Berhala Tradisional dan Berhala Modern
Berhala Tradisional dan Berhala Modern
Tulisan ini masih berupa oleh-oleh dari pulang mudik. Pada waktu pulang
mudik itu, disamping amanah yang diberikan oleh PHBI, juga diminta untuk membaca
Khuthbah Jum'at di Masjid Raya ibu kota kabupaten setempat. Hari Jum'at itu
adalah Jum'at terakhir dalam bulan Ramadhan. Namun kalau thema Khuthbah Jum'at
itu mengenai output/luaran ibadah puasa, itu berarti akan terulang lagi dalam
Khuthbah 'Iedi lFihri yang sudah siap naskahnya itu, yang sementara dalam proses
penggandaan. Jadi mesti dipilih thema yang lain.
Saya
teringat di bagian selatan pulau itu masih ada berhala lokal yang disebut Topa.
Menurut informasi yang saya dapatkan, berhala Topa itu masih difungsikan orang.
Di Topa itu berupa liang batu pada sebuah muara. Di dalam liang batu itu katanya
bersemayam seekor buaya putih dengan lima jari, dianggap nenek moyang sebuah
rumpun keluarga. Kata orang, buaya putih itu sudah sedemikian besarnya sehingga
tidak dapat lagi keluar dari liang gua, karena mulut liang itu sudah terlalu
sempit baginya. Di situlah orang minta rezeki dengan membawa telur yang
diselamkan masuk ke dalam liang, dan mengoleskan darah ternak di mulut lubang
liang batu itu.
Walhasil saya pilihlah thema seperti pada judul di atas untuk Khuthbah
Jum'at. Di dalam khuthbah itu dikemukakan tiga Surah, S. Al Kafirun, S. Al Fiel
dan S. Quraisy. Ketiga surah ini diturunkan Allah SWT secara serempak. S.Al
Kafirun ayat 1 dan 2 Qul ya ayyuha lkafirun la a'budu ma ta'budun, katakanlah
hai orang kafir. Tidak kusembah apa yang kamu sembah. Ini adalah penolakan yang
tegas terhadap tawaran pendekatan politik penguasa Makkah yang isinya: 1) Demi
persatuan dan kesatuan penduduk Makkah, penguasa bersedia bersama-sama dengan
ummat Islam menyembah Allah. 2) Kebersamaan itu harus diselingi silih berganti
dengan bersama-sama menyembah berhala yang ada di sekitar Ka'bah. Pendekatan
politik ini terpaksa ditempuh oleh penguasa Makkah, karena cara kekerasan,
intimidasi, terror, penyiksaan, ternyata tidak berhasil. Sedangkan S. Al Fiel
untuk menyegarkan kembali ingatan kaum kafir Quraisy penguasa Makkah itu tentang
peristiwa hancurnya tentera bergajah Abrahah yang ingin meruntuhkan Ka'bah. Wa
arsala 'alaihim thayran ababiel. Tarmihim bi hijaratin min sijjil. Faja'alahum
ka'asfin ma'kul. Dan (Allah) mengirimkan kepada mereka itu burung yang
berbondong-bondong. Yang melempar mereka dengan kerikil yang penuh azab. Dan
menjadilah mereka itu rontok laksana daun dimakan ulat. (ayat 3,4 dan 5). Sejak
peristiwa itu suku Quraisy disegani oleh suku-suku lain di Jaziratul Arabiyah,
sehingga mereka dapat membawa kafilah dagang baik di musim dingin maupun di
musim panas, sepanjang tahun, karena disegani sehingga tidak diserang oleh
suku-suku lain. Dan ini diingatkan Allah dalam S.Quraisy ayat 2: Ielafihim
rihlata sysyitai wa shshayf. Lalu disambung dengan Falya'budu Rabba hadza lBayt.
Sembahlah Tuhan Pemilik Rumah (Ka'bah) ini, bukan menyembah berhala yang
mengotori Ka'bah. Jadi tawaran politik penguasa Quraisy itu dijawab dalam tiga
tahapan. Pertama, menolak dengan tegas tawaran politik itu dengan S. Al Kafirun,
kedua, menyegarkan ingatan mengapa orang Quraisy disegani dengan S. Al Fiel, dan
gayung bersambut berupa tawaran aqiedah supaya jangan menyembah berhala
melainkan menyembah Allah semata dengan S. Quraisy.
***
Di
zaman kita ini ada dua jenis berhala, yaitu berhala tradisional dan berhala
modern. Berhala tradisional adalah seperti yang disembah oleh orang Quraisy
dahulu dan seperti di Topa dan di tempat-tempat lain sekarang ini. Adapun
berhala modern adalah otak manusia. Penyembah berhala modern ini menyangka bahwa
semua masalah dapat dipecahkan dengan otak manusia. Wahyu tidak perlu. Agama
adalah urusan akhirat semata. Urusan dunia seluruhnya adalah daerah kerajaan
akal. Ini yang disebut sekuler. Jadi pada hakikatnya sikap sekuler ini adalah
identik dengan menyembah berhala modern. Barangkali kita semua ini walaupun
mengaku beraqiedah tawhied, pernah secara tidak sadar menyembah otak manusia.
Sebelum pesawat ulang-alik Challenger meledak di angkasa, pernakah terbetik
secuil dalam benak kita akan kemungkinan meledak itu? Tidak pernah, marilah kita
secara jujur mengakuinya, tidak pernah terlintas dalam benak kita akan
meledaknya Challenger itu. Saya sendiri, nanti setelah melihatnya meledak di TV
baru sitighfar, minta ampun kepada Allah. Bahwa selama ini saya termasuk di
antara orang yang tanpa sadar menyembah berhala modern itu. Tidak pernah
terlintas dalam ingatan saya akan kemungkinan meledaknya pesawat itu, karena
sudah percaya betul pada peralatan/teknologi yang seba canggih
secanggih-canggihnya itu.
Demikianlah S.Quraisy ditutup dengan ayat: Alladzie ath'amahum min ju'in
wa amanahum min khahuf. Bahwa Allahlah, bukan berhala-berhala itu, yang memberi
makan sehingga terbebas dari kelaparan dan memberi rasa tenteram dari segala
macam kekhawatiran. Coba dipikir, bumi ini yang mengikuti matahari mengedari
pusat Milky Way, sewaktu-waktu masuk ke dalam daerah badai hujan sinar kosmik
(tentang sinar kosmik ini silakan lihat Seri 014, Mikrokosmos dan Tenaga
Matahari). Maka pada saat itu iklim tidak teratur. Ada kalanya kemarau panjang
sekali, atau sebaliknya musim hujan panjang sekali. Nah, coba pikir,
bagaimanapun cemerlangnya insinyur pertanian mendapatkan bibit unggul, kalau
kemarau panjang, sawah akan kering, padi mati kekeringan. Sebaliknya jika musim
hujan panjang sekali, bagaimanapun hebatnya konstruksi bendungan karya insinyur
sipil, tidak akan membawa hasil. Bendungan akan bobol ataupun air melimpah
sawah-sawah tergenang banjir, padipun mati lemas. Maka akan sadarlah kita, bahwa
yang membebaskan kita dari kelaparan bukanlah berhala tradisional, bukanlah pula
berhala modern karya otak manusia, melainkan Allah SWT. Dan bukanlah pula
berhala tradisional dan modern itu yang memberikan ketenteraman dari segala
macam kekhwatiran.
Syahdan, apakah yang dikhawatirkan oleh manusia modern sekarang ini?
Yaitu kekhawatiran rencana tidak akan berhasil, sasaran tidak dicapai. Jadi
untuk tidak selau dikejar kekhawatiran, maka ingatlah, rencana yang berhasil
hanyalah rencana yang sinkron dengan Rencana Makro dari Allah SWT. Alladzie
ath'amahum min ju'in, wa amanahum min khauf. WaLlahu a'lamu bishshawab.
Post a Comment