Tahyul Klasik dan Tahyul Kontemporer
Tahyul Klasik dan Tahyul Kontemporer
Tulisan ini adalah oleh-oleh terakhir pulang mudik. Dikombinasi dengan
Tayangan Sepekan Film-Film Pilihan TVRI. Khuthbah Jum'at mengenai Topa, berhala
lokal itu, buaya putih lima jari, berkembang menjadi diskusi yang hangat pada
sebuah rumah keluarga tempat saya berkunjung sesudah lebaran dalam rangka
silaturrahim. Istilah silaturrahim ini mengalami gejala apocope menjadi
silaturrahmi yang kelihatannya lebih populer. Ini tidak aneh, dalam bahasa
Indonesia dan Makassar gejala ini juga ada, misalnya gelut menjadi gulet ke
gulat, biralle menjadi bilarre.
Bahwa rumpun keluarga keturunan buaya putih lima jari di Topa itu tidak
mustahil. Di Sulawesi Selatan ini katanya adalah hal yang lazim manusia beranak
buaya, anak yang mempunyai kembar buaya. Fa'alu lima yuried. Allah berbuat
sekehendakNya, ucap salah seorang peserta diskusi mengutip ayat Al Quran. Serta
merta ucapan itu didebat oleh kemanakannya sendiri: Orang beranak buaya? Tidak
masuk akal, karena tidak ada dalam Al Quran. Sang paman menimpali pula: Jadi kau
anggap paman pembohong? Saya melihat dengan mata kepala sendiri dukun beranak
memperlihatkan kepada semua yang hadir di rumah ibu yang baru saja melahirkan
bayinya berkembar buaya. Sang kemanakan berucap pula: Terserah, pokoknya itu
tidak masuk akal sebab tidak ada dalam Al Quran orang yang beranak buaya.
Seorang tamu yang lain turut angkat bicara: Yang penting, kita tidak ikut
terlibat dalam minta-minta rezeki di Topa itu. Apakah buaya putih lima jari itu
menurunkan rumpun keluarga, atau tidak, tergantung dari keyakinan dan pikiran
masing-masing, pokoknya asal kita tidak terlibat dalam menjadikannya berhala.
Saya tidak sependapat, sang kemanakan tadi memotong. Justru karena percaya
tentang tahyul, buaya menurunkan rumpun keluarga, atau ibu yang melahirkan
buaya, atau anak kembar buaya, membuka kesempatan untuk melakukan khurafat,
minta-minta rezeki, menyembah berhala. Tahyul semacam itu membuka pintu kepada
kemusyrikan. Jadi pada pokoknya tahyul itu harus dikikis habis. Kita tinggalkan
dahulu sejenak dialog ini, dan marilah kita mengikuti tahyul yang lain.
***
Baru-baru ini dalam rangka Pekan Film-Film Pilihan, TVRI menayangkan
science fiction. Itu istilah krennya (istilah Betawi, maksudnya gagah, berasal
dari bahasa Belanda kranig). Ungkapan biasanya, tahyul yang dibungkus oleh
penampilan sains. Jadi kalau ibu beranak buaya adalah tahyul klasik, maka yang
ditayangkan TVRI adalah tahyul kontemporer. Kita kemukakan saja The Cocoon,
tidak perlu semuanya, nanti tulisan ini terlalu panjang. Makhluk angkasa luar
datang di planet bumi ini mengurus kepompongnya berbentuk kerang yang diperam di
laut sejak 10.000 tahun lalu. Kepompong itu dipindahkan ke kolam renang yang
sudah diberi semacam tenaga dalam agar dapat menetas menjadi makhluk angkasa
luar. Jasad asli makhluk itu berwujud cahaya dan dapat mengubah wujudnya secara
temporer sebagai manusia. Air kolam yang diberi tenaga itu dapat memulihkan
kejantanan kakek-kakek yang mandi di situ. Hampir seluruh kakek penghuni rumah
jompo ikut pulang mudik dengan makhluk angkasa luar itu . Alasannya, para kakek
itu mendambakan kehidupan tanpa sakit tanpa mati di udik sana (maksudnya di
bintang tempat asal makhluk angkasa itu).
***
Kembali kepada dialog di atas itu. Memang Allah berbuat sekehendakNya,
karena Allah Maha Kuasa. Allah SWT sebagai Ar Rab, Maha Pengatur menciptakan
TaqdiruLlah. Ada TaqdiruLlah yang umum, yang ditanam di universe, yang dikenal
dalam sains yang sekuler dengan istilah hukum alam, dan ada pula TaqdiruLlah
yang khusus, yang tidak ditanam di universe, yang berlaku pada mu'jizat bagi
para Nabi. TaqdiruLlah yang umum masuk dalam kerajaan rasional dan TaqdiruLlah
yang khusus masuk daerah supra rasional. Adapun hal-hal yang tidak rasional
maupun tidak supra rasioanl itulah yang disebut tahyul. Yang supra rasional
tidak dijangkau akal, yang rasional dapat dipikirkan oleh akal, dan yang tahyul
bertentangan dengan akal.
Semua peristiwa yang diatur oleh TaqdiruLlah yang khusus, hanya dapat
kita peroleh informasinya melalui wahyu. Jadi yang supra rasional itu barulah
dapat dikatakan demikian kalau ada dalam Al Quran. Dan tidak boleh generalisasi.
Kalau Nabi Isa AS dapat menghidupkan orang mati atas izin Allah SWT, tidak boleh
generalisasi, bahwa ada kemungkinan seorang dokter dapat pula menghidupkan orang
mati. Atau ada makhluk angkasa luar yang mampu membuat para kakek itu tidak
mati-mati. Kalau ada malaikat yang berubah wujud berupa manusia datang ke
pemukiman Nabi Luth AS, atau malaikat Jibril berubah wujud menjadi manusia
datang kepada Maryam untuk memberitahu perihal Maryam akan melahirkan seorang
anak tanpa ayah, atau Jibril dalam wujud seorang manusia datang pada majelis /
audience Rasulullah SAW dan para sahabat, tidak boleh generalisasi, bahwa ada
makhluk angkasa luar yang berjasad cahaya seperti malaikat dan dapat berubah
wujud menjadi manusia.
Demikian pula halnya Nabi Muhammad SAW yang dapat isra mi'raj, atas
Kehendak Allah, tidak boleh generalisasi, para kakek dapat pula mi'raj seperti
dalam tahyul kontemporer The Cocoon itu. Jadi supaya terpelihara aqiedah kita,
apabila ada hal yang aneh-aneh kita dengar kita tanya dahulu Ilmu Pengetahuan
alam syahadah. Apakah mungkin manusia beranak buaya menurut biologi, menurut
ilmu genetika? Semua jenis makhluk telah "dprint" Allah SWT dalam blue print
yang disebut DNA yaitu singkatan dari (d)esoxyribo(n)ucleic(a)cid, yaitu inti
asam yang mengandung zat desoxyribose, terdapat utamanya dalam inti sel. Maka
jawabnya bertentangan dengan ilmu genetika. Apakah manusia beranak buaya ada
dalam Al Quran? Tidak ada, jadi tidak masuk akal. Jalan pemikiran sang kemanakan
di atas itu benar adanya. Lalu apakah sang paman pembohong? Kita bertanya,
pernakah seorang ibu yang melahirkan di rumah sakit bersalin diinformasikan
beranak buaya? Tidak pernah. Apa perbedaan orang melahirkan di rumah sakit oleh
bidan dengan melahirkan di rumah sendiri oleh dukun beranak? Bedanya adalah di
rumah sakit bersalin sifatnya terbuka, bahkan ada berita acaranya. Sedangkan di
rumah sendiri sifatnya tertutup. Lalu apa artinya itu? Di ditempat terbuka tidak
mungkin atau tidak sempat untuk melakukan manipulasi, sedangkan di tempat
tertutup, ada kesempatan bahkan terbuka luas untuk manipulasi. Itulah
jawabannya. Sang paman tidak bohong, melainkan terkecoh oleh ulah si dukun
beranak. Tujuannya mengecoh? Untuk sensasi sebagai sasaran antara dan
komersialisasi untuk sasaran utama.
Post a Comment