Nasehat (12): Belajar Hukum-hukum Syari'at tentang Rumah.
Nasehat (12): Belajar Hukum-hukum Syari'at tentang
Rumah.
Di antaranya:
Shalat di rumah.
Tentang shalat laki-laki, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
"Sebaik-baik shalat laki-laki adalah di rumahnya,
kecuali shalat wajib."
Adapun shalat-shalat wajib tersebut maka wajib dilakukan di
masjid, kecuali ada udzur. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
"Shalat tathawwu' (sunnah) laki-laki di rumahnya
melebihi (pahala) amalan tathawwu' di hadapan manusia, sebagaimana keutamaan shalat
seorang laki-laki secara berjama'ah dengan shalatnya sendirian".
Adapun bagi
wanita, semakin ke dalam tempat shalatnya dari bagian rumahnya maka semakin
utama. Sebagaimana sabda Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Sebaik-baik
shalat kaum wanita yaitu di bagian paling dalam dari rumahnya".
Agar orang lain
tidak menjadi imam di rumahnya, dan tidak boleh duduk seseorang di tempat yang biasa
diduduki oleh pemilik rumah kecuali dengan izinnya.
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Tidak boleh
seorang laki-laki diimami di wilayah kekuasaannya, dan tidak diduduki atas
kemuliannya (tempat duduknya) di rumahnya kecuali dengan izinnya".
Maksudnya, tidak
boleh maju untuk menjadi imam atas tuan rumah, meski sebetulnya orang lain
lebih baik bacaannya daripadanya, atau orang yang memiliki kekuasaan seperti
tuan rumah atau imam tetap masjid.
Demikian pula
seseorang tidak boleh duduk di tempat khusus tuan rumah baik itu kursi atau
kasur kecuali dengan izinnya.
Izin
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki
rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada
penghuninya. Yang demikian itu lebih
baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. Jika kamu tidak menemui seorangpun di
dalamnya maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika
dikatakan
kepadamu:"Kembali
(sajalah)", maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan". (An-Nur: 27-28).
"Dan
masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya". (Al-Baqarah:
189).
Boleh masuk ke dalam rumah kosong (yang tidak berpenghuni)
dengan tanpa izin manakala orang yang masuk tersebut memiliki barang di
dalamnya, misalnya rumah yang diperuntukkan bagi tamu.
"Tiada dosa atasmu memasuki rumah yang tidak disediakan
untuk didiami, yang di dalamnya ada keperluanmu, dan Allah mengetahui apa yang
kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan". (An-Nur : 29).
Tidak mengapa
makan di rumah kerabat dan rumah teman-teman serta di rumah orang lain yang kita
memiliki kuncinya, jika mereka tidak membenci hal tersebut.
"Tidak ada
halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi
orang sakit, dan tidak
(pula) bagi
dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu sendiri atau di rumah
bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang laki-laki,
di rumah saudaramu yang perempuan, di rumah saudara bapakmu yang laki-laki, di
rumah saudara bapakmu yang perempuan, di rumah saudara ibumu
yang laki-laki, di rumah yang kamu miliki kuncinya atau di
rumah kawan-kawanmu. Tidak ada
halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian...". (An-Nur:
61).
Melarang
anak-anak dan pembantu masuk ke dalam kamar tidur ibu bapak, tanpa izin, pada
waktu-waktu istirahat (tidur).
Yaitu sebelum
shalat subuh, waktu tidur siang, setelah shalat Isya', karena ditakutkan
pandangan mereka akan tertumbuk pada pemandangan yang tidak sesuai, jika
melihat sesuatu tanpa sengaja pada selain waktu-waktu tersebut maka hal itu
bisa ditolerir (dimaafkan). Sebab mereka adalah orang-orang yang bercampur di
satu rumah dan melayani sehingga sulit untuk menghindari hal tersebut. Allah
berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak
(lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh di
antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari), yaitu:
sebelum shalat shubuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari
dan sesudah shalat lsya'. (Itulah)
tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain
dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan)
kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi
kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (An-Nur 58).
Dilarang
mengintip rumah orang lain, tanpa izin mereka.
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa
mengintip rumah kaum (orang) lain tanpa izin, kemudian mereka mencongkel
matanya, maka baginya tidak ada diyat dan tidak pula qishash".
Wanita yang
ditalak tidak boleh keluar atau dikeluarkan dari rumahnya selama waktu iddah (menunggu)
dengan memberikan infak kepadanya.
Allah berfirman:
"Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu
ceraikan mereka pada waktu (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta
bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah
mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar kecuali kalau mereka mengerjakan
perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang
melanggar hukum-hukum Allah maka sesungguhnya dia telah berbuat zhalim terhadap
dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu
suatu hal yang baru". (Ath-Thalaq: 1).
Boleh bagi laki-laki memisahkan (meninggalkan) isteri yang
durhaka di dalam atau di luar rumah, sesuai dengan maslahat menurut agama.
Adapun memisahkan
diri dari isteri di dalam rumah, dalilnya firman Allah :
"Dan
pisahkanlah diri dari di tempat tidur mereka".(An-Nisa': 34).
Adapun dasar
memisahkan diri dari isteri di luar rumah adalah seperti yang terjadi pada diri
Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam ,ketika beliau memisahkan diri dari
isteri-isteri beliau di dalam kamar-kamar mereka, dan Rasulullah Shallallahu
alaihi wasalam mengasingkan diri di luar rumah isteri-isteri beliau.
Tidak menginap di
rumah sendirian.
"Dari Ibnu
Umar radhiyallah 'anhu bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang
menyendiri, yakni seorang laki-laki menginap atau bepergian
sendirian".
Larangan itu
disebabkan karena dengan sendirian ditakutkan akan terjadi sesuatu. Misalnya
serangan musuh,pencuri, atau sakit. Adanya teman yang mendampinginya akan
menolak keinginan musuh atau pencuri menyerangnya, juga akan membantunya jika
dia jatuh sakit.
Tidak tidur di
lantai atas yang tidak memiliki pagar, agar tidak jatuh.
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa
tidur di loteng rumah yang tidak memiliki batu (penghalang, pagar), maka
sungguh aku telah lepas tanggung jawab daripadanya".
Sebab orang yang
tidur, terkadang - dengan tidak sadar - berguling-guling dalam tidurnya. Jika
ia tidur di lantai atas/atap rumah yang tidak memiliki pagar atau pembatas yang
menghalanginya, bisa jadi ia akan jatuh ke bawah yang menyebabkannya meninggal
dunia.
Jika hal itu
terjadi,maka tak seorangpun yang berdosa karena kematiannya, semua lepas dari
tanggung jawab atas kematian orang tersebut.
Di samping hal
itu juga menyebabkan pelecehannya terhadap penjagaan Allah padanya, sebab ia
tidak mengambil langkah ikhtiar dan sebab.
Kucing-kucing
piaraan tidak menjadikan najis bejana, bila kucing tersebut minum atau makan daripadanya.
"Dari
Abdullah bin Abi Qatadah, dari ayahnya, bahwasanya diletakkan untuknya bejana
yang berisi air, lalu seekor kucing menjilat ke dalamnya, ia (tetap) melakukan
wudhu. Mereka berkata: "Hai Abu Qatadah, bejana itu telah dijilat oleh
kucing". Ia menjawab: "Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda:
"Kucing
termasuk di antara anggota keluarga, dan ia termasuk di antara yang mengitari
kalian".
Dalam riwayat lain:
"Kucing itu
tidak najis, sesungguhnya ia termasuk di antara yang mengitari kalian".
Post a Comment