Tegar dalam Menghadapi Ujian
Tegar dalam Menghadapi Ujian
Ma'asyiral muslimin rakhimakumullah!
Kehidupan manusia di dunia ini tidak akan terlepas dari ujian, karena ujian adalah sunnah Allah, sebagaimana yang ditegaskan dalam firman-Nya: "Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman," sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta." (Al-Ankabut: 2--3).
Kehidupan manusia di dunia ini tidak akan terlepas dari ujian, karena ujian adalah sunnah Allah, sebagaimana yang ditegaskan dalam firman-Nya: "Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman," sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta." (Al-Ankabut: 2--3).
Dalam ayat di atas Allah SWT menyatakan bahwa keimanan yang
telah kita ikrarkan akan diuji oleh Allah SWT. Ujian itu bisa berbentuk sakit,
miskin, kematian, rasa takut, bencana alam, godaan kekafiran, dan lain
sebagainya. Dari ujian yang diberikan ini akan dapat diketahui apakah keimanan
yang kita ikrarkan itu benar atau dusta.
Ma'asyiral muslimin rakhimakumullah!
Keimanan bagi seorang muslim adalah sesuatu yang sangat bernilai harganya. Dengan keimanan, amalan dan perbuatan seseorang menjadi bernilai di hadapan Allah SWT. Karena itu, Islam menganjurkan agar seorang muslim mempertahankan keimanan ini dari segala hal yang dapat menghancurkannya. Jangan sampai hanya karena perkara dunia, lalu kita harus menggadaikan keimanan kita.
Keimanan bagi seorang muslim adalah sesuatu yang sangat bernilai harganya. Dengan keimanan, amalan dan perbuatan seseorang menjadi bernilai di hadapan Allah SWT. Karena itu, Islam menganjurkan agar seorang muslim mempertahankan keimanan ini dari segala hal yang dapat menghancurkannya. Jangan sampai hanya karena perkara dunia, lalu kita harus menggadaikan keimanan kita.
Dalam hal ini, Rasulullah saw telah memberikan contoh kepada
kita betapa beliau tegar dan tegas dalam mempertahankan keimanan ini. Ketika
Rasulullah saw mendapat tawaran dari orang kafir untuk mengadakan ibadah
bersama, satu hari bersama orang muslim dan hari yang lain bersama orang kafir,
maka dengan tegas Rasulullah menolak tawaran yang merusak keimanan ini. Hal ini
sebagaimana wahyu yang telah Allah SWT turunkan kepada beliau dalam surat
Al-Kafirun ayat 1--6, "Katakanlah hai orang-orang kafir, aku tidak akan
menyembah apa yang aku sembah, Dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah, Dan
aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah
(pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah, untukmulah agamamu, dan untukkulah
agamaku."
Demikian pula yang dikatakan oleh Rasulullah saw manakala
pamannya, Abu Thalib, menyampaikan permintaan orang kafir agar beliau
menghentikan dakwahnya. Maka, beliau bersabda, "Demi Allah, wahai pamanku,
seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan
kiriku agar aku meninggalkan perkara ini, maka aku tidak akan meninggalkannnya,
sehingga Allah menampakkannya atau menghancurkan yang lain." Kita bisa
melihat betapa tegasnya Rasulullah saw dalam mempertahankan keimanan ini.
Maka, apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw ini kemudian
memberikan pengaruh yang cukup lekat di hati dan sanubari para sahabat,
sebagaimana yang terjadi dalam Perang Khandaq. Di saat orang munafik hampir saja
mengadakan perdamaian dengan kabilah Banu Ghatfan dengan memberi sepertiga hasil
kurma Madinah. Maka, berkatalah dua Sa'ad, yaitu Sa'ad bin Muaz, pemuka suku
Aus, dan Sa'ad bin Ubadah, pemuka suku Khazraj: "Ya Rasulullah, dahulu ketika
kami dan mereka masih dalam keadaan menyekutukan Allah dan menyembah berhala dan
mereka tidak pernah menerima kurma dari kami selain dengan jalan hutang atau
beli. Apakah kini setelah Allah memuliakan kami dengan Islam dengan memberi
petunjuk kami kepada Islam serta kami bangga dengan engkau dan Allah akan kami
berikan harta kami kepada mereka? Demi Allah, kami tidak perlu berdamai. Demi
Allah, kami tidak rela memberikan kepada mereka sesuatu selain pedang, sampai
Allah memutuskan sesuatu antara kami dan mereka."
Peristiwa ini lalu dikomentari dalam beberapa kitab tafsir:
"Tidaklah Rasulullah saw meridhai perdamaian itu, melainkan beliau ingin menguji
keteguhan orang-orang Anshar, ketabahan hati, dan kekuatan izzahnya. Maka,
Rasulullah saw melihat pada dua Sa'ad ini apa yang menyenangkan hatinya."
Demikian pula yang dilakukan oleh Ka'ab bin Malik manakala
diboikot oleh kaum muslimin karena tidak ikut serta dalam perang Tabuk. Selama
50 hari tak ada seorang pun yang menyapa, menegur, memberi salam, dan menjawab
salamnya. Maka bumi ini terasa begitu sempit baginya. Lalu manakala ia tengah
berjalan-jalan di pasar, ia mendapati seorang petani dari Syam yang biasa
menjual makanan di pasar Madinah bertanya: "Siapakah yang suka menunjukkah
kepada saya Ka'ab bin Malik." Maka semua orang yang ditanya menunjuk kepada
saya. Kemudian orang itu mendekati saya sambil membawa sepucuk surat dari Raja
Ghassan yang didalamnya berisi, " Sebenarnya saya telah mendengar bahwa kamu
telah diboikot oleh teman-temanmu dan Allah tidak menjadikan kamu orang yang
terhina, maka datanglah kepada kami tentu kami akan menerimamu. Apakah yang
dilakukan oleh Ka'ab mendapat tawaran seperti itu? Apakah ia akan menjual
agamanya, apakah dia akan bergabung dengan orang-orang kafir dan mencari
kemulaian di sana, sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang?" Tidak, tetapi
yang dikatan oleh Ka'ab adalah: "Ini juga sebagai ujian." Lalu ia pergi ke
tempat api dan membakar surat itu. Mengapa ia membakar surat itu? karena ia tahu
bahwa Rasulullah saw adalah sumber kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Ma'asyiral muslimin rakhimakumullah!
Dalam surat Al-Baqarah Allah SWT berfirman: "Sekali-kali orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela terhadap kamu, sehingga kamu mengikuti agama mereka."
Dalam surat Al-Baqarah Allah SWT berfirman: "Sekali-kali orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela terhadap kamu, sehingga kamu mengikuti agama mereka."
Dalam ayat di atas jelas bahwa upaya orang-orang Nasrani dan
Yahudi untuk menghancurkan keimanan kita akan senantiasa terus ada. Maka, yang
terpenting bagi kita adalah tetap tegar untuk mempertahankan keimanan ini.
Sekian, wallahu a'lam.
Post a Comment