upacara kurban mereka. Bahkan kebiasaan paganism ini masih dijalankan di
Mesir hingga datangnya pasukan dari Madinah dengan panglimanya, Amr ibn Al Ash,
atas permintaan Muqauqis al'Azhimi lQibth (Pembesar Copti), agar Mesir
dilepaskan dari penjajahan Romawi.
***
Di
bawah ini akan diinformasikan dialog Nabi Ibrahim AS dengan anak sulungnya,
yaitu dalam S. Ash Shaffaat 102):
Falamma balagha ma'ahu ssa'ya qala ya bunayya inni ara filmanami anni
adzbahuka fanzhur madza tara, qala ya abati if'al ma tu'maru, satajadani insya
Allah mina shshabirien, artinya, ketika putra itu sudah balig dan telah sanggup
membantu bekerja, berkatalah Ibrahim: Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam
tidurku bahwa aku menyembelihmu, maka bagaimanakah pendapatmu mengenai hal ini.
Sang anak menjawab: Hai ayah, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu,
engkau akan mendapati aku, insya Allah termasuk golongan orang yang tabah.
Inilah kampanye dialogis yang menghasilkan kesepakatan kesediaan
melaksanakan perintah Allah dengan sikap disiplin berasaskan keikhlasan. Lalu
buat apa Allah menggantikan Ismail dengan bi dzibhin 'atzhiem seekor binatang
sembelihan yang besar. Bagi Allah tidak ada masalah, Dia Maha Kuasa, Bagi Nabi
Ibrahim AS sudah ilkhlas menyembelih dan Ismail juga sudah ikhlas disembelih.
Yaitu untuk memberikan penekanan, penggaris bawahan, perbedaan antara
agama-agama kebudayaan penyembah berhala dan dewa-dewa dengan agama wahyu, tidak
boleh menyembelih, membunuh manusia. Upacara kurban bukanlah suatu yang sakral
(sacrifice), bukanlah suatu sesajen (offering)
Inilah makna kurban dan kemanusiaan. Dalam membangun dunia ini dan
membina kebudayaan dan peradaban ummat manusia, hendaklah senantiasa menjunjung
tinggi nilai kemanusiaan. Apa arti pembangunan jika harga pembayarannya, berupa
pembunuhan kepribadian manusia, memperkosa hak asasi manusia, menzalimi manusia.
Pembangunan harus difokuskan kepada manusia. Maka dalam kontex inilah kita
meresapkan hakikat Pembangunan Nasional: Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya
dan pembangunan masyarakat Indonesia, seperti tercantum dalam Garis-Garis Besar
Haluan Negara. harus berfokus kepada manusia. WaLlahu a'lamu bishshawab.
Qurban, untuk selanjutnya di-EYD-kan menjadi kurban, dihubungkan dengan
kemanusiaan tetap menjadi aktual. Pertama kali dimunculkan sebagai thema
khuthbah yang saya sampaikan di Lapangan IKIP (kampus lama) pada 10 Dzulhijjah
1400 (19 Oktober 1980). Ini adalah hasil renungan/pengolahan akal untuk dapat
memahami dengan baik apa yang menjadi dasar keimanan.
Yaitu pertanyaan filosofis tentang hikmah apa yang terkandung yang harus
disimak yang tersirat di belakang perintah Allah kepada Nabi Ibrahim AS untuk
menyembelih anak sulungnya dan hakekat makna penggnntian Ismail dengan domba.
Kedua kalinya dimunculkan pula 7 tahun kemudian, 10 Dzulhijjah 1407 (1987) dalam
khuthbah saya di Lapangan Karebosi, Makassar, dan yang ketiga kalinya dalam
tahun ini 1412 (1992) di 2 tempat, yaitu di Lapangan Karebosi oleh khathib DR
Umar Syihab dan di komplex AURI Mandai tempat saya membaca khuthbah tahun ini.
Marilah kita mulai dengan puisi di bawah ini.
I
know that I hung on the windy tree
For nine whole nigths
Wounded with the spear dedicated to Odin
Myself to Myself
For nine whole nigths
Wounded with the spear dedicated to Odin
Myself to Myself
Puisi ini menggambarkan suatu suasana upacara kurban bangsa Viking.
Dahulu bangsa ini mendiami jazirah Skandinavia, bangsa pelaut ulung yang
menemukan benua Amerika berabad-abad sebelum Columbus lahir di dunia. Bangsa
Viking menyembah Odin, dewa perang. Sambil memegang pedang dalam keadaan sekarat
menyeru nama Odin, agar supaya dapat masuk ke dalam Valhalla yang disediakan
Odin, demikian keyakinan mereka. Bangsa ini melakukan upacara kurban dengan
mengikatkan atau menggantung kurban pada pohon yang suci yang selalu digoyang
angin. Kemudian kurban ditusuk dengan tombak. Kurban itu bukan binatang
sembelihan, melainkan berupa manusia, seorang pendeta yang dianggap titisan
Odin. Jadi terjadi hal yang unik dalam upacara ini, yaitu titisan Odin
dipersembahkan kepada Odin. Myself to Myself. Tujuan upacara kurban menurut
bangsa Viking itu ialah untuk mencuci dan menebus dosa manusia. Darah kurban
merupakan suatu yang sakral. Inilah sacrifice.
Huitzilpochtli adalah seorang dewa yang menjelmakan dirinya dalam wujud
matahari. Dewa ini adalah dewa bangsa Aztec, penduduk asli Mexico. Pekerjaan
Huitzilpochtli adalah bertempur terus menerus dengan dewa Malam, dewa
Bintang-bintang dan dewi Bulan. Hasil pertempuran itu selalu seri yang berwujud
dalam fenomena alam yaitu siang dan malam. Pada waktu Huitzilpochtli menang
terjadilah siang, dan waktu lawan-lawannya menang terjadilah malam. Karena
Huitzilpochtli dikeroyok, kekuatan lama-kelamaan akan tidak seimbang, dan
akhirnya akan kalah. Dan itu berarti terjadinya malam tersu- menerus. Untuk itu
bangsa Aztec harus membantunya, agar tetap tegar bertempur melawan
musuh-musuhnya. Caranya membantu Huitzilpochtli ialah dengan menyuguhkan jantung
manusia. Inilah offering, persembahan.
Bukan hanya bangsa Viking dan Aztec yang berkurban manusia, tetapi juga
bangsa-bangsa penyembah berhala di sekitar tempat bermukin Nabi Ibrahim AS.
Bangsa Kan'an melakukan upacara kurban dengan mempersembahkan bayi-bayi kepada
dewa Ba'al. Bangsa Mesir melemparkan gadis-gadis perawan ke pada dewi s.Nil
dalam upacara kurban mereka. Bahkan kebiasaan paganism ini masih dijalankan di
Mesir hingga datangnya pasukan dari Madinah dengan panglimanya, Amr ibn Al Ash,
atas permintaan Muqauqis al'Azhimi lQibth (Pembesar Copti), agar Mesir
dilepaskan dari penjajahan Romawi.
***
Di
bawah ini akan diinformasikan dialog Nabi Ibrahim AS dengan anak sulungnya,
yaitu dalam S. Ash Shaffaat 102):
Falamma balagha ma'ahu ssa'ya qala ya bunayya inni ara filmanami anni
adzbahuka fanzhur madza tara, qala ya abati if'al ma tu'maru, satajadani insya
Allah mina shshabirien, artinya, ketika putra itu sudah balig dan telah sanggup
membantu bekerja, berkatalah Ibrahim: Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam
tidurku bahwa aku menyembelihmu, maka bagaimanakah pendapatmu mengenai hal ini.
Sang anak menjawab: Hai ayah, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu,
engkau akan mendapati aku, insya Allah termasuk golongan orang yang tabah.
Inilah kampanye dialogis yang menghasilkan kesepakatan kesediaan
melaksanakan perintah Allah dengan sikap disiplin berasaskan keikhlasan. Lalu
buat apa Allah menggantikan Ismail dengan bi dzibhin 'atzhiem seekor binatang
sembelihan yang besar. Bagi Allah tidak ada masalah, Dia Maha Kuasa, Bagi Nabi
Ibrahim AS sudah ilkhlas menyembelih dan Ismail juga sudah ikhlas disembelih.
Yaitu untuk memberikan penekanan, penggaris bawahan, perbedaan antara
agama-agama kebudayaan penyembah berhala dan dewa-dewa dengan agama wahyu, tidak
boleh menyembelih, membunuh manusia. Upacara kurban bukanlah suatu yang sakral
(sacrifice), bukanlah suatu sesajen (offering)
Inilah makna kurban dan kemanusiaan. Dalam membangun dunia ini dan
membina kebudayaan dan peradaban ummat manusia, hendaklah senantiasa menjunjung
tinggi nilai kemanusiaan. Apa arti pembangunan jika harga pembayarannya, berupa
pembunuhan kepribadian manusia, memperkosa hak asasi manusia, menzalimi manusia.
Pembangunan harus difokuskan kepada manusia. Maka dalam kontex inilah kita
meresapkan hakikat Pembangunan Nasional: Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya
dan pembangunan masyarakat Indonesia, seperti tercantum dalam Garis-Garis Besar
Haluan Negara. harus berfokus kepada manusia. WaLlahu a'lamu bishshawab.
Post a Comment