Hukum Menyembelih Hewan Qurban
Hukum Menyembelih Hewan Qurban
Hewan yang ditetapkan syari’at sebagai hewan qurban adalah unta, sapi, kambing (ada yang menyebutnya dengan kambing Jawa) dan domba dengan berbagai jenisnya. Adapun yang tidak ada keterangannya dalam syari’at maka tidak boleh dijadikan hewan qurban seperti kerbau, kuda, ayam dan hewan yang lainnya. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala: “Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rizki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (Al-Hajj:28). Yang dimaksud dengan binatang ternak di sini ialah binatang-binatang yang termasuk jenis unta, lembu (sapi), kambing dan biri-biri (domba).
Hewan yang ditetapkan syari’at sebagai hewan qurban adalah unta, sapi, kambing (ada yang menyebutnya dengan kambing Jawa) dan domba dengan berbagai jenisnya. Adapun yang tidak ada keterangannya dalam syari’at maka tidak boleh dijadikan hewan qurban seperti kerbau, kuda, ayam dan hewan yang lainnya. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala: “Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rizki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (Al-Hajj:28). Yang dimaksud dengan binatang ternak di sini ialah binatang-binatang yang termasuk jenis unta, lembu (sapi), kambing dan biri-biri (domba).
Juga
firman-Nya: “Dan bagi tiap-tiap ummat telah Kami syariatkan
penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap
binatang ternak yang telah dirizkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu
ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepadanya.
Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada
Allah).” (Al-Hajj : 34).
Qurban
adalah kambing dan hewan lainnya yang ditetapkan syari’at sebagai hewan
qurban, yang disembelih setelah melaksanakan shalat ‘Iedul Adh-ha dalam
rangka mendekatkan diri kepada Allah, karena Dia Yang Maha Suci dan
Maha Tinggi berfirman: “Katakanlah, Sesungguhnya shalatku, qurbanku
(nusuk), hidup dan matiku adalah untuk Allah Rabb semesta alam, tidak
ada sekutu bagi-Nya.” (Al-An’aam:162).
Nusuk dalam ayat di atas adalah menyembelih hewan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. (Minhaajul Muslim hal. 355-356).
Nusuk dalam ayat di atas adalah menyembelih hewan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. (Minhaajul Muslim hal. 355-356).
‘Ulama
berselisih pendapat tentang hukum qurban. (Dan) yang tampak paling
rajih (tepat dan kuat) dari dalil-dalil yang beragam adalah hukumnya
wajib. Berikut ini akan disebutkan untukmu -wahai saudaraku muslim-
beberapa hadits yang dijadikan sebagai dalil oleh mereka yang
mewajibkan:
Pertama,
dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu ia berkata: bersabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Siapa yang memiliki kelapangan (harta)
tapi ia tidak menyembelih qurban maka jangan sekali-kali ia mendekati
mushalla kami.” (Hadits Hasan, Riwayat Ahmad, Ibnu Majah, Ad-Daraquthniy
dan Al-Hakim).
Sisi
pendalilannya adalah beliau melarang orang yang memiliki kelapangan
harta untuk mendekati mushalla jika ia tidak menyembelih qurban. Ini
menunjukkan bahwa ia telah meninggalkan kewajiban, seakan-akan tidak ada
faedah mendekatkan diri kepada Allah bersamaan dengan meninggalkan
kewajiban ini.
Kedua,
dari Jundab bin ‘Abdillah Al-Bajaliy, ia berkata: Pada hari raya
qurban, aku menyaksikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Siapa yang menyembelih sebelum melaksanakan shalat maka hendaklah ia
mengulang dengan hewan lain dan siapa yang belum menyembelih qurban maka
sembelihlah.” (Muttafaqun ‘alaih).
Perintah secara zhahir menunjukkan wajib dan tidak ada perkara yang memalingkan dari zhahirnya.
Ketiga,
Mikhnaf bin Sulaim menyatakan bahwa ia pernah menyaksikan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhuthbah pada hari ‘Arafah, beliau
bersabda: “Bagi setiap keluarga wajib untuk menyembelih qurban dan
‘atiirah setiap tahun. Tahukah kalian apa itu ‘atiirah? Inilah yang
biasa dikatakan orang dengan nama rajabiyyah.” (H.R. Ahmad, Abu Dawud,
At-Tirmidziy, An-Nasa`iy, Ibnu Majah dan dihasankan oleh At-Tirmidziy
serta dikuatkan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 10/4).
‘Atiirah adalah sembelihan di bulan Rajab, yang orang-orang jahiliyyah mendekatkan diri kepada Allah dengannya, kemudian datang Islam dan kebiasaan itu dibiarkan, hingga dihapus setelahnya (Lihat Ghariibul Hadiits 1/195).
‘Atiirah adalah sembelihan di bulan Rajab, yang orang-orang jahiliyyah mendekatkan diri kepada Allah dengannya, kemudian datang Islam dan kebiasaan itu dibiarkan, hingga dihapus setelahnya (Lihat Ghariibul Hadiits 1/195).
Perintah
dalam hadits ini menunjukkan wajib. Adapun ‘atiirah telah mansukh
(dihapus hukumnya) dan penghapusan kewajiban ‘atiirah tidak mengharuskan
dihapuskannya kewajiban qurban, bahkan hukumnya tetap sebagaimana
asalnya.
Hukum-Hukum Yang Berkaitan dengan Hewan QurbanAda beberapa hukum yang berkaitan dengan hewan qurban. Sepantasnyalah bagi seorang muslim untuk mengetahuinya agar ia berada di atas ilmu dalam melakukan ibadahnya dan di atas keterangan yang nyata dari urusannya. Berikut ini akan disebutkan hukum-hukum tersebut secara ringkas:
Pertama:
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban dengan dua ekor domba
jantan (lihat point ke-8) yang disembelihnya setelah shalat ‘Ied. Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan: “Siapa yang menyembelih
sebelum shalat maka tidaklah termasuk qurban sedikitpun, akan tetapi
hanyalah daging sembelihan biasa yang diberikan untuk keluarganya.”
(Muttafaqun ‘alaih dari Al-Bara` bin ‘Azib).
Kedua:
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada para
shahabatnya agar mereka menyembelih jadza’ dari domba dan tsaniy dari
yang selain domba.”
Jadza’ah adalah gambaran untuk usia tertentu dari hewan ternak, kalau dari domba adalah yang sempurna berusia setahun, ini adalah pendapat jumhur (mayoritas ‘ulama). Adapun Tsaniy, (kalau) dari unta adalah yang telah sempurna berusia 5 tahun sedangkan dari sapi dan kambing adalah yang telah sempurna berusia 2 tahun (Lihat Fathul Bari 10/5 dan Zaadul Ma’aad 2/317).
Jadza’ah adalah gambaran untuk usia tertentu dari hewan ternak, kalau dari domba adalah yang sempurna berusia setahun, ini adalah pendapat jumhur (mayoritas ‘ulama). Adapun Tsaniy, (kalau) dari unta adalah yang telah sempurna berusia 5 tahun sedangkan dari sapi dan kambing adalah yang telah sempurna berusia 2 tahun (Lihat Fathul Bari 10/5 dan Zaadul Ma’aad 2/317).
Ketiga:
Boleh mengakhirkan penyembelihan pada hari kedua dan ketiga setelah
‘Iedul Adh-ha (maksudnya hari Tasyriq-pent), karena hadits yang telah
tsabit (tetap) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau
bersabda: “Setiap hari Tasyriq (tanggal 11, 12 & 13 bulan
Dzulhijjah) ada sembelihan.” (H.R. Ahmad, Al-Baihaqiy, Ibnu Hibban dan
Ibnu ‘Adi dalam “Al-Kaamil”, derajatnya hasan dengan syawahid (hadits
pendukung)-nya).
Berkata Ibnul Qayyim: “Ini (bolehnya mengakhirkan penyembelihan pada hari Tasyriq) adalah madzhabnya Al-Imam Ahmad, Malik dan Abu Hanifah rahimahumullaahu jamii’an. Berkata Al-Imam Ahmad: Ini merupakan pendapatnya lebih dari satu shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Al-Atsram menyebutkannya dari Ibnu ‘Umar dan Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhum.” (Lihat Zaadul Ma’aad 2/319).
Berkata Ibnul Qayyim: “Ini (bolehnya mengakhirkan penyembelihan pada hari Tasyriq) adalah madzhabnya Al-Imam Ahmad, Malik dan Abu Hanifah rahimahumullaahu jamii’an. Berkata Al-Imam Ahmad: Ini merupakan pendapatnya lebih dari satu shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Al-Atsram menyebutkannya dari Ibnu ‘Umar dan Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhum.” (Lihat Zaadul Ma’aad 2/319).
Keempat:
Termasuk petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi orang yang
ingin menyembelih qurban agar tidak mengambil rambut dan kulitnya walau
sedikit, bila telah masuk hari pertama dari sepuluh hari yang awal bulan
Dzulhijjah. Telah pasti larangan yang demikian itu dalam hadits riwayat
Muslim dari Ummu Salamah. (Lihat Nailul Authaar 5/200-2003).
Kelima:
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih hewan qurban yang sehat,
tidak cacat. Beliau melarang untuk berqurban dengan hewan yang terpotong
telinganya atau patah tanduknya (sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad,
Abu Dawud, At-Tirmidziy, An-Nasa`iy, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari ‘Ali
rodhiyallahu ‘anhu dengan sanad hasan).
Beliau memerintahkan untuk memperhatikan kesehatan dan keutuhan (tidak cacat) hewan qurban dan tidak boleh berqurban dengan hewan yang cacat matanya, tidak pula dengan muqabalah (hewan yang dipotong bagian depan telinganya) atau mudabarah (hewan yang dipotong bagian belakang telinganya) dan tidak pula dengan syarqa’ (hewan yang terbelah telinganya) ataupun kharqa’ (hewan yang sobek telinganya), semua itu telah pasti larangannya. (Sebagaimana dijelaskan dalam hadits riwayat Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidziy, An-Nasa`iy, Ibnu Majah, Ad-Darimiy dan Al-Hakim dari ‘Ali rodhiyallahu ‘anhu dengan sanad hasan).
Boleh berqurban dengan domba jantan yang dikebiri karena ada riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dibawakan Abu Ya’la dan Al-Baihaqiy dengan sanad yang dihasankan oleh Al-Haitsamiy dalam Majma’uz Zawaa`id (4/22).
Beliau memerintahkan untuk memperhatikan kesehatan dan keutuhan (tidak cacat) hewan qurban dan tidak boleh berqurban dengan hewan yang cacat matanya, tidak pula dengan muqabalah (hewan yang dipotong bagian depan telinganya) atau mudabarah (hewan yang dipotong bagian belakang telinganya) dan tidak pula dengan syarqa’ (hewan yang terbelah telinganya) ataupun kharqa’ (hewan yang sobek telinganya), semua itu telah pasti larangannya. (Sebagaimana dijelaskan dalam hadits riwayat Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidziy, An-Nasa`iy, Ibnu Majah, Ad-Darimiy dan Al-Hakim dari ‘Ali rodhiyallahu ‘anhu dengan sanad hasan).
Boleh berqurban dengan domba jantan yang dikebiri karena ada riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dibawakan Abu Ya’la dan Al-Baihaqiy dengan sanad yang dihasankan oleh Al-Haitsamiy dalam Majma’uz Zawaa`id (4/22).
Keenam: Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih qurban di tanah lapang tempat
dilaksanakannya shalat. (H.R. Al-Bukhariy dari Ibnu ‘Umar).
Ketujuh:
Termasuk petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa satu kambing
mencukupi sebagai qurban dari seorang laki-laki dan seluruh keluarganya
walaupun jumlah mereka banyak. Sebagaimana yang dikatakan oleh ‘Atha`
bin Yasar: Aku bertanya kepada Abu Ayyub Al-Anshariy: “Bagaimana
hewan-hewan qurban pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”
Ia menjawab: “Jika seorang laki-laki berqurban dengan satu kambing
darinya dan dari keluarganya, maka hendaklah mereka memakannya dan
memberi makan yang lain.” (Riwayat At-Tirmidziy, Malik, Ibnu Majah dan
Al-Baihaqiy dengan sanad hasan).
Maksudnya, bahwa seseorang berqurban dengan seekor kambing dari harta dia dan dia niatkan pahalanya untuk dia dan semua keluarganya baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia.
Maksudnya, bahwa seseorang berqurban dengan seekor kambing dari harta dia dan dia niatkan pahalanya untuk dia dan semua keluarganya baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia.
Kedelapan:
Disunnahkan bertakbir dan mengucapkan basmalah ketika menyembelih
qurban, karena ada riwayat dari Anas bahwa ia berkata: “Nabi berqurban
dengan dua domba jantan yang berwarna putih campur hitam dan bertanduk.
Beliau menyembelihnya dengan tangannya, dengan mengucap basmalah dan
bertakbir (dalam lafazh Muslim disebutkan?dan Rasulullah mengucapkan
“Bismillaahi Wallaahu Akbar”?) dan beliau meletakkan satu kaki beliau di
sisi-sisi kedua domba tersebut.” (Muttafaqun ‘alaih).
Hadits ini bukan berarti mewajibkan qurban dengan dua ekor domba. Tapi sebagai contoh bagi ummatnya dalam berqurban. Bagi yang mampu berqurban hanya dengan satu ekor domba atau kambing, berqurbanlah dengannya.
Hadits ini bukan berarti mewajibkan qurban dengan dua ekor domba. Tapi sebagai contoh bagi ummatnya dalam berqurban. Bagi yang mampu berqurban hanya dengan satu ekor domba atau kambing, berqurbanlah dengannya.
Kesembilan: Hewan
qurban yang afdhal (lebih utama) adalah berupa domba jantan (gemuk)
bertanduk yang berwarna putih bercampur hitam di sekitar kedua matanya
dan di kaki-kakinya, karena demikian sifat hewan qurban yang disukai
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Sebagaimana dalam hadits
‘Aisyah riwayat Muslim).
Kesepuluh: Disunnahkan
seorang muslim untuk bersentuhan langsung dengan hewan qurbannya
(menyembelihnya sendiri) dan dibolehkan serta tidak ada dosa baginya
untuk mewakilkan pada orang lain dalam menyembelih hewan qurbannya.
Kesebelas:
Disunnahkan bagi keluarga yang menyembelih qurban untuk ikut makan dari
hewan qurban tersebut dan menghadiahkannya serta bersedekah dengannya.
Boleh bagi mereka untuk menyimpan daging qurban tersebut, berdasarkan
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Makanlah (daging qurban)
kalian, simpanlah dan bersedekahlah.” (Muttafaqun ‘alaih dari ‘Aisyah).
Hadits
ini menjelaskan bahwasanya hewan qurban itu (daging, kulit dan bagian
yang lainnya) untuk dimakan, disimpan dan disedekahkan (dibagi-bagikan
kepada kaum muslimin) dan tidak boleh menjualnya seperti menjual
kulitnya dan uangnya dimasukkan ke dalam kas masjid atau keperluan
lainnya. Karena inilah yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam kepada ummatnya dan sebaik-baik teladan adalah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan ingatlah bahwa setiap amal
kita akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah di hari
qiyamat nanti.
Kedua belas:
Badanah (unta yang gemuk) dan sapi betina mencukupi sebagai qurban dari
tujuh orang. Al-Imam Muslim telah meriwayatkan dalam Shahih-nya dari
Jabir rodhiyallahu ‘anhu ia berkata: “Di Hudaibiyyah kami menyembelih
bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam satu unta untuk tujuh orang
dan satu sapi betina untuk tujuh orang.”
Ketiga belas:
Upah bagi tukang sembelih qurban atas pekerjaannya tidak diberikan dari
hewan qurban tersebut, karena ada riwayat dari ‘Ali rodhiyallahu ‘anhu
ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan aku
untuk mengurus qurban-qurbannya dan agar aku bersedekah dengan
dagingnya, kulit dan apa yang dikenakannya (yaitu apa-apa yang dikenakan
hewan tersebut untuk berlindung dengannya) dan aku tidak boleh memberi
tukang sembelih sedikitpun dari hewan qurban tersebut. Beliau bersabda:
“Kami akan memberikannya dari sisi kami.” (H.R. Muslim).
Hadits
tersebut dengan jelas dan gamblang melarang kita memberikan upah kepada
tukang sembelih dari bagian hewan qurban baik berupa dagingnya,
kulitnya ataupun bagian yang lainnya. Dengan demikian nampaklah
kesalahan yang dilakukan oleh kebanyakan kaum muslimin yang memberikan
atau menerima upah dari bagian hewan qurban, baik daging, kulit atau
yang lainnya. Tapi upah tersebut diambil dari harta yang lain. Ingatlah
sebaik-baik contoh dan teladan adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Keempat belas:
Siapa saja di antara kaum muslimin yang tidak mampu untuk menyembelih
qurban, ia akan mendapat pahala orang-orang yang menyembelih dari ummat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena Nabi berkata ketika
menyembelih salah satu domba: “Ya Allah, ini (adalah qurban) dariku dan
dari orang yang tidak (mampu) menyembelih dari kalangan ummatku.” (H.R.
Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidziy dari Jabir rodhiyallahu ‘anhu dengan
sanad shahih).
Wallaahu a’lamu bish Shawaab. Diringkas dari kitab “Ahkaamul ‘Iedain” karya ‘Ali Hasan dengan sedikit perubahan dan tambahan.
Post a Comment